Dendam Pribadi

5.5K 465 8
                                    

"Ya, meskipun masih ada yang kurang sreg tapi aku perlu apresiasi dengan jepretan ngg, sori mas siapa namanya?"

Siang itu Lyla Kim sudah berada di ruang meeting Paras Ayu karena minggu depan edisi terbaru Paras Ayu segera terbit dan hari ini Lyla Kim beserta Luki sang manejer tengah mengecek hasil jepretan dari tangan dingin Mas Kukuh.

Alis Mas Kukuh hampir menyatu tatkala gadis itu menanyakan namanya untuk ketiga kalinya. Mas Kukuh berusaha terlihat ramah dengan tersenyum seperlunya sambil tetap menjawab siapa nama dirinya.

"Sorry Mas, saya memang punya masalah dalam mengingat nama orang. Ingat wajah tapi selalu lupa nama." kilah Lyla yang membuat Mbak Anggit nyaris mendengus tapi buru-buru ia urungkan ketika Mbak Anita sudah melemparkan tatapan tajam.

Sebenarnya dari perkataan Lyla barusan yang mengatakan kalau hasil jepretan Mas Kukuh masih kurang 'sreg' bagi gadis congkak itu sedikit banyak membuat harga diri Mas Kukuh yang dinobatkan sebagai salah satu fotografer terbaik di Indonesia terluka. Bagaimana tidak? Dari beratus bahkan beribu klien yang telah ia foto dimulai dari seorang pejabat ternama, artis terkenal, bahkan tak jarang juga Mas Kukuh memfoto para artis luar negeri yang sedang datang ke Indonesia dan mereka semua selalu mengatakan hasil karya Mas Kukuh luar biasa bagus. Tapi, Mas Kukuh tidak mau ambil pusing atas komentar Lyla toh komentar dari mulut seorang Lyla Kim tidak akan bisa mengobrak-abrik portfolionya yang telah bertahun-tahun lamanya ia bangun sebaik mungkin.

***

Ian baru saja selesai menyeduh kopi hitamnya ketika Pipit masuk ke dalam pantry. Ian tersenyum yang dibalas lamgsung oleh gadis Betawi itu.

"Mau ngapain, Pit?" tanya Ian basa-basi.

"Bikinin teh mbak, untuk tamu." jawab Pipit seraya menjerang air kedalam teko listrik dan menyiapkan dua cangkir teh.

"Oh, aku aja sini yang bikinin. Mumpung lagi gak banyak kerjaan." ujar Ian berusaha mengambil alih pekerjaan Pipit. Pipit langsung menolak halus, "jangan mbak! Gak usah, biar saya saja."

"Santai aja Pit. Udah sini aku yang bikinin sekalian aku yang anterin. Di ruang meeting situ kan?" Ian sudah memasukkan gula ke dalam cangkir tersebut.

Akhirnya Pipit mengalah masih dalam perasaan tidak enak.

"Ting!" Suara dari teko listrik yang airnya telah mendidih berbunyi. Ian langsung menuangkan air panas tersebut ke dalam cangkir teh dengan hati-hati. Setelahnya gadis itu mengaduk teh pelan lalu mengambil nampan dan meletakkan cangkir teh ke atas nampan.

"Mbak biar saya saja, ya?" Pipit masih merasa tidak enak. Ian tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.

"Aku duluan ya, Pit." Ian berlalu keluar pantry berjalan menuju ruang meeting. Sesampainya Ian di depan pintu ruang meeting, ia mengetuk dua kali pintu ruang meeting lalu membukanya.

Sedikit terkejut atas kemunculan Ian dari ambang pintu membuat ujung bibir Lyla naik.

"Kok kamu yang nganter, Pipit mana?" tanya Mbak Anita ketika Ian mulai meletakkan cangkir teh tepat di depan Lyla.

"Aku lagi senggang dan kebetulan aku lagi bikin kopi jadi sekalian-"

"PRANG!!"

"AWWWW!!!!!" jerit Lyla Kim beriringan dengan jatuhnya cangkir berisikan teh panas tersebut ke lantai marmer ruang meeting dan menjadi pecah.

"Babe?!!!!" Luki yang terkejut sontak berdiri yang membuat kursi yang didudukinya terjungkal ke belakang.

"Panas!!!" ringis Lyla. Teh panas tersebut sukses menyiram pahanya yang terbalut celana jeans.

Fat Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang