27. Ulang Tahun Umar

2K 52 0
                                    

Selamat membaca!

Umar mengacak rambutnya frustasi. Ia menggeram kesal. Sejak pagi, Adira mendiamkannya tanpa sebab. Umar berpikir, mungkin gadis itu tengah mendapatkan tamu bulanannya. Tapi, seingatnya, mereka mendirikan sholat subuh berjamaah. Dan gadis itu mulai mendiamkannya ketika ia terbangun di pagi hari, gadis itu meninggalkannya dengan pakaian untuk pergi ke kampus, sarapan dan sticky note yang bertuliskan bahwa ia pergi lebih dulu. Hanya itu.

"Sialan." Umar mengumpat kasar.
"Anjir lo, Mar! Ngumpat depan muka gue! Lo ngapa? Kagak dapat jatah ya?" Tanya Ari.

"Mesum lo! Gue gak kayak lo main nyosor! Padahal, punya istri aja kagak lo." Sahut Umar ketus.
"Wesss! Nyante bro! Pedes amat ngomongnya! Ya gak mungkin gue nikah sama cewek yang gue suka sedangkan dia masih SMA. Gue gak kaya kayak lo, ya!"

"Sialan lo! Lo ngaca gak sih, bokap lo sama bokap gue itu sahabatan! Kalau main harta juga masih kaya lo! Lagian, cewek SMA mana yang lo taksir?"

"Adalah! Kepo lu! Kalau gue kasih tau, pasti lo kaget."
"Jangan bilang lo, naksir adek gua!" Tebak Umar. Ari tertawa.
"Nah, itu lo tau! Ya tapi kan, gue belum mapan kayak lo. Bokap gue masih belum ngizinin gue buat megang perusahaan dia. Katanya, gue harus dapat nilai semester dulu tahun ini. Kalau bagus, gue langsung di lantik deh."

"Selamat deh buat lo! Semoga perusahaan bokap lo aman ya di tangan lo!"
"Sialan lo, Mar!"

"Boleh gabung?" Seorang gadis menghampiri Umar dan Ari yang tengah duduk bersama di kantin. Ari dan Umar mengangguk tanda mengizinkan gadis itu untuk duduk.

"Muka lo kenapa, Mar? Sumpek banget." Tegur gadis itu pada Umar.
"Gak ada apa-apa, Ulya. Cuma agak pusing doang." Jelas Umar sembari menyisir rapi rambutnya.

"Cewek dia ngambek, Ul, makanya dia suntuk begitu." Ujar Ari. Umar menatap Ari kesal. Ulya yang tadinya tersenyum bahagia, seketika berubah sedih.

"Ohh! Umar...sudah punya pacar ya? Se...selamat ya!" Ulya memberikan senyum sendu nya kepada Umar. Sebagai seorang laki-laki, Umar tentu tahu, bahwa gadis di depannya ini menaruh hati padanya sejak awal mereka berkuliah. Tapi, Umar memiliki pujaan hati. Dan ia tidak ingin menyakiti Adira. Karena hanya Adira yang ia cintai sampai kapanpun.

"Eh, gue ke toilet dulu ya, kebelet nih!" Ari pergi tanpa memperdulikan teriakan Umar yang memanggilnya.

"Maaf, Ulya, gue harus ke perpustakaan. Gue mau pinjam buku. Duluan," Umar segera pergi menuju perpustakaan. Bukannya tidak mengerti perasaan gadis itu, tapi Umar juga harus mengerti perasaan Adira jika gadis itu melihat dirinya bersama perempuan lain. Umar lebih tidak tega jika melihat Adira menangis karena dirinya lagi. Apalagi, sudah banyak siksaan fisik dan jiwa yang di terima gadis cantik itu.

🐝🐝🐝

Sampai di apartemen, hanya sepi dan sunyi yang menyambut Umar. Ia duduk di atas sofa sambil memijit kepalanya. Ia baru saja pulang dari rumah Ari karena ada tugas kelompok. Ia sempat mengabari Adira bahwa ia pulang terlambat, dan gadis itu membalas bahwa ia harus pergi ke rumah utama Alexander. Dan Umar tentu saja mengizinkan karena hari ini sekolah Adira dan Arsy libur sebab semua guru tingkat SMA mengadakan rapat besar.

Tiba-tiba, lampu mati. Umar tidak mengumpat kasar karena ia bukan kesalahan siapapun. Pasti ada yang bermasalah dari pihak sana, pikir Umar. Ia tetap di posisinya tanpa menyadari bahwa ada sesuatu yang akan mengejutkannya.

"Mabruk fii umrik, kak Umar." Umar membalikkan badannya dan seketika lampu menyala.

Mencintaimu dalam DiamWhere stories live. Discover now