7. Outside the window.

9.2K 741 2
                                    

"Hana, ayo tidur," perintah Justin, sambil membersihkan tumpukan kertas di mejanya. Dia hanya melirik Hana sekilas yang masih asik membaca buku sambil mengunyah anggur dan beberapa potong apel di piringnya.

Hana tidak menggubris, dan Justin sangat tidak suka ketika dia diabaikan seperti itu.

"Hana," panggilnya sekali lagi.

Barulah Hana menoleh padanya. "Ya?"

Justin menghembuskan napas lelah, "Ayo tidur," katanya dengan suara melemah.

Hana menganggukkan kepala, merapikan tempatnya duduk dan meja. Dia mengangkat piring buahnya dengan sebelah tangan, sedang sebelahnya lagi memegang buku yang ia bawa. Ketika hendak membuka pintu, Hana melirik Justin bingung karena pria itu justru tidak beranjak dari tempatnya.

"Ada apa?" tanya Hana.

Justin menatapnya tajam. "Kau sedang tidak berniat untuk membawa buku itu ke kamar dan lanjut membaca, kan?" tanya Justin.

Nada suaranya yang tegas membuat Hana sedikit takut. "Y-ya. Apa... apa aku boleh melakukannya?" tanya Hana pelan.

Justin menggeleng. "Letakkan buku itu kembali ke tempatnya," katanya, lalu melanjutkan merapikan mejanya.

Hana masih bergeming. Ada sebagian di dalam dirinya yang ingin membantah, tapi juga takut jika melakukannya. Sekalipun dia lupa bagaimana hubungan mereka sebelumnya, Hana tetap mengingat ajaran-ajaran agamanya, termasuk bagaimana seharusnya seorang istri bersikap kepada suaminya. Dan membantah perkataan suami adalah dosa.

Tapi...

"Hana." Justin berjalan menghampirinya, lalu mengambil buku dan piring buah di tangan Hana, kemudian ia letakkan kembali di atas meja.

Entah kenapa, mata Hana tiba-tiba saja berkaca. Tangannya tanpa sadar mengelus perutnya dan menatap buah apel di piring itu.

Justin memperhatikannya sesaat. Akhir-akhir ini, Hana memang banyak tersenyum, tapi juga banyak menangis. Seperti halnya dia yang suka ceria tanpa sebab, Hana pun sering sedih dan menangis tanpa sebab juga.

"Kenapa kau ambil apel dan anggurku juga?" rengeknya, mendongak pada Justin.

Semula emosi lelaki itu sedang tidak stabil karena kelelahan, dia bahkan hampir marah pada Hana tadi, tapi melihat istrinya mulai bertingkah semanis ini, Justin tidak tahu harus bagaimana selain meleleh di hadapannya.

"Kau menginginkan apelmu atau anggurmu?" tanya Justin, sedikit menggodanya, tapi Hana menganggap hal itu serius dan mengira Justin marah padanya. Dia sadar pada sikapnya yang terlalu manja, tapi dia sendiri tidak bisa menolong diri untuk tidak bersikap seperti ini. Jadi Hana sangat yakin bahwa saat ini Justin tengah marah padanya.

Dia tampak berpikir keras, menatap Justin tiada putus sambil menahan isakannya.

Tidak kuat lagi, Hana pun berbalik dan berlari pergi setelah membanting pintu ruang kerja Justin itu dengan cukup keras, meninggalkan Justin yang tiba-tiba saja terkesiap di tempatnya.

"Istigfar, Justin! Hana tidak apa-apa, ini hanya hormon kehamilan," gumam pria itu pada dirinya sendiri, "tapi... tapi ya Allah!" erang Justin, sebelum berjalan cepat menyusul Hana ke kamar mereka.

***

Ketika Justin membuka pintu kamar, dia melihat Hana yang tengah berdiri di dekat jendela, menatap seperti maling ke arah luar. Membuat Justin turut penasaran.

"Hana, ada apa?"

Hana menoleh cepat ke arahnya. Raut di wajahnya berseri dan dia langsung menyeret Justin ke jendela bersamanya.

ETERNAL FAITH ✔Where stories live. Discover now