EMPAT BELAS (a)

857 60 26
                                    

Memar otak. Itu kata dokter semalam. Tapi Elgra tetaplah Elgra. Larangan dokter yang menyuruhnya untuk beristirahat total agar segera pulih dibantahnya. Perkataan Om Ervan pun tak digubrisnya.

Dengan diantar Om Ervan, pukul enam lewat lima belas menit Elgra sudah tiba di SMA Galaksi. Dia melangkah masuk kelas dengan mantap. Dia duduk di tempatnya tanpa berkata apa pun kepada Athaya. Dia hanya mengeluarkan kotak lego Mario Bros dan merakitnya dalam diam.

Athaya terhenyak. Tak ada sapaan selamat pagi seperti kemarin. Dan entah mengapa itu membuatnya bertambah sedih.

Semalaman dia tak bisa tidur. Memikirkan semuanya. Terutama Elgra. Apakah dia sudah terlalu jahat berlaku seperti itu kepada Elgra? Apakah dia terlalu egois terhadap dirinya sendiri dengan melukai perasaannya? Karena di lubuk hatinya yang terdalam, harus diakui, bahwa dia tak bisa melupakan Elgra. Dia masih menyayanginya.

Athaya ingin memperbaiki semuanya. Tapi dia tak tahu bagaimana memulainya. Ini sudah terlalu jauh. Dia bersandar pada dinding dan mengamati Elgra. Apakah Elgra baik-baik setelah dibawa ke rumah sakit kemarin?

Saat di rumah tadi, Athaya tidak bertanya apa pun tentang kondisi Elgra. Tante Hera hanya mengatakan kalau Elgra sudah pulang dan mungkin hari ini dia tidak masuk karena dokter melarangnya. Tapi yang dilihatnya kini adalah Elgra yang duduk bersamanya.

"Hai, Tha, El." Nayla tiba-tiba menyembul dari balik pintu. Dia terlihat cerah. "Ah, akhirnya gue bisa nemuin lo juga, Tha." Dia berlutut di depan meja Athaya. "Sayang, kenapa lagi?"

Athaya menggeleng.

Perhatian Elgra teralih sebentar ke arah Cewek Kesayangan-nya itu, lalu kembali merakit.

Nayla mendesah karena kembali dia melihat kedua orang di hadapannya itu sama-sama diam. "Entar selesai pendalaman materi, ngumpul di markas, ya! Oh, ya, El. Kalau bisa gambarnya hari ini selesai, ya. Biar bisa kita langsung atur tata letaknya."

"Beres," jawab Elgra singkat tanpa mengalihkan pandangan dari legonya.

"Eh, El. Kemarin lo enggak kenapa-kenapa, kan? Sorry, gue sama Agit lupa nawarin lo tumpangan. Padahal si Agit lagi bawa mobil. Hmm, satu lagi. Bokap lo kenapa sampai nelpon ke Agit, sih? Malem-malem pula."

Elgra mengangkat satu alisnya. Dia meletakkan lego yang hampir selesai ke dalam kotak. "Ngomongin apa aja, Nay?"

"Ya nanya lo ngapain aja di sekolahan. Soalnya Agit bilang bokap lo itu khawatir. Terus katanya lo sampai masuk rumah sakit. Beneran, El?"

Elgra tak menyangka kalau ayahnya begitu mengkhawatirkannya seperti itu. Pantas saja beliau memaksa dirinya untuk mengantarnya tadi. Elgra tersenyum. "Iya. Tapi enggak ada yang perlu dikhawatirin, kok. Gue baik-baik aja."

"Oh. Ya udah. Bagus deh kalau gitu. Gue juga ikutan khawatir tahu. Entar kalau enggak bisa ikut ngumpul, enggak apa-apa kok, El. Hmm," Nayla mengalihkan pandangannya ke Athaya. Dia ingin memberitahukan perihal statusnya dengan Agit. Tapi setelah melihat sahabatnya itu berwajah pucat, dia mengurungkannya. "Tha, bilang ke gue ada apa? Lo sakit?"

"Enggak. Cuma kurang tidur aja." Athaya mengulas senyumnya. "Nay, gue belum sempet bikin artikel, nih. Entar aja ya gue kerjain. Sebentar juga kelar. Gue bawa laptop, kok."

"Hmm, okay! See you!"

***

Athaya & Elgra [TERBIT GRASINDO]Where stories live. Discover now