SEBELAS (a)

846 71 36
                                    

"Pokoknya lo jangan ngejauhin Athaya," kata Nayla beberapa hari setelah dia berhasil menemui dan mengajak Elgra bicara. Entah mengapa cowok itu selalu mengelak dan menolak untuk berbicara empat mata. Tapi sekarang sudah saatnya dia membicarakan hal ini kepada Elgra.

Maka, pada jam istirahat pertama, Nayla sudah berdiri di depan pintu kelas 12 IPS A. Dia langsung menarik tangan Elgra ketika cowok itu keluar kelas. Tanpa sepengetahuan Athaya tentunya. Dia berjalan cepat sambil menarik tangan Elgra ke ruang mading.

"Tapi, Nay—"

"Enggak usah pakai tapi-tapian. Pokoknya lo jangan pernah tinggalin dia. Lo enggak sadar apa, El? Athaya itu butuh lo. Tapi lo selalu ninggalin dia pas dia lagi jatuh banget."

Elgra menghela napasnya. Sadar akan kesalahannya itu. Dia duduk bersandar di kursi kayu, sedangkan Nayla duduk di atas meja.

"Lo enggak mau kan Athaya bertindak bodoh dan lo enggak bisa ngelihat dia lagi?"

Elgra terbeliak kaget. "Maksud lo?"

"Iya. Dia cerita sama gue semuanya. Termasuk malam kencan lo itu." Nayla tersenyum remeh. "Ternyata usaha lo segitu doang, El?"

Elgra kembali mendesah. "Nay, gue kurang usaha apa coba? Gue bela-belain kabur dari sekolah asrama cuma gara-gara dia. Gue sayang banget, Nay, sama dia. Tapi dia malah milih Rayyan. Cowok yang baru dikenalnya."

"Lo tahu kan Rayyan kayak gimana?"

"Iya. Gue tahu lengkap dari Agit."

Keduanya terdiam. Terhanyut dalam pikirannya masing-masing. Dan fokus kepada satu orang, Athaya.

"Gue minta maaf udah ninggalin dia. Gue cuma enggak bisa ngontrol emosi pas dia bilang dia milih Rayyan." Elgra mengepal jemari tangan kirinya sambil memejamkan matanya. Dia menekan-nekan luka di telapak tangannya itu dengan kukunya. Luka guratan silet yang bertuliskan "THA" itu sengaja dibuatnya agar dia tahu, Athaya masih bersamanya. Dan tepat tadi malam, dia membuat ukiran itu.

"Ucapin permintamaafan lo langsung ke dia, El." Nayla mengarahkan matanya ke tangan Elgra. Ada darah yang mencuat dari sana. "Elgra!" Dia langsung meraih tangannya dan diletakkan di pangkuannya, "Coba buka!"

Elgra menarik tangannya, enggan memperlihatkan luka itu. Dia hanya tak mau sampai Athaya mengetahuinya.

Nayla berdecak. Dia menarik kembali tangan Elgra. Lalu, dibukanya satu per satu jemarinya. "Aduh, El. Gue ngilu," komentarnya setelah melihat luka terbuka tersebut. Dia menggigit bibir bawahnya. "Udah diobatin belum, sih?" Dia beranjak dari tempatnya dan berjalan ke arah meja berlaci dekat komputer. Diambilnya kotak obat, lalu kembali duduk di atas meja.

"Ternyata lo sama Athaya sama aja, ya!" katanya usai membalut luka tersebut dengan perban. "Kalian sama-sama munafik. Udah jelas kalian saling sayang, tapi masih aja bertingkah kekanakan."

"Udah tiga hari Athaya enggak duduk di sebelah gue, Nay," kata Elgra tiba-tiba, membuat kedua alis Nayla saling bertaut. "Dia duduk sama Rui. Tepat di belakang gue. Dan ini tepat seminggu, kita enggak komunikasi." Dia mendesah. "Denger suaranya, tawanya, rasanya gue pengin peluk dia, Nay. Gue enggak kuat sebenernya. Tapi gue harus tetep bertahan. Gue harus buktiin kalau gue bisa tanpa dia."

