Bab 22

747 70 0
                                    

Hening, diam, sepi yang biasanya merajai tempat itu kini berubah. Ratusan atau bahkan ribuan makhluk berbagai bentuk juga jenis berkumpul di depan Kastel Grimonia.

Banyak Owliath berbentuk lima kali lebih besar dengan gigi memenuhi paruhnya. Dexter berbagai bentuk dan ukuran, juga turut meramaikan halaman kastel. Pasukan deman yang terlatih juga berbaris rapi di belakang para makhluk mengerikan tersebut. Tak kurang para fallen angel yang tersisa, empat orang ; Flaine, Felix, Elroy, dan Casimira berdiri di baris paling depan sebagai pemimpin.

Sementara itu, di pucuk menara terbesar kastel, berdiri Azazel dengan balutan jas hitamnya. Rambut mangkuknya tersapu angin dan sedikit tersibak, menampakkan iris hitam tajamnya yang menatap barisan pasukan yang akan berperang untuknya.

Masih ada waktu panjang sampai ingatan selanjutnya muncul, batin pria itu.

"Anak-anakku, pergilah dan habisi mereka," bisik Azazel, namun masih bisa didengar oleh empat fallen angel tersebut.

***

Dua sosok pemuda dengan ssorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya itu berada di ruangan berukuran 10 x 10 meter. Sebuah ranjang dan satu set meja dengan tiga buah kursi menjadi satu-satunya barang di sana. Damian duduk di salah satu kursi tersebut, sementara Linus tetap duduk di samping tubuh Athala.

Pemuda bersurai hitam gondrong itu tiba-tiba menegakkan punggungnya sembari matanya menatap jendela yang terletak dua meter di sampingnya. "Ada yang datang."

Linus ikut menoleh. Menyipitkan mata sebelum akhirnya menggeram marah. "Mereka ... memutuskan menyerang hari ini," bisiknya. Namun, dalam hati Linus bertanya-tanya, kenapa Avram tak kunjung kembali.

"Damian, jaga tubuh Athala. Jangan biarkan dia tersentuh makhluk apapun itu," ucap Linus lalu berdiri. "Kupercayakan dia padamu."

Damian bangkit cepat. "Hei! Biarkan aku saja yang bertarung!" teriaknya, namun tidak digubris. Linus sudah lebih dahulu pergi keluar dan memutuskan melawan seseorang yang baru datang tersebut. Pemuda bersurai hitam itu menggerutu tidak jelas. Ditatapnya wajah gadis yang masih terlelap dalam tidur panjangnya. "Athala, aku akan melindungimu. Pasti," bisiknya, lalu perlahan rambutnya berubah warna.

Pemuda setinggi 185 cm tersebut mengeluarkan kekuatannya, sebuah perisai tercipta tipis di sekitar tempat Athala tertidur. Menghela napas pelan, setidaknya dengan begini Athala akan terjamin pertahanannya. Walau dengan begini akan membuat kekuatannya semakin melemah. Sebagian kekuatan Damian sudah keluar untuk membuat perisai yang setiap saat harus diperbarui, berbeda dengan milik Linus maupun Avram yang sudah mutlak kecuali mereka sendiri yang menghilangkannya.

Sebagai Fallen Angel terkuat ke empat, tingkatan Damian hampir sama dengan fallen angel lain setelahnya.

Deg

Baru saja pemuda itu selesai berucap, sebuah aroma yang tidak asing tercium di inderanya. Semerbak aroma manis bercampur asam menyerupai jeruk, milik seseorang yang Damian kenali.

"Casimira," desisnya. Sebelah tangan Damian terangkat, lalu sebuah busur beraura biru yang mengelilinginya serta satu set anak panah yang terpasang di punggung pemuda itu muncul.

" ... aku percayakan dia padamu."

Damian menoleh menatap tubuh terbaring Athala. Berdecak kesal saat kalimat Linus kembali terdengar. "Berisik kau," geramnya sembari menggenggam erat busurnya, lalu melangkah keluar.

Mengepakkan sayapnya, pemuda 185 cm itu kini melayang di udara. Surai ombre hitam birunya ikut menari tersapu angin. Netra biru tuanya menatap datar sesosok gadis dengan aura jingga mengelilingi tubuhnya di atas langit.

The Guardian Angel #ODOCThewwg [✓]Where stories live. Discover now