Kesempatan

530 73 23
                                    

Aku sudah mulai kembali menormalkan kehidupanku semenjak pertemuan di rumah Rian beberapa bulan lalu. Musim dingin sudah berlalu dan kini matahari mulai sering menyapa pagiku. Pagiku sudah tak segelap musim dingin lagi, tapi walau musim semi sudah menyuguhkan kehangatan, hatiku masih terasa dingin. Aku berusaha senormal mungkin, kerja, hangout dengan anak-anak curut kesayangan, aku sudah mulai kembali rutin jogging di sore hari yang membuatku kehilangan beberapa kilo bobotku which is a good thing. Semua tampak normal.

Ya, tampak normal. Tapi sebenarnya tidak. Segala aktivitasku semata-mata agar aku jarang ada di flat dan bertemu Om Minyak. Banyak hal yang membuatku akhirnya berpikir bahwa memang lebih baik begini, setidaknya hingga masalah rumah tangganya selesai dengan baik, walau tidak bisa dibilang baik juga sih. Perceraian tetap bukan hal yang baik, tapi mungkin adalah jalan terbaik bagi mereka.

Bukan berarti aku benar-benar tidak bertegur sapa dengan Rian, kami tetap "say hi" atau ngobrol saat flatmate night, tapi yaa sebatas itu, tidak pernah terlibat obrolan berdua. Aku yang menghindar tepatnya. Beberapa kali dia menghubungi aku via pesan WhatsApp atau SMS, tapi hanya aku balas seperlunya bahkan sering tidak aku balas. Belakangan dia sudah tidak pernah lagi mengirim pesan. Mungkin bosan juga kali ya karena tidak pernah aku tanggapi.

Sore ini aku duduk di balkon depan sambil menyesap earl grey tea dengan sedikit gula, aku sedang tergila-gila dengan aroma teh ini. Cathy, pacarnya Dave, juga duduk bersamaku menikmati matahari yang sekarang terbenam lebih lambat.

"Kemarin Dave ngelamar aku"

"Hah? Serius? Oh my God, Cathy congratulation, I am super happy for youuu!!" Kataku tulus.

"Ya, dan Dave mau kita segera menikah... like in three months.."

"That's a great news, really!!"

Ya, enaknya di sini itu ketika menikah ya kita bisa cuma ngadain pesta kecil, makan siang bareng gitu dan umumin di sosial media. Budget minim pun gak masalah. Kalau ada yang gak diundang pun gak akan ada omongan "Kok gue gak diundang sih? Lo gak anggap gue temen lagi? Jahat banget!", ya kadang memang ada peristiwa tertentu yang mau kita nikmatin secara personal, cuma teman dan keluarga terdekat aja. Tapi, banyak orang yang gak paham.

Di sini, kamu ngundang 150 orang aja udah pesta besar-besaran. Di Indonesia? Kalau belum 500 orang namanya belum pesta, kadang malah gak kenal sama yang salaman di pelaminan.

"Kita cuma mau adain wedding lunch aja, photo session sama keluarga dan teman dekat. Kayaknya mau di rumah orangtuaku aja deh. Kamu nanti jadi bridesmaid ya, Lan!"

"Sure!! That's an honour, thank you."

Cathy ini orang tuanya punya perkebunan dan peternakan di daerah Levin. Mungkin mau bikin acara semacam barn lunch gitu, seru sih.

"Tapi aku bingung nih, partner kamu siapa? Ehm.. bukan siapa deh, yang mana?" Kata Cathy dengan nada meledek.

"Hah? Maksudnya?"

"Hmm.. Matt atau Rian? Aku tahu kok soal Rian karena dia cerita ke Rachel tentang kalian, katanya just in case kalian nanti get back together."

Whaaat??? Niat banget Om Om satu itu sampai cerita ke semua flatmates kalau kami pernah ada apa-apa.

"Dia yang mau kita balikan, aku sih saat ini enggak mau. I am happy with my life right now."

Well, not really.. but I am trying..

"So.. Matt atau Rian? Sepertinya Matt sayang banget sama kamu, perhatian sekali. Bahkan Dave aja gak seperhatian dia lho!"

WellyLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang