1.

31.2K 1.6K 73
                                    

Menurut sebagian orang, mungkin bahagia itu adalah ketika kita berhasil memiliki apa yang diinginkan. Tetapi tidak dengan Nayla Kinanti. Baginya, kebahagiaan itu terletak pada saat kita mampu untuk mensyukuri setiap apa yang dipunya. Namun tak semuanya menyadari hal tersebut. Terkadang mereka lebih memilih mengeluh ketimbang bersyukur. Karenanya ada banyak sekali orang yang merasa hidup mereka tak pernah bahagia. Padahal itu disebabkan karena mereka sendiri yang salah mengartikan maknanya.
Tak jarang pula banyak yang sibuk melihat kehidupan orang lain yang berada di atasnya, kemudian menganggap bahwa orang lain itu lebih beruntung. Padahal ia sama sekali tidak tahu, bahwa ada sesuatu yang sudah Allah ambil pada orang lain tersebut. Sesuatu yang sebenarnya mungkin saja dia miliki. Maka dari itu, ketika sahabat Nayla yang bernama Bella ini merasa sedih karena tidak bisa membeli tiket konser sebuah boy grup, Nayla langsung saja memberinya wejangan.

"Jangan galau terus dong. Lagian apa sih gunanya nonton konser? Daripada nonton konser, mending uangnya dipakai untuk sedekah aja," katanya sembari mengelus bahu Bella.

"Kamu bisa bicara begitu karena kamu gak ada diposisi aku! Kamu gak tahu rasanya gagal bertemu idola yang kamu kagumi, Nay!"

"Astaghfirullah..." Nayla mencoba bersabar menghadapi sikap Bella yang terkadang memang kekanakan.

Lantas ia membalas dengan lembut ucapan kawannya itu, "Kata siapa aku gak tahu rasanya? Kamu masih mending bisa melihat wajah idola kamu walau hanya via ponsel. Sedangkan aku? Aku mengidolakan Rasulullah tapi aku sama sekali gak tahu bagaimana rupanya. Bayangkan, lebih sedihan siapa? Kamu yang gak bisa bertemu idolamu, atau aku yang bahkan gak tahu wajah idolaku sendiri? Intinya begini, Bel. Seharusnya kamu itu bersyukur dengan apa yang kamu alami ini. Jangan terus melihat ke atas, pada mereka yang memiliki uang banyak untuk dihabiskan membeli tiket konser. Siapa tahu mereka justru lagi melangkah lebih dekat dengan neraka, kan? Misalnya jadi lupa untuk shalat karena terlalu asyik nonton pertunjukan idolanya."

Bella bungkam namun menyimak nasihat Nayla dalam diamnya.

“Bel, surga di dunia itu murah. Neraka di dunia itu mahal. Surga di akhirat itu mahal. Neraka di akhirat itu murah. Kamu tahu apa maksudnya?"

Bella tak merespons.

"Surga di dunia itu murah, maksudnya adalah meski kita hanya bersedekah lima ratus rupiah aja, Insya Allah hal itu bisa menjadi bekal kita di akhirat kelak. Neraka di dunia itu mahal, misalnya untuk masuk ke sebuah night club aja kita harus mengeluarkan uang yang enggak sedikit, kan? Belum lagi untuk beli minuman haram. Surga di akhirat itu mahal, artinya untuk masuk surga kita harus melewati jembatan shiratal mustaqim dan bisa aja kita harus melewati tahap-tahap pensucian di neraka lebih dulu. Dan neraka di akhirat itu murah, maksudnya akan ada banyak sekali manusia yang sewaktu di dunia suka berbuat maksiat, masuk ke dalamnya."

"Terus nonton konser itu salah satu dari maksiat, Nay?"

"Biasanya konser itu ikhtilat, campur baur antar perempuan dan laki-laki. Belum lagi masalah shalatnya. Kalau konser membuat seseorang lupa ibadah, ya kamu tahu sendiri itu terbilang apa. Jadi ketimbang datang ke konser, mendingan kamu datang ke tempat yang lebih berguna buat bekal di akhirat nanti. Misalnya ke kajian."

Bella termenung beberapa saat sebelum akhirnya bergumam lirih,
"Jujur aja ya. Terkadang aku minder berteman sama kamu, Nay.”

Kening Nayla berkerut heran.

“Kenapa?”

"Soalnya ilmu aku tentang agama cetek banget. Kalau diibaratkan nih, aku seperti pendosa yang punya teman ahli surga.”

Nayla menghela napas, merasa tidak suka atas penilaian sahabatnya.

"Persoalan surga adalah rahasia Allah. Hanya Allah yang berhak menentukan siapa aja hamba-Nya yang pantas masuk ke sana. Aku enggak mau dengan kamu menilaiku kayak begitu, aku menjadi seseorang yang nantinya tergerak untuk ujub, merasa diri lebih baik dari orang lain. Jangan lagi kamu bilang kayak begitu ya, Bel? Aku cuma takut hal seperti itu bisa membuatku jadi pribadi yang munafik.”

