EMPAT (b)

1.1K 127 16
                                    

Tak lama motor itu melaju ke suatu tempat. Beberapa saat Athaya mengamati jalan yang dilewatinya. Jalan itu menuju ke sebuah sekolah dasar mereka dulu yang letaknya masih di dalam kompleks perumahan.

"Kita mau ngapain ke sini, El?" tanyanya pada saat Elgra menghentikan motor di depan gerbang sekolah. Dia turun, lalu memandangi sekolahnya dulu. Ada banyak perubahan di sana, membuat sekolah tampak megah.

Elgra turun dari motor dan berdiri di samping Athaya. Dia memperlihatkan gedung sekolah yang dilihatnya beberapa hari yang lalu dikunjunginya. "Gue cuma mau kasih lihat ke lo kalau sekolah kita itu sekarang udah berubah seiring waktu. Banyak renovasinya biar lebih bagus. Selain itu, pasti pihak sekolah enggak cuma mikirin dari segi luarnya doang tapi juga segi dalamnya. Pasti mereka mau yang terbaik untuk anak didiknya."

Athaya menautkan alisnya. "El, lo ngomong apa, sih? Gue enggak ngerti." Dia mendesah sambil bersedekap. "Lo tuh ya, bukannya tenangin gue, malah ngelantur begini. Udah ah, gue mau pulang."

"Eh, kok pulang?" Elgra meraih lengan Athaya yang hendak berjalan. "Katanya enggak mau pulang."

Athaya berdecak. Dia berdiri menghadap Elgra. "Iya, sih. Gue enggak mau pulang. Pasti orang itu masih di rumah."

"Tha, enggak boleh gitu." Elgra menyisipkan rambut Athaya yang terurai ke belakang telinga. "Biar gimana pun Om Rangga tetep bokap lo."

Sebelum Athaya berbicara lebih banyak lagi, Elgra menuntunnya ke sebuah taman tepat di seberang sekolah. Langkahnya terhenti di dekat ayunan. "Lo duduk sini deh," tunjuknya pada ayunan berwarna merah.

"Nah, gue ke situ sebentar." Elgra menunjuk ke arah minimarket di ujung jalan.

Sementara cowok itu pergi, Athaya terdiam. Dia berusaha menenangkan dirinya. Pikirannya bergelut dengan kejadian beberapa saat yang lalu. Dia bingung harus melakukan apa setelah ini.

Drrrttt... drrrttt... Ponsel di saku Athaya bergetar. Tertera nama Nayla di layar.

"Halo, Tha. Lo bisa bantu gue, kan?"

"Eh, kenapa? Kok tiba-tiba gitu? Kenapa tadi di sekolah enggak bilang?" Athaya melihat Elgra sedang menghampirinya. Cowok itu membawa dua kotak susu tanpa menggunakan kantung plastik.

"Hmm, enakan cerita sama lo, Tha."

"OK. Lo mau ngomong apa?"

Terdengar helaan napas dari Nayla. "Gue bingung, Tha, enggak ada yang bantuin gue ngedekor ruangan."

"Eh, ruangan apaan maksud lo?"

Elgra duduk di ayunan biru sebelah kanan Athaya. Dia membuka kotak susu stroberi dan memberikannya kepada Athaya.

"Gudang kecil depan rumah gue, Tha. Lo tahu, kan? Rencananya gue mau nekat buka toko aja, Tha."

"Sekarang?"

"Ya... enggak sekarang juga, sih. Tabungan gue belum cukup. Oh, ya, Tha. Besok lo masuk, kan?"

Athaya berpikir sejenak sebelum menjawab. Karena dia tak tahu harus berbuat apa nanti saat pulang ke rumah. Pasti suasananya akan berubah. Dan memikirkan itu semua, membuat Athaya kembali merasa sedih.

"Hmm, kurang tahu deh, Nay," jawabnya kemudian.

"Pokoknya besok gue jelasin semuanya sejelas-jelasnya. Tolong banget ya, Athaya Sayang."

"Iya, Sayang."

Setelah sambungan berakhir, saatnya dia menghadapi kenyataan.

"Siapa?" tanya Elgra.

"Nayla."

"Ohh." Elgra mengangguk-angguk sambil menyesap minumannya. Matanya memandang ke arah sekolah.

"El, gue harus apa?" Athaya memulai pembicaraan setelah hening beberapa saat. Dia menatap Elgra. "Gue enggak tahu. Gue enggak mau apa yang udah gue dan Nyokap bangun dari awal, hancur gitu aja. Dan kalau gue pulang, suasananya pasti beda karena tiba-tiba ada orang asing di rumah."

Elgra menatap mata Athaya. Rasanya dia ingin cewek di sisinya ini terus tersenyum seperti biasa.

"Athaya, dengerin gue. Lo harus belajar menerima."

"Tapi—"

"Ini demi Tante Hera."

Athaya tidak bisa berkata apa pun kalau ini menyangkut bundanya.

"Anggap ini demi nyokap lo. Tha, nyokap gue udah enggak ada. Otomatis gue enggak bisa ngelakuin hal yang ngebuat nyokap gue bahagia. Dan lo harus belajar itu untuk buat nyokap lo bahagia."

Air mata yang menggenang di pelupuk mata Athaya jatuh di pipi kiri. "Gue enggak mau nanti dia dateng cuma buat pergi lagi. Gue benci, El, gue benci."

Elgra memeluk Athaya dengan cepat. Dia mengusap punggung dan rambut Athaya. "Tenang, Tha. Lo enggak sendirian. Ada gue di sini."

Elgra melepaskan pelukannya setelah Athaya sedikit tenang. "Udah ya, jangan sedih lagi. Positif thinking aja, Tha. Pasti ada alasan buat Om Rangga balik ke rumah."

Dia menghapus air mata di pipi Cewek Kesayangan-nya dan tersenyum hangat. "Seperti yang gue bilang tadi tentang sekolah ini yang berubah seiring waktu. Om Rangga juga pasti berubah, Tha. Dan mungkin butuh waktu lama untuk ngerubah itu."

Mata Athaya mengerjap perlahan. Pikiran dan hati Athaya belum bisa menerima kenyataan ini. Mungkin yang dikatakan Elgra ada benarnya juga. Tapi kini Athaya benar-benar belum bisa menerimanya.

Tuhan, tolong aku.... []

Athaya & Elgra [TERBIT GRASINDO]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora