LIMA BELAS (a)

880 59 35
                                    

Elgra:

Nay, parah!

Lo harus bawa Vega skrg ke rumah Athaya.


Nayla:

What's up?


Elgra:

Tuh cewek udah kelewat batas.

Semalem kita dikunciin di ruang mading.


Mengingat kejadian semalam, membuat Elgra gusar. Semalam mereka tiba di rumah pukul tujuh lewat tiga puluh malam setelah Pak Agus dan orangtua mereka datang ke sekolah. Athaya sudah dalam keadaan lemah sekali. Dia tertidur di pelukan Elgra. Hingga terdengar suara yang meneriakkan nama mereka, Elgra hanya dapat berteriak agar dapat terdengar.

Om Ervan langsung masuk menyeruak ketika pintu berhasil dibuka. Beliau langsung memeluk Elgra. Begitu pun dengan Tante Hera yang datang bersama Om Rangga. Tante Hera langsung meminta Om Rangga untuk mengangkat Athaya ke mobil.

Sesampainya di depan rumah, Elgra melihat Rayyan. Terlihat jelas wajah Rayyan merah padam ketika melihat mereka semua turun dari mobil.

Elgra sempat menahan Rayyan yang hendak masuk ke rumah Athaya. "Jangan sekarang, Ray. Athaya lagi sakit."

Selepas itu, Elgra masuk ke rumahnya, menyusul Om Ervan.

Elgra menghela napas. Kini dia tengah duduk di meja makan bersama Om Ervan, tengah menikmati sarapan. Om Ervan tiba-tiba menjelma menjadi seorang koki. Beliau rela bangun pagi-pagi sekali untuk menyibukkan diri membuat nasi goreng dan telur setengah matang.

Sungguh ini pemandangan langka yang belum pernah dilihat Elgra. Hatinya menghangat melihat sang ayah. Dia jadi mengingat almarhumah ibunya. Sosok Tante Elsa tidak bisa digantikan oleh siapa pun.

"Kamu mau apa lagi?" tanya Om Elgra sambil mendekatkan piring besar berisi nasi goreng ke piring Elgra.

"Enggak, Pa. Makasih." Elgra tersenyum. Dia menarik napas dalam-dalam, membuangnya perlahan. "Pa, aku minta maaf."

Pandangan Om Ervan teralih kepada anaknya.

"Maaf aku selalu ngerepotin Papa, selalu bikin Papa marah, dan selalu bikin masalah."

Om Ervan tersenyum. Dielusnya Elgra dengan penuh kasih sayang. "Elgra, kamu harta satu-satunya yang Papa punya. Dulu, mamamu sangat menginginkan kehadiranmu." Telapak tangannya menepuk-nepuk tangan Elgra. "Kami menunggumu empat tahun lamanya. Sampai akhirnya kami berpasrah semua kepada Tuhan sambil terus berusaha."

Tatapan Om Ervan menerawang. "Papa jaga Mama biar enggak terlalu lelah. Makanannya juga Papa jaga benget. Enggak boleh yang aneh-aneh walaupun mamamu merengek." Senyumnya mengembang. "Dan akhirnya ada kamu, El." Dilihatnya mata Elgra yang sudah berkaca-kaca. "Kamu keajaiban untuk kami, Elgra."

Elgra langsung beranjak kursinya dan menghamburkan pelukan kepada Om Ervan, "Pa, aku janji enggak bakal bikin Papa marah lagi."

***

Athaya membuka matanya perlahan. Buram tapi lama kelamaan menyilaukan. Cahaya matahari pagi menerobos masuk melalui jendela yang terbuka lebar.

Pandangannya menangkap sosok Om Rangga yang tengah menatapnya.

Athaya & Elgra [TERBIT GRASINDO]Where stories live. Discover now