Bab 0.4

1K 36 1
                                    

Alena terus berlari, mengabaikan Ares yang terus mengejarnya dan meneriakkan namanya berulang kali.

"Dewa, dimana kamu?" lirihnya pelan. Air mata semakin berjatuhan, ia tidak sanggup lagi menahan beban yang selalu ia pikul. Kemanapun dan dimanapun.

Lututnya bergemetar, perlahan ia terjatuh dan terus menangis.

"Dewa, dimana kamu?!" ucapnya lagi.

"Alena, lo kenapa?" tanya Ares dengan pelan, ia membantu Alena untuk berdiri lalu membawanya ke trotoar jalan.

"O—bat." racau Alena lirih.

"Obat apa?" Ares sama sekali tidak mengerti, tangan Alena semakin gemetar dan juga seluruh badannya. Tangan Alena mencengkram tangan Ares begitu kuat, bahkan tangan lelaki itu sampai memerah.

"Tolong, obat gu—e di ta—s."

Dengan cepat, Ares mengambil tas Alena lalu mencari obat yang Alena maksud. Ia menemukannya, obat pil berwarna biru.

Ares menyerahkan 1 butir obat itu kepada Alena tapi Alena menolaknya, "Dua." ucapnya lirih setengah memohon

"Lo gila?! Satu aja!" gertak Ares, ia memasukkan obat itu ke dalam mulut Alena lalu ia memberikan Alena air yang selalu berada ditasnya.

Perlahan, badan Alena sudah tidak bergetar lagi bahkan cengkraman di tangan Ares sudah terlepas. Dan juga, perlahan Alena memejamkan matanya.

"Lo terlalu misterius, Len. Dan, gue suka."

*****

"Mamah!" teriakan Ares menggelegar dirumahnya yang sangat megah itu.

"Ada apa Ares?! Kamu itu pulang-pulang bukannya ngucap salam malah te—" Mama Ares terkejut ketika melihat anak sulungnya itu membawa perempuan yang kelihatannya sedang pingsan, "Ya ampun! Anak siapa yang kamu culik?!" pekik Mamanya tak tertahankan.

"Mama jangan tanya-tanya dulu deh, tolong bantuin aku mah." mohon Ares, Mama Ares mengangguk lalu Ares menurunkan Alena dari gendongannya lalu menaruhnya pelan-pelan di sofa.

Mama Ares adalah seorang dokter umum, ia langsung memeriksa Alena.

"Kasihan dia," Mama Ares mengiba, bahkan matanya berkaca-kaca, "Di umur yang masih belia, dia pasti sedang melawan sesuatu yang berat." desah Mama Ares. Setitik air mata jatuh mengenai wajah Alena membuat gadis itu mengerutkan dahinya.

Perlahan matanya terbuka, dan ia memegangi kepalanya yang terasa pusing.

"Alhamdulilah, kamu sudah sadar sayang." Mama Ares mengelus kepala Alena dengan lembut. Sejujurnya, ia ingin memiliki anak perempuan. Namun, Tuhan berkehendak lain. Ia melahirkan dua anak laki-laki. Ares Pradipta dan Tama Pradipta.

Walau begitu, ia tetap bersyukur karena dikaruniai dua putra yang Tuhan titipkan padanya.

"Mau makan, sayang?" tanya Mama Ares.

"Ng-ngga Tante." jawab Alena pelan, hatinya bergetar. Kenapa orang tua Ares begitu perhatian kepadanya? Kenapa bukan orang tuanya?

"Mau minum?" Mama Ares seolah tidak mau berhenti menuangkan segala perhatiannya.

"B-boleh Tante?" Mama Ares tertawa renyah, "Kenapa tidak boleh, atuh?"

"Res, ambilin minum buat pacar kamu nih."  Alena mendelik kaget, sementara Ares tersenyum senang, dan segera berlalu menuju dapur.

"Yuk duduk." Mama Ares membantu Alena duduk, lalu ia duduk tepat disamping Alena.

"Udah lama pacaran sama Ares? Dia gak nakal kan sama kamu?" Alena kembali mendelik, "Tante, sebenarnya sa—"

I'm brOKenWhere stories live. Discover now