Bab 19

764 79 0
                                    


"Dasar bocah pencuri! Pergi dari sini!" seorang deman bertanduk memukulkan batang kayu pada seorang anak kecil pemilik surai emas kekuningan yang meringkuk kesakitan.

"Pencuri! Seharusnya Tuan Azazel membunuh semua pencuri di sini!" serunya lagi. Laki-laki deman setinggi 175 cm itu terus memukulkan kayunya pada tubuh anak kecil tersangka pencuri makanan dari kedainya.

Tiba-tiba dari arah lain muncul seorang anak kecil perempuan berlari sembari membawa kayu. Rambut hijau tua sepunggung itu berayun saat tuannya menangkiskan kayu pada laki-laki tersebut hingga membuat batang kayu itu terlempar lumayan jauh.

Setelah itu, tubuh anak kecil tersebut menunduk. "Mohon maafkan perilaku dia, Tuan. Dia hanya kelaparan," ucap gadis itu dengan wajah memohon.

Laki-laki itu menggertakkan giginya marah. Diraupnya wajah sang gadis kecil dengan tangannya. "Kau berani melawanku? Sombong sekali kau," ucapnya mencekik leher gadis berambut hijau tua tersebut.

Anak perempuan itu hanya menangis karena kesusahan bernapas. "Mo ... hon ma ... afkan dia, T-tuannkh...," ucapnya terpotong.

Frank melepaskan cekikannya. Dengusan kesal keluar dari hidung deman tersebut. Sementara itu, Flaine terjatuh ke tanah dengan kondisi menangis mencoba menarik napas sebanyak-banyaknya.

"Kali ini kau kulepaskan, bocah," ucap Frank menatap tubuh bocah laki-laki bersurai emas yang meringkuk di tanah. Lalu tatapannya beralih ke Flaine yang masih mencoba bernapas. "Kau, gadis cilik, jaga temanmu jangan biarkan dia berkeliaran di sekitar sini. Sekali lagi aku melihat kalian berdua, aku tidak akan segan membunuh kalian," ancamnya, lalu segera berlalu dari tempat itu. Meninggalkan dua sosok kecil yang masih terdiam di tempatnya.

"Kenapa ...?" bisik bocah laki-laki itu, namun bisa didengar Flaine. Perlahan kepala anak bersurai emas kekuningan itu mendongak, memperlihatkan wajah penuh luka yang mengeluarkan darah hitam. "Kenapa kau menolongku?"

Flaine terdiam. Dia juga bingung kenapa dirinya malah menolong orang lain disaat dirinya sendiri juga sering mendapaf perlakuan seperti itu. "Entahlah, mungkin karena aku juga merasakan hal yang sama denganmu," sahut gadis itu mengedikkan bahunya.

Kini giliran Felix yang terdiam. Perlahan airmata mengalir keluar dari balik kelopak yang menampakkan netra madu milik tuannya. Lama-lama isakan tangis terdengar, Felix menutup wajah dengan lengannya. "Selama ini ... tidak pernah ada yang mengasihaniku. Bahkan semenjak aku membuka mata, tidak ada orang yang kukenali," ucap bocah itu dalam tangisnya. "Aku hanya lapar, tapi mereka tidak mau membagi makanan mereka." tangis Felix makin keras.

Gadis berambut hijau itu mendengarkan. Hatinya juga merasakan sakit karena dirinya turut merasakan emosi tersebut. Iris hijau tuanya tergenang airmata. "Aku juga tahu rasanya. Tapi ... ah sudahlah! Berhenti menangis!" teriaknya. Namun, bukannya berhenti menangis, Felix malah mengeraskan suara tangisnya.

Membuat pertahanan Flaine melemah dan akhirnya ikut menangis.

Kedua sosok kecil itu menangis diiringi hujan yang mulai turun membasahi tanah dunia bawah tersebut.

***

Kedua sosok berbeda warna rambut itu kini tengah duduk di atas atap bangunan tinggi. Di depan sepasang remaja itu tersedia berbagai jenis makanan.

"Felix, besok aku mendapat pekerjaan di wilayah Utara," ucap gadis berambut hijau tua itu. Tangannya sigap menguliti kentang rebus lalu memakannya. Sementara itu lawan bicaranya malah tengah terdiam menatap pemandangan dari atas bangunan.

Flaine melemparkan sisa kentang pada wajah Felix, membuat si empunya wajah tersentak. "Kak, kau mengagetkanku," sahutnya kesal. Surai emas kekuningannya berembua pelan tertiup angin. "Pekerjaan di Utara? Baiklah, hati-hati," jawabnya datar, lalu mengambil satu kentang rebus yang menjadi bayaran atas pekerjaan kedua saudara angkat itu tadi.

The Guardian Angel #ODOCThewwg [✓]Where stories live. Discover now