ENAM BELAS (a)

956 58 68
                                    

Minggu UTS berjalan lancar. Athaya dan Elgra pun belajar bersama setiap harinya. Hubungan Athaya dengan Rayyan juga berjalan seperti biasa. Tapi waktu yang dipergunakan untuk menghabiskan waktu bersama Rayyan itu semakin berkurang karena waktunya habis untuk belajar dengan Elgra.

Mengenai Vega, Athaya merasa sahabatnya itu menghindarinya. Entah apa tujuannya. Tapi saat dia menanyakan hal tersebut kepada Nayla, cewek berkacamata itu hanya bisa menggeleng. Dan mengingat dalam waktu beberapa bulan lagi mereka akan berpisah, sepertinya dia yang harus berhadapan langsung dengan Vega dan berbicara empat mata. Karena dia tidak ingin kehilangan salah satu sahabatnya lagi.

Hari ini adalah hari pertama class meeting. Para siswa bebas untuk menggunakan waktunya untuk berkreasi. Dari sebagian siswa yang hadir memutuskan untuk menggelar pertandingan olahraga. Di antaranya bermain basket, bola voli, futsal, dan tarik tambang yang dilakukan antarkelas. Meski tidak ada hadiahnya, para siswa SMA Galaksi sudah cukup senang.

Athaya menemui Vega di kantin. Dia menghampiri Vega dengan langkah mantap. "Vega, gue mau ngomong sama lo."

Vega terdiam. Dia menyesap es tehnya.

"Ga, please, lihat gue."

Dengan perasaan enggan, Vega melihat Athaya.

"Vega, kenapa lo hindarin gue? Lo tahu kan gue enggak pengin kehilangan salah satu dari kalian lagi. Sekarang coba bilang, salah gue apa."

Vega menghela napas. "Maaf, Tha. Tolong kasih gue waktu." Dia menggeser gelasnya. "Izinin gue buat introspeksi dulu. Gue mau mengenal diri sendiri. Gue mau berdamai sama perasaan gue dulu. Entar kalau gue udah berhasil, gue pasti balik ke kalian, kok."

***

Dengan langkah gontai, Athaya berjalan menuju kelasnya. Perkataan Vega mengubahnya 180 derajat. Dia sangat sedih dan mungkin tidak ada yang bisa mengobati rasa sedihnya saat ini. Tapi ada yang menarik perhatiannya ketika dia melewati papan mading. Kerumunan para siswa yang membuatnya mendekati obyek. Rasa penasarannya akan terbayar setelah melihatnya.

Ada beberapa siswa yang menoleh ke arahnya dan bergeser memberinya jalan.

Tak lama terlihatlah yang menjadi obyek pembicaraan para siswa. Athaya mengerjap. Dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya; gambar dirinya. Elgra menggambar dirinya untuk mengisi kolom gambar. Athaya ingat itu. Elgra menggambar dirinya di hari ketiga sekolah, yang sedang duduk di atas di meja bersandar di dinding dengan earphone yang terpasang di telinga kanan dan menghadap halaman sekolah.

Entah Athaya harus bereaksi seperti apa. Ya, dia akan senang kalau Elgra menggambarnya untuk disimpan pribadi. Tapi kenapa Elgra menggambar dirinya untuk dipajang di tempat umum? Apakah untuk mempermalukannya di depan teman-temannya?

"Kenapa, Tha?" bisik Elgra dari belakang. Dia baru saja dari selesai bertanding dengan kelompok dari kelas 11.

Elgra akhirnya melihat apa yang sedang dilihat oleh Athaya karena jawaban tak kunjung diberikan. Matanya membelalak. "Salah! Ini salah, Tha! Bukan ini gambarnya!"

Elgra langsung berlari untuk mengambil kunci mading di Ruang Majalah Dinding. Sekembalinya dia langsung mencabut gambar tersebut. Tak peduli bisikan para siswa yang lain.

Dengan perasaan yang berkecamuk, Athaya berusaha untuk tidak berkomentar lebih banyak. Masalahnya dengan Vega sudah membuatnya sakit kepala. Dia bersandar di dinding seberang papan pengumuman, memperhatikan Elgra tanpa cela. Beberapa siswa masih berkumpul di depannya seolah mereka ingin tahu adegan apa yang akan terjadi selanjutnya kepada dia dan Elgra.

Athaya & Elgra [TERBIT GRASINDO]Where stories live. Discover now