Nanda

548 82 7
                                    

"Maaf ya saya jadi minta ketemu kamu puasa-puasa begini"

Akhirnya aku mengiyakan ajakan Nanda untuk bertemu di sebuah cafe dekat rumahku. Jujur saja aku tidak merasa punya urusan secara langsung dengan dia jadi aku enggan untuk pergi jauh-jauh hanya untuk bertemu dengannya, kebetulan cafe ini milik Revan, sahabat kecilku.

"No worries. Saya juga lagi gak puasa kok."

"Ah, saya juga. Jadi lebih baik kita pesan minum atau gimana?"

"Terserah kamu sih, saya udah pesan kebetulan tadi."

"Oke. Saya pesan sebentar ya."

Kesan pertama bertemu wanita ini, cantik dan ramah. Aku sedikit heran bisa-bisanya Rian tidak jatuh cinta pada wanita secantik dia, padahal jika aku pria kemungkinan besar aku pasti akan suka. Lihat saja gaya dan body-nya, sama sekali tidak terlihat sebagai ibu beranak satu, seperti Rian yang masih terlihat seperti pria muda tanpa anak pada umumnya.

Jika dilihat sekilas, penampilan Nanda terlihat sangat berkelas dan hmm..mewah?. Tas hermes yang dia bawa sama seperti hadiah ulang tahun Gita yang dia pamerkan bernilai seratus sekian juta, dan aku yakin itu bukan KW-nya, dress hitam terbaru dari Zara, sepatunya pun oh sekali lihat saja aku tahu itu Loubutinne, dan parfumnya.. Pokoknya dia benar-benar terlihat sebagai wanita high maintenance deh!

Aku tersenyum miris, berbeda sekali denganku yang masih lebih nyaman dengan kemeja dan jeans-ku ini. Kemejaku pun bukan kemeja bermerek mahal, ini hanya kemeja seharga dua dolar yang ku beli di toko second hands. Ya, banyak toko second hands di Welly, dan kuanggap sebagai tambang harta karun karena jika beruntung, kamu bisa mendapat barang bagus dengan harga luar biasa miring. Gengsi? Tidak dong! Bagiku, apa yang kupakai yang penting pantas dan nyaman, so it doesn't matter at all if they're expensive or cheap.

"Sorry agak lama.." Nanda kembali duduk di hadapanku.

"Gak apa-apa." Lalu aku menyesap kopi-ku, double espresso. Aku butuh kafein untuk menyiapkan mentalku bicara dengan wanita ini walau.aku sendiri tidak yakin kenapa aku harus menyiapkan mentalku.

"Aku langsung aja ya. Jadi seperti yang kamu tahu, aku dan Rian sudah diambang perpisahan."

"Dan aku bukan penyebabnya" potongku defensif.

"Aku tahu. Secara langsung bukan kamu penyebabnya. Dari awal pernikahan kami ini memang tidak berlandaskan cinta. Ya kamu pasti tahu lah soal perjodohan kami. Saat itu kami hanya mengikuti keinginan orangtua tanpa berani melawan mereka. Kami hanya ingin mereka bahagia, dan berharap kami pun kelak bisa mencapai kebahagiaan seperti pasangan normal lainnya. Makasih Mas!"

Omongan Nanda terputus oleh kedatangan pelayan yang mengantarkan secangkir teh hijau ke meja kami.

"Aku dan Abang memang tidak saling mencintai awalnya, tapi kami juga tidak membenci karena kami tahu bahwa kami sama-sama dalam tanda kutip korban dari perjodohan ini. Hingga akhirnya aku hamil. Abang selalu memperlakukan aku baik, aku semacam jadi punya harapan bahwa kami bisa mulai saling menyayangi."

"Kamu jatuh cinta sama dia akhirnya?"

"Tidak sulit untuk jatuh cinta pada pria seperti Abang. Wajahnya jauh di atas rata-rata, sikapnya tegas berwibawa, pintar, mapan, lembut sama orang tua.. dan jago di ranjang." Aku menangkap ada kerlingan nakal saat Nanda mengungkap fakta terakhir yang entah apa maksudnya dia ungkap hal itu.

"Aku gak peduli dengan urusan ranjang kalian"

"Tapi aku peduli, karena jika kami berpisah, tak ada lagi kehangatan di ranjang itu saat Abang pulang. Kamu bisa bayangkan, sekian lama tidak bertemu, seberapa panas ranjang kami di malam-malam saat Abang pulang."

WellyLoveOnde histórias criam vida. Descubra agora