ENAM (a)

1.1K 106 52
                                    

Dalam hidupnya, Athaya hanya mempunyai satu prinsip, yaitu hidup bahagia penuh arti dengan orang-orang yang disayanginya tanpa memikirkan yang sudah pergi meninggalkannya. Terlebih kini dia sudah merasa nyaman dengan keadaannya yang sekarang. Ada bundanya dan Elgra saja sudah cukup baginya.

Kedatangan sang ayah tempo hari sebenarnya sudah berhasil dia lupakan. Tapi, dia terkadang menemukan bundanya berwajah sedih. Hanya senyum yang terkesan dipaksakan bila dia menanyakan keadaan beliau.

Entah apa yang harus dia lakukan untuk membuat bundanya merasa bahagia. Dia jadi berpikir untuk memberikan kesempatan kedua untuk menerima ayahnya kembali. Tapi, apakah mungkin hatinya bisa terbuka?

"Bunda, Athaya berangkat sekolah dulu, ya!" Dia menyalami tangan Tante Hera yang juga sudah tampak rapi dengan pakaian kerjanya.

"Hati-hati ya, Nak!" Tante Hera memberikan sekotak sandwich kepadanya untuk bekal.

Athaya tersenyum dan memeluk erat Tante Hera. "Love you, Mom!" katanya. Dia melepaskan pelukannya. "Sampai bertemu nanti malam ya, Bun!"

Setelah puas menciumi bundanya, Athaya pun menuju tempat si Putih terparkir manis. Dia menaruh tas dan kotak makanannya di keranjang. Tapi sebelum dia benar-benar meninggalkan rumah, dilihatnya rumah Elgra. Pintunya tertutup rapat, seperti tak ada kehidupan di dalam sana. Tak seperti saat Tante Elsa masih ada. Rumah itu selalu tampak segar dan hidup.

Pintu rumah Elgra tiba-tiba terbuka. Elgra keluar sudah tampak rapi dengan seragamnya. Dia menutup pintu dan menguncinya dengan kunci duplikat.

"Eh, Matahari Kecil gue udah keluar," katanya ketika menemukan Athaya yang tengah menatapnya. "Bareng gue, yuk!"

Athaya tampak menimbang-nimbang.

"Udah. Sama gue aja, yuk!" Elgra sudah mengeluarkan motornya dari pekarangan rumahnya. "Ada yang mau gue omongin, nih!"

"Hmm, okay! Wait a minute!" Athaya kembali masuk untuk memberitahukan kepada Tante Hera.

"Take care, Dear!" ucap Tante Hera yang ikut keluar juga hendak berangkat kerja. Hari ini akan ada pertemuan dengan klien pukul delapan. Jadi dia harus berangkat pagi-pagi sekali agar bisa mempersiapkan semuanya agar sempurna. Dia mencium kening anaknya sekali lagi. "Elgra, hati-hati, ya! Jangan ngebut-ngebut! Bunda nitip Athaya sama kamu, ya!"

"Eh, iya, Bun. Siap!"

Hari masih terlalu pagi ketika mereka sampai di sekolah. Pukul enam pagi. Gerbang sekolah pun baru dibuka.

Selama di perjalanan tadi, di antara mereka tidak ada yang berbicara.

"Nih, buat lo!" kata Athaya setelah mereka duduk di kursi masing-masing.

Elgra melihat kotak sandwich yang terulur kepadanya.

"Gue tahu kok kalau lo belum sarapan. Iya, kan?" Athaya membuka kotak makanan, lalu menyodorkan ke arah Elgra. "Nih! Biar gue entar beli aja di kantin pas istirahat. Kan habis jam pelajaran Olahraga tuh. Jadi agak panjang waktunya. Hmm, gue juga lagi pengin makan mi ayamnya Bang Jalih, nih. Kayaknya enak deh."

Sekilas dia membayangkan tengah menyantap semangkuk mi ayam lengkap dengan segelas es teh.

Elgra menjentikan jarinya di depan wajah Athaya sehingga cewek itu terkejut.

"Elgraaa." Athaya memukul-mukul lengan Elgra.

Cowok itu tergelak. "Lagian lo habis ngomong gitu malah bengong." Dia mengacak-acak rambut Athaya dengan gemas. "Thanks, btw."

Athaya & Elgra [TERBIT GRASINDO]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz