8.

15.2K 1.3K 50
                                    



Suara pintu yang berderit tiba-tiba itu sungguh mengejutkan Nayla. Ia yang tengah sibuk memasukkan baju-bajunya ke dalam almari sontak saja bergegas bangkit dari duduknya di lantai. Tak lama kemudian sosok pria dewasa yang sudah resmi menjadi suaminya sejak tujuh belas jam lalu itu masuk ke dalam kamar. Iqbal berjalan menghampiri Nayla yang tampak gugup terhadapnya.

Mereka memang sudah menikah hari ini. Tepat di hari ke-empat usai mereka dipingit. Pukul enam pagi tadi, Iqbal telah mengucapkan ijab qabulnya di hadapan beberapa saksi yang hanya terdiri dari saudara-saudara terdekat mereka saja. Setelahnya, Nayla dan Iqbal harus melalui proses resepsi yang cukup melelahkan.

Selepas resepsi, tadinya Nayla menyarankan agar mereka menginap saja di hotel tempat pernikahan digelar. Tetapi sayangnya Iqbal menolak. Lelaki itu mengatakan bahwa besok dia harus bekerja. Dan jarak hotel ke kantornya jelas akan memakan waktu yang lama. Sedang Iqbal benci keterlambatan. Baru-baru ini Nayla mengetahui bahwa suaminya adalah tipikal orang yang disiplin akan waktu.

Sehingga Nayla pun menyanggupi keinginan Iqbal untuk pulang bersama ke rumah suaminya itu. Sedangkan Siksa, Ayah mertua, Ummi, juga Paman memilih tinggal di hotel. Mereka akan datang esok harinya sekedar membantu Nayla membereskan beberapa hal menyangkut kepindahannya ke sini.

"Belum tidur, Nay?"

"Ma-Mas sendiri kenapa belum tidur dan malah datang ke sini?"

"Tunggu," Iqbal mengerutkan dahi. "jangan bilang kamu berpikir bahwa kita bakalan pisah kamar, Nay?"

"Loh... saya pikir kita-"

"Saya tidak akan membiarkan kamu tidur di kamar yang terpisah, Nay. Ini bukan kamar kamu aja. Tapi kamar kita. Jauhkan pikiran negatif kamu terhadap saya yang berniat macam-macam. Saya kan sudah janji tidak akan apa-apa' kan kamu sebelum kamu lulus. Jadi jangan khawatir."

"Ta-tapi Mas ..."

Tidak! Nayla belum terbiasa berbagi kamar dengan seorang lelaki. Meski telah menikah, bukan berarti ia siap sepenuhnya untuk tidur berdua di ranjang yang sama dengan Sang suami.

"Omong-omong saya sudah ngantuk. Kamu belum mau istirahat, Nay? Kalau begitu saya tidur duluan ya?"

Nayla mengangguk. Saat Iqbal mulai membaringkan dirinya di atas ranjang, Nayla kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda. Beberapa kali Nayla mencuri-curi pandang ke arah Sang suami yang tampak tertidur pulas.

Selama ini Nayla hanya tinggal dengan Ummi. Ia tidak punya saudara kandung lelaki. Jadi ia belum terbiasa hidup bersama pria selain Abi di ruang yang sama. Jadi, mau tak mau dirinya harus membiasakan diri mulai hari ini.


***


Nada dering alarm yang terdengar tepat di jam tiga pagi, membuat Nayla sontak terbangun dari tidurnya. Nayla langsung mengubah posisinya menjadi terduduk lalu meraih sebuah ponsel butut yang berada di atas nakas. Ia matikan alarm tersebut yang selalu dinyalakannya setiap hari guna berjaga-jaga agar ia tidak lalai menjalankan kewajibannya untuk shalat subuh.

Nayla meletakkan kembali ponselnya ke atas nakas dan berniat mengambil wudhu untuk menjalankan shalat sunnah di sepertiga malam. Akan tetapi sewaktu ia hendak beranjak, Nayla merasa ada tangan seseorang yang mendekap perutnya dengan erat. Menahan ia untuk bangkit berdiri.

Menundukkan kepala, Nayla dapat melihat sosok Iqbal yang masih terlelap. Salah satu tangan lelaki itu melingkar di perutnya. Kedua pipi Nayla bersemu.

Rupanya pernikahan itu sungguhan terjadi. Sedikit demi sedikit, memori di kepalanya mengingat kejadian di masa lalu. Mulai dari pertemuan mereka yang sedikit tak enak hingga resmi menjadi pasangan halal kemarin. Dan yang lebih sulit dilupakan lagi adalah saat mereka sibuk mengganti pakaian ketika walimah sedang berlangsung. Yakni moment di mana Iqbal berkata bahwa dirinya sudah masuk Islam kembali yang tak ayalnya membuat Nayla merasa lega.

Menarik napas, Nayla mencoba menyingkirkan tangan Iqbal dengan hati-hati dan segera merapikan rambut panjangnya yang terurai. Baru saja menginjakkan kakinya di lantai, Nayla mendengar ada yang menyapanya.

"Sudah bangun?" suara berat dan serak itu memecahkan keheningan ruang.

Nayla menoleh ke sampingnya dan ia pun dapat melihat sesosok lelaki dewasa baru saja bangun dari tidur. Sejumput rambut hitamnya jatuh menutupi dahi. Iqbal terlihat lebih tampan dari biasanya. Penampilan ketika bangun tidur itu entah kenapa terasa berkali-kali lipat lebih menarik ketimbang saat dia menjalani aktivitas seperti biasa. Dan lelaki itu bukanlah orang asing. Melainkan suaminya.

Iqbal Alfakhri.

"Sudah Mas. Mau ikut shalat sunnah?"

"Kamu duluan saja. Saya masih ngantuk. Mau lanjut tidur dulu."

"Iya, Mas."


Love You Till Jannah Where stories live. Discover now