Nayla menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Enggak. Enggak boleh. Lo harus tetep buktiin ke dia kalau lo bener-bener cinta dan sayang sama dia. Lo harus berhasil dapetin hatinya dia. Lo harus buktiin kalau Rayyan itu enggak baik buat dia." Nayla meletakkan kembali kotak obat ke laci.

"Tapi lo harus ngelakuin itu pelan-pelan, El. Jangan gegabah. Lo harus tetep jaga perasaannya dia."

***

Ketika masuk ke dalam kelas, Elgra mendapatkan pemandangan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Dilihatnya Athaya tengah duduk, merebahkan kepalanya di atas mejanya dengan kedua tangannya sebagai bantalan. Elgra melihat ke arah Moreno, dengan tatapan tanda tanya. Moreno hanya bisa mengangkat bahunya.

Mungkin ini saatnya untuk memperbaiki semuanya.

Elgra memberanikan diri untuk menyentuh dan mengelus rambut Athaya. Dia berlutut dekat Cewek Kesayangan-nya itu. "Tha," katanya lembut, "lo kenapa?" Dia terus mengelus rambutnya.

Kedua pundak Athaya bergetar. Dia tengah terisak. Elgra mendekatkan wajahnya kepada Athaya. "Tha, ssshhh, gue di sini. Lo nangis kenapa?"

Tontonan seperti ini tak mengherankan bagi siswa lainnya. Kedekatan Athaya dan Elgra sudah tidak asing lagi untuk mereka.

Sesungguhnya ini bukanlah kemauan Athaya untuk menangis. Bahkan dia tak tahu untuk apa dia menangis. Mungkin dia terlalu lelah karena mengisi seluruh harinya dengan kesibukan belajarnya, baik itu di sekolahnya pun di rumah. Atau mungkin dia tengah rindu akan kehadiran Elgra di sisinya?

Elgra membimbing kepala Athaya untuk bersandar di bahunya. Tapi apa yang dia dapatkan? Athaya menepis keras lengan kiri Elgra hingga mengenai meja yang lain. Elgra tersentak kaget seraya mengaduh. Dia meringis kesakitan karena luka berbalut perban itu yang terhantuk.

Kondisi kelas tiba-tiba hening. Semua mata tertuju kepada mereka. Tapi biarkan. Elgra tidak peduli. Yang terpenting adalah Athaya. Dilihatnya cewek itu. Athaya sudah berdiri.

"Tha," hanya itu yang bisa Elgra ucapkan. Di kepalanya penuh dengan tanda tanya dan di hatinya perasaan sedih muncul lagi karena yang diterimanya tak sesuai dengan bayangannya.

Athaya menatapnya. Dia masih menangis.

Elgra berusaha untuk berdiri, tapi dorongan Athaya membuatnya jatuh kembali. Kali ini kepala Elgra bagian belakang terkena ujung meja.

Para siswa menjadi riuh melihat kelakuan Athaya. Mereka tak pernah sekalipun melihat Athaya seperti ini. Moreno hanya meringis seakan ikut merasakan sakitnya, sedangkan Rui menutup mulut dengan kedua tangannya.

"Jangan deket-deket gue lagi, El! Gue enggak suka! Gue benci banget sama lo, El!" Setelah mengatakan itu, Athaya langsung menyambar tas miliknya di meja Moreno dan keluar.

Terdengar sorakan ditujukan kepada Athaya. Dan bertepatan dengan itu, suara bel masuk berbunyi.

"Elgra, lo enggak apa-apa?" Moreno turun dari kursinya, membantu Elgra berdiri dan duduk. Sementara Elgra tetap memegangi kepalanya, menahan sakit.

"Sadis juga tuh cewek!" sahut siswa lain setelah Elgra duduk.

Elgra tersenyum tipis. Perlahan dia mencoba melihat teman-temannya. Semua terlihat samar. Dia menggeleng pelan sambil memejamkan matanya, lalu membukanya lagi. Jelas! Pandangannya kembali jelas!

"Elgra, sebaiknya kamu pergi ke UKS saja agar bisa diperiksa," kata Rui.

"Enggak usah, Rui. Gue baik-baik aja, kok." []

Athaya & Elgra [TERBIT GRASINDO]Where stories live. Discover now