Bab 21

722 72 2
                                    


"Aku baik. Kak Avram sendiri?" tanya pemuda ombre blonde itu pada Avram.

Kekehan menjadi jawaban pemuda itu. "Yah, sepertinya baik," jawabnya dengan senyum  canggung.

Baru beberapa langkah, Avram ingin menyejajarkan dirinya dengan Felix, saat itu pula sebuah pisau angin besar datang dang menerjang tubuh Avram.

Tanpa sempat menghindar. Sebuah kepala menggelinding di atas keramik lorong kastel, dengan tubuh Avram yang tanpa kepala terlempat 10 meter dari tempatnya. Felix menatap datar pemandangan di depannya.

"S-sialankkh... K-kau!" kepala Avram menggertakkan giginya. Kesadarannya perlahan hilang. Darah hitam mengotori tiap jengkal keramik.

Felix mendongakkan kepalanya, menatap sang kakak yang masih memegang cambuk senjatanya di tangan kanan. Netra sklera hitam menatap tajam pada tubuh Avram yang perlahan terkikis menjadi abu.

'Linus .... Maafkan aku. Aku kalah tepat setelah menginjakkan kaki di bumi lawan,' bisik Avram, perlahan kehilangan kesadaran.

Tubuh serta kepala Avram menjadi abu, namun tidak dengan sebuah anting hitam miliknya yang jatuh ke keramik hingga menimbulkan suara.

Pelan namun pasti, Azazel muncul dari sudut kegelapan. Kedua tangannya bertepuk seolah menyelamati aksi yang tidak disangka-sangka akan dilakukan oleh Flaine versi baru.

'Asal kau tahu, Kak Avram. Jauh sebelum kau berangkat pada tugasmu, kami sudah diperingati tentang dirimu yang akan membelot. Maaf,' bisik Felix dalam hatinya.

"Bagus, anak-anakku. Ayah sangat bangga pada kalian." Azazel tersenyum licik, lalu mengangkat tangannya. Anting milik Avram tiba-tiba sudah berada di tangan penguasa dunia bawah tersebut.

***

Suara sepoi angin, serta cahaya hangat matahari menerpa wajah gadis itu. Anak-anak rambutnya seolah menggelitik wajah dan hidungnya menari mengikuti arah angin.

Athala perlahan membuka matanya. Napas teraturnya mengiringi kesadaran sang gadis yang mulai terkumpul. Rimbunan daun pohon memberitahukan sang gadis kalau dirinya berada di bawah sebuah pohon besar, terlindung dari sinar matahari.

Baru saja indera penglihatannya menangkap cahaya matahari, tubuh itu tersentak hingga terbangun dari posisinya secara tiba-tiba. Membuat pandangannya menjadi buram sekejap.

"Hei, jangan tiba-tiba bergerak. Kau membuat kaget orang yang berada di sampingmu," ucap sebuah suara lembut perempuan di belakang tubuh Athala.

Setelah pandangannya menjadi normal, barulah gadis itu berbalik dan mendapati dirinya dalam balutan gaun terusan berwarna biru tengah duduk di atas rumput.

Tunggu.

Dirinya?!

"Siapa kau?!" pekik Athala sedikit keras saat menemukan seorang gadis yang memiliki wajah persis dengannya.

Surai cokelat, netra jade, dan bibir kecil peach itu ... sangat mirip dengan miliknya. Athapa meraba wajahnya sendiri. "Kenapa ...?" tiba-tiba tubuh Athala tersentak saat merasakan ia mengingat sesuatu. Cerita Linus tentang gadis denoir yang mirip dengan dirinya. "Jangan-jangan!?" serunya sembari menunjuk wajah Attila yang masih terlihat santai duduk di atas rumput.

Menoleh sedikit, Attila tersenyum cerah. "Kau ini tidak bisa santai sedikit, ya? Dari tadi kau berteriak, apa tidak sakit tenggorokanmu?" tanyanya sarkas namun dengan nada ceria.

Tubuh gadis itu membeku mendengar kalimat perempuan bergaun terusan di depannya. Athala menatap tubuhnga, ia menggunakan pakaian yang ia pakai terakhir kali, kaus selengan putih dengan rok biru tua di bawah lutut.

The Guardian Angel #ODOCThewwg [✓]Where stories live. Discover now