33.

15.4K 1.3K 168
                                    

"Kenapa baru sekarang, hah?!!" Iqbal menggebrak meja dengan dada yang menggebu. Laki-laki itu sontak bangkit dari duduknya dan menatap nyalang seorang pria yang lebih muda darinya.

"Boss, saya 'kan sudah bilang, pihak hotel---"

"Ferdi!"

Pemilik nama Ferdi yang berdiri di dekat pintu segera mendekat ke arah Iqbal. Ferdi menundukkan kepala dan merespons, "Ya, Boss?"

"Seret dia keluar!" titah Iqbal sambil mengacungkan tangan ke arah Si pemuda.

"Baik, Boss."

Ferdi yang memang memiliki tubuh lebih besar, dengan mudahnya berhasil menyeret paksa pemuda yang Iqbal maksudkan. Pemuda itu pun tiada henti-hentinya meminta maaf.

"Boss! Saya mohon ... berikan saya kesempatan lagi!" teriak Si pemuda. Lalu melanjutkan, "saya tidak akan lalai lagi! Seharusnya saya memang mengancam pihak hotel agar lebih cepat memberikan rekaman cctv-nya!"

Iqbal tidak mendengarkan. Laki-laki itu berjalan menuju koridor. Tangan Iqbal yang terkepal, ia tinjukan ke besi pembatas. Tak peduli akan rasa sakitnya, Iqbal justru memandangi gedung-gedung pencakar langit yang berdiri kokoh di depannya dengan tidak santai. Napasnya yang memburu cukup menggambarkan bahwa dirinya sedang marah besar.

Semua ini terjadi karena asistennya yang bodoh baru saja menyerahkan rekaman CCTV yang menjadi jawaban Iqbal atas masalah di dalam rumah tangganya. Nayla benar. Apa yang terjadi satu minggu lalu, hanya fitnahan belaka. Aldi lah yang sudah merencanakan semua ini!

Kalau Nayla menyerahkan harga dirinya dengan senang hati demi suatu informasi masa lalunya, Sang istri tidak mungkin bertandang ke hotel dalam keadaan tak sadar dan digendong Aldi! Dengan itu saja Iqbal bisa menyimpulkan bahwa Nayla merupakan korban pelecehan. Sayangnya, kenapa baru sekarang ia mengetahui kebenaran itu?

Tepatnya setelah dia banyak menyakiti hati Sang istri? Setelah semuanya makin kacau?

"Arrgghh!" dengan kesal, Iqbal pun menjambak rambutnya. Kemudian laki-laki itu menendangi bangku-bangku yang terdapat di sekitarnya. Siapa saja yang melihat keadaannya saat ini, pasti sudah bisa menebak bahwa Iqbal tengah mengalami stress akut.

"Lihat!" Iqbal bermonolog.

"Kamu sendiri yang sudah mengacaukan semuanya, Bal! Kalau saja kamu mau mendengarkan penjelasannya, kamu tidak akan seperti ini!"

Iqbal tertawa miris.

"Dasar bodoh. Dan sekarang sudah terlambat untuk memperbaiki semuanya, kan?"

Iqbal jatuh bersimpuh, ia menatap nanar lantai balkon. Beberapa hari sudah ia menghabiskan waktunya di sini, tanpa Nayla. Tinggal di ruang kerjanya yang selalu diselimuti hening, di sebuah gedung yang menjadi salah satu cabang perusahaan Sang ayah dengan posisinya sebagai CEO.

Iqbal menarik napas. Ia bingung harus melakukan apalagi setelah ini. Apa dia harus pulang ke rumah dan meminta maaf pada Sang istri? Atau tetap di sini sampai nanti Nayla yang memintanya untuk kembali? Tapi, bagaimana kalau ternyata Nayla lebih suka dirinya tak muncul lagi? Mengingat ia sudah menyakiti hati Nayla lewat perlakuan buruknya.

Di hari ketiga dirinya pisah ranjang dengan Sang istri, Nayla datang memohon padanya agar dia balik ke kamar. Tapi Iqbal menolak dengan kasar. Dan setelah kejadian itu, ia pun memutuskan untuk menetap di sini. Iqbal bahkan sudah menyerahkan tanggung jawabnya mengantar-jemput Nayla ke sekolah pada Riki.

Love You Till Jannah On viuen les histories. Descobreix ara