Sasa dan Dimas

4.9K 346 0
                                    

Sepagi ini, Sasa sudah terduduk dengan perasaan campur aduk di salah satu kursi yang berada di Starbucks. Di depannya sudah terdapat segelas hot caramel macchiato yang masih mengepulkan asap tipis. Sesekali gadis tersebut melirik gusar jam Fossil yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, tampak seperti sedang menunggu seseorang.

Nyaris setengah jam mata Sasa tak pernah bosan-bosannya menatap pintu masuk Starbucks hingga seseorang yang ia nanti-nanti akhirnya muncul. Dimas datang dengan tas kerjanya yang masih tercangklong di pundaknya, hari ini Dimas mengenakan kemeja garis-garis dengan ia biarkan kancingnya terbuka bebas sehingga kaos polosnya terlihat.

Sasa segera melambaikan tangannya memberi tanda pada Dimas dan lelaki itu langsung menghampiri Sasa. Sasa tersenyum manis tatkala Dimas sudah
mengambil duduk di depannya.

"Mau order sesuatu dulu?" tawar Sasa masih tersenyum dan hal tersebut justru berbanding terbalik dengan ekspresi Dimas. Tak ada senyuman sama sekali.

"No thanks, gue tidak akan lama." tolak Dimas yang kini sudah menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sembari mengatur duduknya mencari posisi yang nyaman.

Sasa hanya bisa mengulum senyumnya tapi tak membuat dirinya surut akan kepercayaan dirinya.

"Apa yang mau lo bicarakan, katanya penting."

Sasa menyesap hot caramel macchiato-nya sebelum ia berbicara, "tentang percakapan kita beberapa waktu lalu di Portico. Apakah lo sudah mempertimbangkannya?"

Dimas memejamkan matanya. "Demi Tuhan Tsamara. Apakah tidak ada hal lain yang jauh lebih penting dari pembicaraan omong kosong seperti ini?" Dimas mengusap wajahnya kasar. Ia membuang wajahnya jauh-jauh seolah enggan menatap wajah Sasa yang sudah memasang ekspresi memelas hendak menangis.

Sasa menggigit bibirnya kuat-kuat seperti menyalurkan rasa sakit di hatinya.

"Apa yang harus gue lakukan agar lo bisa melihat gue, Dim?" tanya Sasa dengan suara yang bergetar. Dimas diam.

"Sebesar itukah perasaan lo dengan Abriana, padahal sudah jelas-jelas ada gue di sini yang nyaris mati demi memendam semua perasaan gue kepada lo." imbuh Sasa.

Dimas menghela nafasnya berat.

"Sa, lo melakukan ini semua bukan semata-mata lo punya perasaan dengan gue melainkan lo hanya menjadikan gue sebagai pelarian lo. Lo belum bisa move on dari Awang, Sa. Itu saja."

Tiba-tiba Sasa tertawa geli seolah perkataan Dimas barusan adalah hal yang lucu sehingga patut ditertawakan.

"Awang tidak ada sangkut pautnya dengan ini semua, perasaan gue selama ini pada lo adalah tulus. Dimas, please?" semasa kemudian jemari Sasa sudah menyentuh punggung tangan Dimas yang berada di atas meja. Lelaki itu yang tadinya hanya diam kini tersentak lalu segera menarik tangannya.

"Gue gak bisa Sa. Ada hati yang gue juga, gue tidak mau menjadi lelaki pecundang." kata Dimas sambil menatap Sasa tepat di kedua matanya.

"But you just became a loser." Sasa menyeringai yang  membuat Dimas menelengkan kepalanya.

"Remember what you did last December? You kissed me deeply." Sasa kali ini tersenyum puas meninggalkan Dimas yang hatinya sudah mencelos terhempas jatuh ke dasar perut bumi.

***

December 2017

Riuh rendah suara EDM yang terpancar dari speaker yang berada hampir di setiap sudut kelab malam dibarengi dengan sorak sorai para pengunjung kelab yang tampak sangat menikmati setiap waktu yang ada. Begitu juga dengan Dimas dan beberapa temannya yang malam ini juga tak mau melewatkan barang sedikitpun kecerian yang ada. Berbotol-botol minuman alkohol tampak berserakan di atas meja, ada yang masih penuh namun ada juga yang sudah habis hingga tetes terakhir.

Fat Love (COMPLETED)Where stories live. Discover now