27.

14.7K 1.4K 177
                                    

“Kopinya, Mas,” kata Nayla sambil meletakkan dua cangkir kopi untuk Aldi dan Iqbal yang sedang duduk di sofa ruang utama.

“Terima kasih,” ujar Aldi.

Nayla hanya memberikan senyuman lalu berjalan mendekati Iqbal dan duduk di samping suaminya. Aldi meraih kopinya dan menyeruput minuman panas itu perlahan-lahan.

“Siska ke mana, Bal?” Aldi bertanya sembari meletakkan cangkirnya kembali.

“Ada di kamarnya,” jawab Iqbal.

“Saya rindu sama dia.”

Usai berkata begitu, Aldi terkekeh pelan. Iqbal tidak merespons lagi. Aldi memandangi Nayla sekilas. Wanita itu lantas menundukkan wajahnya, berjaga-jaga takut akan timbul kekhilafan berupa zina pandangan.
Iqbal berdeham.

“Habis dari mana, Al?”

“Kantor. Habis ngurus pekerjaan yang belum selesai. Sekalian jemput Ibu di gereja juga. Gak jauh dari sini, Bal. Mangkanya saya sekalian mampir ke rumah kamu setelah antar beliau pulang.”

Iqbal mengerutkan dahi.

“Kalian sudah baikkan?”

Aldi menggeleng.

“Wanita tua itu yang merajuk pada saya untuk dijemput.”

Nayla mendongak. Tidak menyangka ada seorang anak yang berani bicara tak sopan dengan menyebut Ibunya seperti itu. Iqbal mengusap bahu Nayla. Lewat sorot matanya, Iqbal meminta agar Sang istri tidak asal menimbrung percakapan di antara ia dan Aldi.

“Ke gereja, ya? Sekalian ibadah, Al?”

“Ibadah?” alis Aldi terangkat.

Iqbal mengangguk.

“Kepada Tuhan?”

“Memangnya siapa lagi?” kata Iqbal.
Aldi tersenyum meledek.

“Ayolah Bal kenapa juga kamu bertanya kayak gitu? Lagi pula Tuhan yang mana yang kamu maksudkan?”

Nayla beristighfar di dalam hatinya. Rupanya Iqbal benar. Ada yang lebih mengerikan ketimbang pemikiran suaminya saat masih menjadi atheis.

“Tentu saja Tuhan yang kamu percayai sejak kecil, Al.”

“Oh, ya enggaklah, Bal. Kan kamu tahu sendiri saya sudah tidak percaya apa pun. Well, Tuhan itu kan tunggal. Saya tidak mau ikut-ikutan jadi orang bodoh dengan memuja Tuhan yang sama seperti manusia-manusia beragama.”

“Astagfirullah, kok Mas Aldi bisa bilang kayak begitu? Maaf sebelumnya, apa Mas Aldi tidak beragama?” Nayla akhirnya buka suara.

Aldi membenarkan. Iqbal pun menoleh pada Sang istri. Ia berikan istrinya itu kode agar tidak berbicara lagi. Namun karena terlanjur penasaran, Nayla berpura-pura tak paham apa maksud tatapan suaminya.

“Tapi Mas Aldi masih percaya adanya Tuhan, kan?”

“Ya.”

“Kenapa?”

Aldi memamerkan deretan giginya.

Love You Till Jannah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang