17. Her family.

7.9K 720 19
                                    

"Kau yakin dengan ini?" Justin bertanya, menoleh sebentar pada Hana yang sedari tadi hanya diam. Mereka tengah berada di dalam mobil, menuju kediaman Fidelis. Hana bilang, bahwa ia ingin bertemu dengan ayahnya, dan keluarganya yang lain. Ini sudah hampir malam, Justin memutuskan bahwa mereka akan di sana sampai selesai makan malam. Atau kalau Hana ingin menginap, itu tidak masalah.

Dia menghela napas, memantapkan fokus pada jalanan di depan lagi. Sebelumnya, Justin telah menghubungi John, dan respon lelaki itu adalah sama, menanyakan apa Justin yakin akan tindakannya, apa Hana akan baik-baik saja? Semoga saja Hana tidak perlu merasakan sakit di kepalanya lagi. Kendati merasa cemas, John masih terdengar senang ketika Justin bilang bahwa mereka akan mampir untuk makan malam.

Justin menoleh pada Hana lagi. Masih seperti tadi pagi, dia tampak murung, dan Justin sangat ingin tahu apa yang sedang berkecamuk di kepala cantik istrinya itu. Hana tidak boleh terlalu banyak berpikir, itu akan sangat berpengaruh pada kesehatannya dan kesehatan kandungannya.

Justin pun meraih tangan Hana dan menautkan jemari mereka, seolah dengan itu mereka bisa mengurangi beban masing-masing dan menjadi kuat bersama-sama.

Hana menoleh pada Justin. Dan Justin tersenyum, namun tidak balas menatapnya. "Semuanya akan baik-baik saja, Sweetheart. Serahkan saja pada Allah."

Hana tersenyum tipis di balik niqab hitamnya, kemudian mengangguk patuh. Ya, segala sesuatu, senang maupun sedih, dia tidak boleh lupa akan atensi Allah SWT.

*

Sesampainya mobil Justin di dalam pekarangan kediaman Fidelis, Hana samar-samar mengingat sesuatu. Pohon-pohon, air terjun, taman hijau, dan bangunan megah bercat putih itu. Dia menjadi gugup. Namun ketika merasakan tangan Justin mengerat menggenggam tangannya, dia tahu bahwa pria itu jauh lebih gugup dari dirinya. Hana menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya pelan. Dia siap.

Mobil telah berhenti di depan teras rumah itu. Justin mematikan mesin dan keluar lalu membukakan pintu untuk Hana. Dia menatap wajah tegang perempuan itu, tidak mengalihkan atensinya dari sana. Dan ketika mereka telah sampai di depan pintu pun, Hana menoleh pada Justin, lalu tersenyum.

"Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja," kata Hana meyakinkan.

Justin mengangguk. "Aku percaya."

Dan pintu bercat putih itu pun terbuka, menampakkan seorang perempuan cantik bergaun bunga tengah tersenyum pada mereka.

"Hana!" serunya lalu menghambur memeluk Hana.

Hana terkejut dan dengan refleks ketika perempuan itu melepaskan pelukannya Hana langsung berdiri di sisi Justin, seolah meminta perlindungan pada suaminya itu.

"Ellina," sapa Justin.

Dan raut di wajah Ellina berubah dingin. "Halo, Justin. Apa kabar?"

Justin mengangguk. "Baik."

"Bagus, ayo masuk." Tanpa berbasa-basi lagi, Ellina pun mempersilakan mereka masuk.

Dan dengan mengucapkan kalimat bismillah di dalam hatinya, Hana melangkah memasuki pintu putih itu. Menghadapi apapun yang akan ia hadapi di dalam sana.

Ellina menggiring mereka berdua ke dalam ruang tamu. Dimana John, Diana, Albert, dan Vionna, telah duduk di sana, menatap kedatangan mereka tanpa suara. Dan kegugupan Hana semakin menjadi. Dia pernah bertemu dengan mereka di rumah sakit, Hana tahu John adalah ayahnya, dan Diana adalah ibu tirinya, namun hanya sebatas itu. Dia tidak tahu bahwa John bekeyakinan berbeda dengan dirinya. Dia tidak tahu John pernah menikahi ibunya dan meninggalkannya. Sekarang Hana tahu. Dan dia merasa seperti dipertemukan untuk pertama kali.

ETERNAL FAITH ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang