Bab 1.9

677 29 3
                                    

"Loh Alena, itu kenapa mata kamu sembab?" tanya Mama Ares khawatir.

Alena memaksakan senyumannya, "Tadi malam nonton drama, Ma."

Mama Ares memicingkan matanya menatap Ares yang kini menunduk, "Mama baru tau kamu suka nonton drama, biasanya kamu nonton film action."

Mama Ares memang sangat cepat dalam memperhatikan tingkah laku atau kebiasaan seseorang. Jadi tak ayal, ia tau genre film kesukaan pacar anaknya ini.

"Oh itu—Alena bosan aja, pengen nyoba nonton film drama." Ucap Alena santai. Alena memang jagonya dalam mempertahankan ekspresi santainya.

"Kamu apain Alena, Res?"

Alena dan Ares sama-sama mematung. Ares membuka mulutnya ingin berbicara namun Papa Ares menyela ucapannya dan ikut bergabung duduk di meja makan, "Sudahlah Ma, pagi-pagi kok udah menginterogasi anaknya."

"Pa tapi Ares itu pasti udah bikin Alena nangis, Mama yakin." Ares semakin menundukkan kepalanya, ia tak akan menyangkal ucapan Mamanya. Karna memang benar adanya, dia telah berbuat kasar kepada Alena dan membuat gadisnya menangis.

"Yasudahlah Ma, biarkan itu urusan mereka." Mama Ares menghela nafas lalu mengangguk setuju.

Paham bahwa Ares kini sedang merasa bersalah, Alena menggenggam tangan Ares yang ada di bawah meja makan lalu mengelusnya dengan pelan, guna menenangkan Ares.

Ares mendongak, ia melihat Alena tersenyum tipis kepadanya. Ia pun ikut tersenyum. Ares menggenggam tangan Alena, membuat tangan mungil Alena terkurung di dalam tangannya. Dan akhirnya ia pun sadar, lagi dan lagi Alena berhasil membuatnya jatuh terlalu dalam.

*****

"Lo mirip curut lama-lama." Ledek Ares ketika melihat Alena dari spion motor.

Alena memutar bola matanya, "Cantik gini dibilang mirip curut."

Ares terkekeh lalu menarik tangan Alena yang berada di pundaknya, dan menaruhnya di pinggangnya, "Pegangan yang kuat, gue mau tancap gas."

Alena tersenyum tipis, lalu merapatkan dirinya kepada Ares dan menaruh pipinya di pundak Ares. Mereka berdua sama-sama tersenyum dalam diam, menikmati momen-momen yang dapat membuat jantung mereka berdetak lebih cepat.

Tak sadar, gerbang sekolah sudah tepat didepan mereka, Alena yang sadar buru-buru ingin melepaskan pelukannya. Sementara Ares menahan tangan Alena, agar tak melepaskan pelukannya.

"Res, ini udah banyak orang."

Sementara Ares tampak cuek, ia malah semakin mengeratkan pegangan Alena di pinggangnya. Akhirnya, Alena hanya bisa diam dan menyembunyikan wajahnya di punggung Ares.

Benar saja, mereka menjadi pusat perhatian bagi siswa dan siswi yang baru saja sampai di sekolah.

"Res, malu!" Alena mencubiti pinggang Ares gemas, sudah dipastikan mereka akan menjadi hot news dan si nenek lampir—Mega pasti akan mencari masalah lagi dengannya.

Alena segera turun dari motor setelah Ares memakirkan motornya dengan rapi, "Cape gue jadi bahan gosipan mulu." Ucapnya sambil menghela nafas.

Ares tersenyum tipis sambil merapikan rambut Alena yang sedikit berantakan, "Gausah perduliin omongan orang, kalo kita bahagia kenapa enggak?"

Pipi Alena bersemu, ia menahan senyumnya sambil memalingkan wajahnya. "Udah ayuk." Alena menggenggam tangan Ares, berusaha menghilangkan rona merah di pipinya.

"Dasar tukang gengsi." Ujar Ares sambil terkekeh, ia menggelengkan kepalanya lalu membalas genggaman hangat Alena.

"Siapa yang tukang gengsi? Gue? Lo kali!" balas Alena.

I'm brOKenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang