Bab 1.2

948 33 3
                                    

"Ares?" lirih Alena, ia terkejut karna ketika pertama kali membuka mata yang ia lihat adalah wajah Ares yang sedang terlelap. Posisinya masih sama seperti semalam, ia tertidur di paha Ares, sedangkan Ares kini tengah tertidur dalam keadaan duduk.

Perlahan tangannya terulur untuk mengusap pipi Ares, membuat Ares menggeliat nyaman. Tanpa sadar juga Ares semakin mendusel-duselkan pipinya ke tangan lembut Alena.

Alena tersenyum, ia bersyukur masih ada Ares dan keluarganya yang bersedia menerimanya. Wajah damai Ares membuatnya tenang.

Tangannya menjulur ke rahang tegas milik Ares lalu mengelusnya pelan. Tanpa sadar, Ares yang semulanya masih tertidur kini telah menatap mata Alena.

"Pagi." Alena yang tersadar bahwa lelaki di hadapannya sudah bangun segera menjauhkan tangannya, namun tangan Ares lebih sigap menahan tangan gadis itu lalu kembali membawanya ke rahang miliknya.

"Pagi." jawab Alena sambil tersenyum kikuk.

"Tau gak?"

"Nggak." jawab Alena sekenanya, membuat Ares gemas sendiri.

"Ini mau gue kasi tau," ucap Ares kesal, "biasanya di novel-novel, ada morning kiss gitu."

"Oh jadi maksudnya lo mau gue cium?"

"Emang boleh?"

"Boleh," jawab Alena sambil menyeringai, "tapi lo tutup mata, ya gue malu lah."

"Emang lo punya urat malu?"

"Mau ga nih? Gamau yaudah." Alena hendak bangkit namun Ares kontan menahannya.

"Mau mau mau!" seru Ares, ia memejamkan matanya.

"Gue cium di itungan ketiga, tapi lo yang ngitung, oke?" Alena bangkit dari tidurnya lalu duduk bersila.

Ares mengangguk setuju, "Satu, dua, tiga!"

Plak...

"Makan tuh morning kiss!"

"Alena!"

*****

"Loh, Ares pipi kamu kenapa?" tanya Mama Ares bingung, sebab pipi anaknya tampak merah.

Ares memberengut kesal, "Tadi ada cewe banteng, nampar aku." jawabnya sambil melirik Alena sinis, sementara yang dilirik tampak santai saja seolah tak terjadi apa-apa dan duduk tepat di hadapan Ares.

"Pasti kamu yang ngulah," tuding Papanya, Alena dan Mama Ares kompak mengangguk, "Betul tuh Pa." sambung Mamanya.

"Ish, Alena aja dibela mulu," rajuk lelaki itu, "sebenernya yang anak kandung disini siapa sih? Atau aku anak tetangga sebelah ya?"

Baik Alena, Mamanya dan Papanya sama sekali tidak menggubris perkataan Ares membuat Ares keki sendiri.

"Hayo Mah, ngaku." Ares menggoncang lengan Mamanya dengan manja, "kamu mau Mama lempar ini?" tanya Mamanya sambil mengacungkan pisau untuk mengoles selai di roti, lengkap dengan pelototan gratis oleh Mamanya.

"Cih, manja." Ares melirik Alena yang kini tengah menyantap rotinya dengan sinis, "bilang aja lo iri." ucapnya frontal, memang salah satu sifat buruk Ares adalah ceplas-ceplos ketika berbicara. Nampaknya, pandangan Alena menyendu, sorot mata yang biasanya tajam kini melemah.

"Ares!" seru Mama Ares sambil melotot kepadanya, Ares pun sontak terdiam. Ia merutuki mulutnya yang licin bagaikan terkena oli.

"Haha, gapapa kok Mah, Ares bener Alena iri dengannya." Alena tertawa hambar, lalu kembali memakan rotinya dengan cepat, walau sekarang selera makannya sudah hilang.

I'm brOKenWhere stories live. Discover now