Part 3. An Assist.

3.8K 564 186
                                    

🐯

Setelah menunggu 1 jam lamanya di lorong depan ruangan IGD Rumah Sakit Militer, aku dan Eunha dipanggil oleh perawat.

"Violet? Bunny? Kalian masih di sini?" sapa seorang dokter muda.

Aku menoleh ke arahnya lalu berdiri. "Eoh. Bagaimana keadaan Big Boss, Ssaem?"

"Dia selamat, tenanglah. Mungkin sebentar lagi istrinya akan datang ke sini." Pria itu menepuk pundakku, sekilas ia juga melirik ke arah Eunha yang lebih dulu terduduk lemas.

Aku menghela napas panjang merasakan kelegaan tersendiri. Wajar jika aku tak siap menghadapi ketua timnya sekarat. Di misi sebelumnya, Eunha bahkan kehilangan rekan satu tim yang sempat melindunginya

Aku tersenyum lega pada dokter. "Terima kasih banyak, Seokjin Oppa."

"Pulanglah! Kalian harus masuk sekolah bukan? Jangan sampai wajah kalian menjadi bengkak. Segera kompres sebelum tertidur."

Seokjin terlihat sangat kasihan pada kami yang terlihat jelas dari sorot matanya. Ah, masih ada waktu beberapa menit untuk tidur. Aku melirik jam sekilas dan menatap Eunha yang mengangguk mendengar ucapan dokter barusan. Mata Eunha terlihat lebih bengkak dariku karena terus menangisi keadaan Joongki dari tadi.

***

Tatapanku mengosong ke arah ke langit-langit kamar flat. Bayangan Joongki yang babak belur dan berdarah-darah masih saja muncul di kepalaku. Menyadari waktu yang terus berjalan, aku pun memaksa diri untuk menutup mata.

Entah di menit ke berapa, tiba-tiba saja muncul bayangan seorang gadis kecil kotor dan lusuh meringkuk di pojokan suatu ruangan pengap dan gelap. Inikah saatnya bagi dia pergi?

"Appa, Eomma, tunggu aku sebentar lagi," gumam anak kecil itu.

Sudah selayaknya anak itu berkumpul bersama ayah dan ibunya. Menjadi sebuah keluarga yang utuh---di nirwana.

.

Bughhh...

.

Bughhh...

.

Gadis kecil itu terlihat heran meski tanpa ekspresi. Kenikmatan macam apa yang para bajingan itu dapatkan dari memukuli anak perempuan di bawah umur? Dia hanya bisa berteriak keras memohon untuk tidak diperkosa. Bahkan jika itu terjadi, setidaknya bunuh saja dia terlebih dulu.

Aku menangis saat melihat gadis itu yang sepertinya sudah tak mampu melawan takdir. Tapi kenapa tubuhku merinding dapat ikut merasakan setiap kesakitannya? Dia berusaha membuka kelopak matanya pelan, meringis sewaktu mendapati sinar lampu ruangan. "Sialan! Aku masih hidup?" gumamnya lagi terdengar jelas di telingaku.

Tiba-tiba dari arah belakang, salah satu orang jahat itu terlempar dan jatuh menghantam dinding. Hanya karena sebuah tendangan.

.

Braaaaakkk...

.

"Hey, take it easy man!" teriak penjahat lainnya.

Seorang pria bertubuh tegap dan berpotongan crew- cut  berdiri di ambang pintu. "Apa kalian sadar? Kalian melakukan jual-beli anak di bawah umur. Kali ini aku tak akan melepas kalian lagi, berengsek!" (cepak)

Bliss For Violet (✔)Where stories live. Discover now