SEPULUH (a)

869 77 49
                                    

Athaya datang ke sekolah seperti biasa keesokan harinya. Tapi ada yang berbeda dengan penampilannya hari ini. Dan itu berlaku untuk waktu yang mungkin cukup lama. Athaya sendiri tidak tahu tentang hal yang diperbuatnya ini. Hanya saja dia harus melakukannya untuk melupakan keberadaan Elgra.

Athaya memotong rambutnya. Yang semula panjangnya sampai siku, sekarang rambutnya pendek sebatas pundak. Dia memberi poni dengan belahan sebelah kanan dan memakai jepitan berbentuk pita biru muda di rambutnya. Dia juga membiarkan rambutnya tergerai begitu saja. Tentu saja hal itu membuatnya terlihat berbeda dengan biasanya.

Elgra sempat terkejut melihat teman sebangkunya itu. Tapi dia berusaha menahan dirinya untuk tidak menyapa Athaya. Sungguh ini cobaan terberat untuknya dibandingkan dengan dia kepergiannya ke sekolah asrama. Bagaimana tidak? Dia harus diam sepanjang waktu di samping Athaya.

Usai ulangan Bahasa Perancis, bel istirahat berbunyi. Athaya langsung menoleh ke belakang. "Rui, ke kantin bareng, yuk!"

Elgra memejamkan matanya sesaat, berusaha mengenyahkan apa yang didengarnya barusan. Karena biasanya Elgra langsung menarik Athaya menuju kantin.

"Oke. Tapi setelah aku dari ruang guru, ya!" jawab Rui. Dia langsung membantu Mademoiselle Fitri membawakan tumpukan kertas ulangan.

"Athaya...." Nayla masuk dan langsung berlutut di depan meja Athaya. Sesekali dia menyeruput es tehnya. Dia tampak lelah sehabis pelajaran Olahraga. "Eh, lo potong rambut, ya?"

"Iya. Mau buang sial." Athaya tertawa. Semalam dia bertekad untuk membuat satu perubahan yang dia harap itu bisa membantunya melupakan semua yang telah terjadi.

"Bagus juga, Tha. Eh, kemarin lo ke mana aja?"

Athaya hendak menjawab, tapi diselak Nayla. "Tunggu! Coba lihat!" Dia mengangkat dagu Athaya dan menyingkirkan poni yang menutupi mata Athaya. "Lo kenapa? Mata lo sembap gini." Pandangannya beralih kepada Elgra yang sedang membereskan peralatan tulisnya. "El, lo apain temen gue?"

Elgra terdiam.

"Gue habis nonton drama Korea semalem." Athaya langsung mengambil alih jawaban. "Filmnya baper banget, Nay. Jadi ya gitu deh."

Nayla menggeleng, tak percaya. "Enggak. Pasti ada yang enggak beres deh. Bilang sama gue, Tha. Lo kenapa nangis? Diapain lo sama Elgra?"

"Enggak, Nay. Beneran. Gue semalem nonton School 2017. Terus ya kebawa perasaan deh. Lo tahu kan hati gue lembek banget." Athaya tertawa. Hal yang dikatakannya tidak sepenuhnya bohong. Dia memang menonton drama tersebut, tapi air matanya tidak mau berhenti keluar gara-gara memikirkan Elgra. Sampai-sampai dia harus mengompres matanya dengan air dingin, tapi tentu saja hal itu tidak berhasil.

Nayla berdecak. "Lo enggak bisa bohong sama gue, Tha. Bilang sama gue ada apa. Perasaan tuh film enggak ada sedih-sedihnya deh."

"Gue sedih karena cowoknya ganteng banget, Nay!" sambar Athaya cepat. Lalu, dia tertawa.

"Ah, berlebihan lo! Yang ada juga lo keingetan si Putih yang sepedanya sama persis kayak punya si tokoh cewek, kan?"

Athaya tersenyum lebar. Dia menggeleng pelan dan berkedip lembut untuk memberi kode. Untungnya Nayla mengerti.

"Oke kalau gitu. Oh, ya, Tha. Lo bantuin gue ngedekor gudang jadi kafe, ya! Elgra juga. Lo bantuin gue, ya!"

Elgra hanya mengangguk.

Athaya & Elgra [TERBIT GRASINDO]Where stories live. Discover now