DUA (b)

1.6K 181 190
                                    

Temen duduk:

Tha, ajarin gue Matematika.

Soal xy xy-an.

Pesan dari Elgra datang mengisi kolom dinding WhatsApp Athaya selang beberapa waktu setelah pesan dari Vega masuk.

Athaya memang sedang mengerjakan tugas Matematika saat ini ketika kicauan Vega menghias notifikasi ponselnya. Cewek itu bilang kalau dia menyesal telah memotong rambutnya. Dan Athaya hanya bisa menghela napas saja saat membacanya. Yang bisa dia lakukan adalah menenangkannya dengan mengatakan bahwa sahabatnya itu tetap cantik walau rambutnya dipotong.

Tentang pemberian lebel 'temen duduk' di kontak ponsel untuk Elgra itu, Athaya memang sengaja karena dia teman adalah semejanya. Tapi jika dikaitkan dengan kenyataan, dari sejak mereka kecil, Elgra memang selalu ada di sisinya. Dia yang selalu duduk bersamanya di sekolah pun ketika mereka bermain piknik-piknikan di taman belakang. Dia yang selalu ada ketika Athaya bersedih atau karena diejek oleh anak-anak lain. Dia juga yang menjadi penenang hatinya ketika orangtua Athaya bertengkar.

Athaya:

Nomer berapa? Nih, gue juga lg ngerjain.

Mau belajar bareng?

Secepat kilat Elgra membalasnya.

Temen duduk:

Gue ke sana.

Tak perlu menunggu lama untuk mendengar suara bel. Athaya segera membuka pintu agar tidak mengganggu bundanya yang sedang istirahat.

Yang pertama kali dilihatnya adalah cowok yang berpenampilan rapi seperti ingin bepergian. Dia tampak segar dengan setelan polo shirt biru tua dan celana jeans.

Kening Athaya mengernyit. "Lo mau ke mana?"

Bukannya menjawab, malah seringai usil yang mengembang di wajah Elgra.

"Kita mau belajar, kan?"

Elgra melengos masuk ke rumah. "Gue harus rapi kalau ke rumah cewek."

Lagi-lagi Athaya hanya menghela napas melihat kelakuannya. Tapi kalau boleh jujur, dia jauh lebih tampan tanpa menggunakan seragam sekolah. "Duduk aja dulu. Gue ambil bukunya di kamar. Jangan ribut! Nyokap baru aja istirahat."

Tante Hera memang sudah terlihat membaik setelah bed rest total hari ini karena beberapa minggu belakangan beliau terlalu sibuk dengan pekerjaannya di kantor hingga mengharuskannya pulang larut malam.

Setelah kepergian ayahnya waktu itu, Athaya melihat sang bunda mengirim banyak lamaran pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan mereka berdua. Dan tak perlu menunggu lama untuk itu karena Bunda mendapat panggilan dari perusahaan iklan tempat temannya bekerja. Dan belum lama ini beliau dijadikan orang kepercayaan atasannya.

Sejak saat itu pula, Athaya berjanji kepada dirinya sendiri bahwa dia akan menjaga bundanya sepenuh hati dan membuatnya bahagia dengan prestasi yang diraihnya. Dia akan belajar dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkannya.

"Mau minum apa?" tanya Athaya seraya meletakkan setumpuk buku Matematika di meja ruang tamu.

"Apa aja. Yang penting lo ikhlas bikinnya."

"Hmm, gue ikhlas, kok. Ada lagi sebelum gue pergi?"

Elgra tampak berpikir. "Oh, ya. Gue mau minuman yang lo bikin pakai cinta."

Kalau Athaya sedang minum saat ini pasti dia sudah menyemburkan air dalam mulutnya ke wajah Elgra.

"Maaf, El. Stok cinta gue habis buat Nyokap. Adanya racun, mau?"

Athaya berbalik menuju dapur sambil tertawa puas setelah melihat perubahan di wajah Elgra yang tiba-tiba memerah.

***

"Cowok tadi siapa?"

Pertanyaan Elgra membuat Athaya menoleh dari novel yang sedang dibacanya. Usai belajar, mereka duduk di halaman belakang rumah. Tante Hera sudah merenovasi tempat ini menjadi lebih nyaman.

Ada panggung kecil di sudut halaman, tempat mereka bersantai saat ini. Di sini terdapat dua sofa bean bag dengan warna hijau cerah dan meja kecil. Panggung ini dikelilingi oleh batu koral putih yang tersusun rapi.

"Cowok?" Athaya mengernyit, mencoba mengingat. "Oh, itu. Itu Rayyan, cowok yang tadi enggak sengaja dorong gue." Dilihatnya Elgra menatap tajam ke arahku. "Dia bilang mau minta maaf."

Elgra tersenyum kecut. "Jangan terlalu deket sama dia, Tha."

"Lho, kenapa? Kan baru kenalan. Belum tentu dia enggak baik, kan?"

Elgra menyesap minuman bersodanya, lalu menatap langit malam. Athaya pun melakukan hal yang sama. Lukisan indah terbentang di sana hingga tanpa sadar Athaya mengulas senyumnya.

Dia tahu tatapan Elgra kini ke arahnya, tapi dia tidak mau merusak semua bayangannya. Karena dia sedang membayangkan dia telah berhasil membuat bundanya bahagia dengan yang didapatkannya.

"Tha, gue kangen sama Nyokap gue. Kira-kira lagi ngapain, ya?"

Athaya meraih jemarinya. "Pastinya Tante Elsa saat ini seneng lihat anaknya sekarang." Dia mengelus pipi Elgra dan tersenyum hangat.

"Thanks." Elgra mengecup kening Athaya.

Athaya tahu ini caranya berterima kasih. Dia pun tak pernah mempermasalahkannya. Tapi dia tak tahu nanti kalau caranya ini bila dilihat banyak orang.

"Eh, ada bintang jatuh!" Elgra berseru beberapa saat kemudian. "Make a wish, Tha!"

Elgra segera memejamkan matanya.

Athaya pun melakukannya setelah melihat bintang jatuh. Aku berharap untuk kesembuhan Bunda dan aku dapat hidup bahagia bersama orang-orang yang kusayangi. Selamanya.

"Lo minta apa, Tha?"

Athaya membuka matanya dan menoleh ke arah Elgra. "Hmm. Enggak boleh dikasih tahu, dong! Nanti kalau enggak terkabul, kan bisa nangis gue."

"Yah, jadi gue enggak boleh tahu, nih?"

Athaya menggeleng.

"Kalau ternyata gue adalah orang yang bisa ngebuat wish lo itu jadi kenyataan, gimana?"

Athaya menghela napas. Dia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya karena itu adalah privasinya. Jadi sebaiknya yang dia katakan adalah hal konyol yang dulu pernah menjadi salah satu mimpinya.

"Gue mau jadi Cinderella." []

Athaya & Elgra [TERBIT GRASINDO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang