9. Salt.

8.3K 776 5
                                    

Justin menghela napas, sambil menyandarkan punggungnya di kusen pintu dapur, menatap tingkah aneh sang istri yang tiba-tiba saja keluar dari ruang kerjanya, dan saat ini tengah menuangkan garam ke dalam gelasnya.

Justin mengernyit pada banyaknya garam yang dituangkan Hana ke dalam gelasnya, lalu mengaduknya dengan sendok. Sesaat, perempuan itu tampak ragu, namun kemudian dia memantapkan diri mengangkat gelas berisi air garam itu ke depan mulutnya.

Belum sempat lidahnya mencicipi, Justin telah lebih dulu merebut gelas di tangan Hana sehingga sedikit menumpahkan isinya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Justin sambil meletakkan gelas itu ke atas meja, lalu beralih mengelap tangan Hana yang basah.

Hana terkejut, kemudian dia mengerucutkan bibir dan hendak mengambil kembali gelasnya,tapi Justin menjauhkannya dari jangkauan Hana. Hana menggigit bibir, menahan tangis, dan setengah merengek.

"Aku mau itu," pintanya.

Justin menatapnya tegas. "Itu air garam, Hana. Rasanya asin."

Hana berkedip dua kali. "Aku tahu!" kerasnya, sudah hampir akan menangis.

Justin menghela napas lagi. Mengusap dengan lembut bawah mata Hana yang sudah memerah. "Aku tidak suka melihatmu menangis, sedangkan akhir-akhir ini kau cepat sekali menangis. Mau kubuatkan susu? Itu jauh lebih baik dari segelas air garam."

Hana menggeleng. Karena kelembutan Justin itu, dia menjadi terharu dan meringsek masuk ke dalam pelukannya. Namun, sebelah tangan Hana meraba meja di belakang punggung Justin dan menemukan gelasnya di sana. Tadi, dia tidak ingin melakukan ini, namun entah kenapa dia menjadi sangat penasaran pada rasa air laut yang dia lihat di komputer Justin.

Dan sepertinya, Justin tahu apa yang Hana inginkan. Tangannya turut menelusuri lengan sang istri dan berakhir di permukaan gelas yang sama.

"Jangan membantah, sweetheart," bisiknya di telinga Hana.

Wajah Hana langsung memerah, dan dia merinding, kemudian langsung menjauhkan diri dari Justin.

"Aku hanya mau merasakan air laut!"

Justin menatapnya bingung. Dia hendak menyentuh bahu Hana namun perempuan itu menjauh. "Aku akan membawamu ke laut," tukasnya.

Hana menggeleng lagi. "Tapi aku mau sekarang!"

Melihat sebelah tangan Hana yang tidak memegang gelas tengah mengelus perutnya, Justin tiba-tiba merasakan sesak di dadanya. Dia berjalan mendekat, "Kau yakin?" tanyanya dengan lembut.

Hana mengangguk kuat-kuat.

"Kau tahu kan rasanya asin?" tanya Justin lagi.

"Tentu saja aku tahu, ini kan air garam."

"Tapi rasanya juga akan sedikit pahit."

"Aku tetap mau mencoba."

Justin pun akhirnya menyerah pada kekeraskepalaan Hana dan menganggukkan kepala, membuat Hana melebarkan senyum.

"Baiklah, jangan lupa baca bismillah." Hana mengangguk.

Mata mereka pun terkunci, ketika Hana menyesap sedikit air di gelas tersebut, dia mengernyit. Dan Justin mengawasinya tanpa putus.

Tidak sampai lima detik, Hana menutup mulutnya dan memuntahkan kembali air garam yang tadi diminumnya ke wastafel. Dia terbatuk-batuk.

Justin mengusap punggungnya sambil menggeleng-gelengkan kepala, tidak habis pikir pada keanehan yang diidamkan sang istri dan calon anaknya.

ETERNAL FAITH ✔Where stories live. Discover now