Sesungguhnya Nayla memang takut bilamana sering mendapatkan pujian, ujub akan menimpanya. Ummi pernah memberitahu bahwa penyakit yang paling berbahaya sebetulnya bukanlah kanker. Melainkan hati yang suka lalai dalam mengingat-Nya. Bilamana kanker kemungkinan masih bisa diobati, maka hati yang lalai akan sulit diobati. Kecuali dengan satu; mengingat kesalahan yang dilakukannya dan segera bertaubat kepada Allah.



***


Magrib adalah waktu yang sangat ia nantikan. Pasalnya, setelah shalat Nayla akan disuguhi Ummi sesuatu yang sangat ia sukai. Yaitu mendengarkan Sang Ibunda melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Wanita paruh baya yang duduk di depannya saat ini adalah madrasah pertama dan terbaik baginya. Walau hanya membesarkan ia sendirian, Ummi tidak pernah mengeluh lelah. Ummi benar-benar wanita kuat yang menginspirasinya. Perjuangannya selama ini dalam mencari nafkah setelah Abi kembali menghadap Allah, sungguh membuat Nayla ingin membalas budi padanya.

Maka dari itu, Nayla tidak ingin membuatnya kecewa dengan belajar sungguh-sungguh agar nanti bisa mendapatkan pekerjaan yang mungkin dapat menggantikan posisi Ummi sebagai tulang punggung keluarga. Ia ingin Ummi istirahat dan menikmati masa-masa tuanya dengan memperbanyak ibadah sebagai bekal di akhirat.

Tatkala azan isya berkumandang, Ummi pun mengakhiri tilawahnya. Kemudian mereka melaksanakan shalat berjamaah dengan Ummi sebagai imam. Selepas itu Nayla meminta izin pada Ummi untuk kembali ke kamar sebab harus mengerjakan tugas sekolahnya.
Empat jam akhirnya berlalu. Rasa kantuk perlahan mulai menyerang Nayla. Selepas menyelesaikan tugas sekolahnya tepat sebelum jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam, Nayla berniat untuk mengistirahatkan diri dengan tidur. Namun sayang, kedatangan Ummi yang tiba-tiba itu membuatnya mengurungkan niat dalam sekejap.

"Nay, bisa tolong belikan Ummi obat?”

Setelahnya suara batuk menyusul. Nayla yang tidak mungkin mengabaikan Ummi selaku malaikatnya di bumi ini, lantas saja beranjak dari duduk. Dihampirinya sosok Ummi yang tengah mengusap dada sembari beristighfar. Sampai di hadapan Ummi, Nayla menatapnya cemas.

“Ummi sakit?”

“Jangan khawatir, cuma flu biasa kok. Nay ke warung ya? Berani, kan?”

Sebenarnya Nayla cukup takut pergi sendirian keluar rumah di malam hari. Apalagi jarak warung cukup jauh dari rumah. Jika saja ia tidak ingat neraka jauh lebih menakutkan bilamana tak menyanggupi permintaan Ummi, sudah pasti Nayla memilih untuk menolak.

"InsyaAllah berani, Ummi."

"Ini uangnya," Ummi menyerahkan uang lima ribu. Nayla meraih tangan kanan Ummi dan menyalaminya.

"Kalau begitu Nay keluar dulu. Assalamu’alaikum.”

"Wa'alaikumussalam. Jangan lupa doa, Nay.”

“Na’am, Ummi.”

Selesai memakai hijab panjangnya, Nayla segera berlalu. Butuh waktu tujuh menit melintasi jalanan sepi dengan dada yang tiada hentinya berdebar, akhirnya Nayla tiba di warung. Nayla pikir ia dapat kembali ke rumah dalam keadaan baik-baik saja sebagaimana kini.

Tetapi rupanya takdir memang sukar ditebak. Tepat saat ia sedang menyeberang jalan sebab lokasi warung yang memang tak sejalur dengan gang rumahnya, sebuah mobil yang tidak ia sadari kemunculannya, tiba-tiba saja melaju cepat ke arahnya.

Seharusnya Nayla segera menyingkir dari sana. Namun entah mengapa tubuh gadis itu seakan mati rasa dan tidak dapat digerakkan. Alhasil ia hanya diam saja di tempat seolah menunggu mobil itu menyambar dirinya.

Klakson serta lampu sorot turut menyilaukan mata Nayla tepat beberapa detik sebelum dentuman yang sangat keras terdengar jelas. Kecelakaan mengerikan itu akhirnya terjadi juga. Nayla merasakan tubuhnya sampai terhempas ke samping karena angin yang berembus sangatlah kencang.

Ia jatuh tersungkur ke tanah. Suara teriakan beberapa warga yang tadi berkumpul di warung pun tertangkap indra pendengarannya. Nayla sontak melempar pandangannya ke arah kerumunan di kejauhan sana. Tepatnya ke arah mobil yang baru saja menubruk sebuah pohon besar akibat banting stir guna menghindarinya.

Nayla meneguk saliva tatkala menyaksikan Para warga berusaha mengeluarkan sosok bersimbah darah dari dalam mobil dengan susah payah. Pengemudi itu tampaknya sudah tidak sadarkan diri. Darah mengucur deras dari kepalanya yang terluka. Dan saat itulah Nayla merasa takut karena sudah membuat seseorang sampai mengalami kecelakaan naas hal ini.

Love You Till Jannah Where stories live. Discover now