32.

13.3K 1.2K 192
                                    


Nayla mengerutkan dahinya saat melihat menu yang ia masak sore tadi masih utuh. Ia menoleh kepada Cecilia dengan heran. “Mas Iqbal tidak memakannya lagi, ya?”

Cecilia menggeleng lesu. Ia menatap Nayla simpati. Nayla menarik napas. Ia pun menutup kembali tudung saji dan berkata lembut, “Kalau begitu tolong bagikan saja ke pelayan lainnya, Mbak. Juga para satpam yang berjaga di luar. Supaya gak mubazir. Yasudah, saya balik ke kamar lagi ya.”

Ketika Nayla hendak pergi, dengan ragu-ragu, Cecilia memanggilnya.

“Nyo-nyonya?”

“Iya, ada apa Mbak?”

Cecilia meremas tangannya. “A-apa sebaiknya besok kita memasak se-secukupnya saja? Ma-maksud saya--”

Nayla menganggukkan kepala paham. “Iya, gak apa-apa Mbak. Toh Mas Iqbal tidak pernah menyentuh masakan saya lagi ini, kan? Mulai besok kita buat untuk beberapa porsi saja ya. Terima kasih atas sarannya.”

Cecilia mengangguk dengan tidak enak hati sekaligus merasa kasihan. Nayla berlalu dari dapur. Ia memegangi dadanya. Sudah beberapa hari belakangan ini Iqbal tidak lagi memakan masakannya. Sehingga mau tak mau, Nayla pun terpaksa menelan kekecewaan. Iqbal lebih memilih makan di luar. Sebenernya tidak begitu masalah, tapi Nayla sangat mengkhawatirkan kesehatan suaminya. Bagaimana kalau Iqbal makan sembarangan?

Misalnya, junk food?

Nayla takut Iqbal sakit akibat keseringan konsumsi makanan seperti itu. Ingin bertanya langsung sekedar memastikan Iqbal akan baik-baik saja mengonsumsi makanan di luar sana, Nayla sama sekali tidak berani. Akhirnya ia hanya mampu berdoa agar Allah selalu memberikan suaminya nikmat sehat.

Nayla menghentikan langkah setibanya ia di depan kamar. Sejenak ia memperhatikan pintu ruangan yang ada di sampingnya. Tempat di mana Iqbal berada. Nayla memejamkan mata. Ia benar-benar rindu dengan Sang suami namun apa daya, dia hanya bisa memendam itu semua dalam diamnya.

Nayla pun memutar knop dan segera masuk ke dalam kamarnya. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Nayla mendekati ranjang dan membaringkan tubuhnya di sana. Tangannya bergerak untuk menyentuh sisi kosong di sampingnya.

Nayla kembali memejamkan mata dan mencoba untuk bersikap seolah-olah Iqbal ada di dekatnya. Tidur di sampingnya meski pun ia tahu itu hanyalah fatamorgana yang harus ia terima dengan hati lapang di keesokan hari.

Tepat ketika Nayla sudah jatuh ke alam mimpinya, sosok Iqbal pun muncul. Laki-laki itu memasuki kamar dan berjalan sangat pelan menuju almari hingga tak menimbulkan bunyi. Iqbal mengambil banyak pakaiannya, baik baju dan celana santai mau pun seragam kerjanya.

“Mas ...”

Iqbal meremas pakaian yang ada di tangannya ketika mendengar seseorang memanggilnya. Usai memejamkan mata sejenak, Iqbal membalikkan tubuh. Ia terdiam saat menyadari bahwa Sang istri rupanya hanya mengigau. Iqbal memperhatikan Nayla dengan sendu sebelum ia berlalu keluar untuk kembali ke ruang kerjanya.

***

“Lagi ada masalah sama ipar?”

“Jangan ikut campur, oke?”

“Gimana aku gak mau ikut campur! Kakak tiba-tiba mau pergi? Terus juga akhir-akhir ini aku gak lagi lihat Kak Iqbal dan Nay bersama!”

Love You Till Jannah Where stories live. Discover now