5|Jaga Sendiri Aja (1)

1.1K 43 0
                                    


Assalamu'alaikum..
Marhaban ya Ramadhan!! 😅
Eh, udah hari 3 ya.. Gimana puasanya?

Sudah baca Alquran, belum? Kalau belum, jangan lupa baca ya? 🤗

💕🏡💕

"Hari! Cewek kamu tu." Tunjuk Anda, bibirnya yang mengerucut menunjuk arah seorang gadis yang datang memasuki kelas, berjalan menghampiri meja Hari yang ada di paling belakang deretan ke 2. Kakak kelas cantik, Sekretaris osis, cukup di kenal di sekolah. Namanya Rara Lestari, yang bulan lalu menyatakan terang-terangan menyukai Hari lewat pesan surat yang tanpa sengaja kutemukan di dalam buku catatan Hari, dengan jelas mengajaknya untuk mendekati zina.

Bukankah dari pacaran akan terbuka pintu-pintu zina. Okey, memang tak pernah kontak fisik, bagaimana dengan zina mata, hati, atau pikiran.

Orang-orang tahu kak Rara yang mengejar Hari, tapi tak ada yang tahu kalau kak Rara juga yang lebih dulu mengajak Hari pacaran.

Entah apa yang membuat dia, Kahari Akbar, mau pacaran begitu.

Sudah sering teman-teman menasihati. Tapi setiap ada yang bilang, "hari pacaran itu dosa tau."

Selalu jawaban Hari, "kan aku gak pernah ngapa-ngapain dia, kita pacaran syar'i kok, biar dia gak di godain cowok lain yang gak bertanggung jawab, lebih baik aku yang jagain, kan."

Padahal Hari laki-laki yang cukup taat dan aku rasa dia tahu hukum agama. Tapi entahlah alasan macam apa yang mengubah prinsipnya.

"Udah selesai bacanya, Ra?" ucap Hari tanpa embel-embel kakak, terdengar samar dari tempat dudukku dan Intan yang diam-diam menguping. Hari menerima buku yang entah apa. Beberapa penghuni kelas memerhatikan interaksi mereka.

"Udah ... Makasih ya," ucap kak Rara mengangguk. Langsung pamit keluar kelas tanpa ekspresi.

Hari, Hasan, dan Anda memang selalu jadi target penasaran kaum hawa, trio serangkai yang selalu kemana-mana bertiga nongkrongnya di kantin, masjid, kalau enggak ya di Perpustakaan, atau ngintilin aku sama Intan, dan sekarang akan bertambah satu orang lagi, Husen.

Kalau Hari terlihat cuek dengan perempuan tapi tiba-tiba pacaran, berbeda dengan Anda Prayuda. Lelaki humoris yang terlihat welcome sama teman perempuan, tapi selalu menjaga jarak batasan.

Di balik sifat humorisnya, aslinya pendiam banget. Aku masih ingat pertama ketemu dia, waktu itu saat baru pindah di sini dan mulai sekolah disini, aku dan Hasan berbeda sekolah dengan Anda tapi selesai pulang sekolah Hasan dan Anda biasa bermain bola dilapangan bola.

berbeda dengan hari itu, Hasan mengajak Anda untuk main kerumahmu, maksudku rumah nenek, seperti biasanya Hasan menemaniku bermain congklak atau bola bikel. Dia adalah teman pertamaku juga sahabatku.

Anda yang datang kerumah bukannya ikut bermain malah dia diam tanpa kata sedikit pun, walaupun dia tidak minta pulang juga, dulu saat kecil tak sulit untukku bergaul dengan siapa pun bahkan aku bersusah payah memarahi Hasan untuk mengalah bergantian main dengan Anda, tapi tetap saja Anda tidak mau dan hanya diam memerhatikan kami bermain.

Tapi lambat laun aku lihat Anda sekarang jauh berbeda dia lebih banyak bicara dan kocak, hobinya melawak, katanya mau jadi komika. Aku ingat ucapannya, "aku mau jadi komika stand up commedy aja lah biar bisa buat orang bahagiakan berpahala."

"Sha! Kamu liat enggak tadi muka kak Rara beda gitu." Intan menepuk pundakku pelan. Tersentak, sadar dari lamunan, aku melirik Intan yang terlihat serius, kepo.

"Beda apanya sih Tan?"

"Beda Sha, datar gitu. Biasanyakan senyum semringah gitu kan, kalau ketemu Hari ... Apa jangan-jangan lagi ribut?" bisik Intan mendekat ke telingaku yang tertutup jilbab.

"Husssh, enggak boleh su'udzon." aku mengibaskan tanganku di hadapan Intan.

"Assalamu'alaikum," sapaan terdengar dari ambang pintu bersama ketukan pada daun pintu.

"Wa'alaikumussalam!" Seolah terhipnotis semua mata tertuju pada dua lelaki dengan wajah yang sama berjalan memasuki kelas. Hasan dan Husen.

"Udah selesai urusan di kantornya?" tanyaku saat mereka berdiri di samping mejaku. Tadi sampai di sekolah Hasan bilang mau bantu husen mengurus administrasi dan menanyakan kelas Husen. Katanya Husen masuk kelas jurusan IPS hanya belum tau IPS berapa. Aku, Intan, Anda, Hari masuk di kelas yang sama IPS 1, berbeda dengan Hasan yang memilih jurusan IPA, selain karena andalan sekolah dalam lomba Sains, Hasan tak suka pelajaran sejarah.

"Udah," jawab Hasan singkat, lalu menghampiri Didi, laki-laki jangkung yang duduk di belakang bangkuku. Berbisik menunjuk bangku kosong paling belakang, yang ditangkap pendengaranku, Hasan meminta Didi pindah. Entah apa yang dikatakan Hasan, dengan mudah membuat Didi pindah tanpa komplain.

"Husen masuk kelas ini juga?" tanya Anda menghampiri diikuti Hari.

Bel tanda masuk berbunyi, buru-buru Hasan berkata sebelum berlari keluar kelas, "iya ... Sen duduk di situ aja. Aku titip ya," Hasan menepuk pundak Husen, menunjuk bangku di belakangku, tempat duduk Didi tadi, dan tak lupa menitipkannya. Kebapak-an Hasan seolah menitipkan anaknya. Bahkan aku saja sering dititipkannya juga seperti itu pada siapa saja yang dia percayai, kalau dia tidak bisa membersamai kegiatanku.

Kadang membuatku ingin mengumpat, "kenapa enggak jaga sendiri aja."

💕🏡💕

Afwan/maaf ya telat Update..

Adakah yang sudah baca yang ke2x.. Part ini beda loh, kalau masih pada ingat jalan ceritanya.. Aku langsung jelasin sifat tokoh di cerita..

Gimana rasanya setelah baca sampai part 5?..

Semoga tetap suka..

@rasama02

Where Is My Calon Imam? Where stories live. Discover now