21|Gugup

213 15 0
                                    

✔️Keep reading the Holy Al-Qur'an first!

🕊️🕊️🕊️

"Betapa nikmatnya sehat ketika sakit. Betapa cintanya Tuhan, memberikan sakit sebagai pelebur dosa."

🕊️🕊️🕊️

Hal yang paling tak ingin ku rasakan adalah tertahan dirumah sakit, tangan terikat selang infus dengan jarum tertanam.
Membayangkannya saja membuat ku berkedik ngeri.

Aku bersyukur ayah tak membawa ku kerumah sakit. Meskipun setelah berdebat dengan Ayah yang akhirnya pergi kerja dengan marah.

Seperti yang ku jelaskan. Tidak untuk diopname disana.

Mama pun marah, tak banyak bicara. namun, mimik wajah mama cukup menjelaskan mama marah. Biarpun begitu, mama tetap memperhatikan ku, bahkan jadi lebih waspada seharian ini beberapa kali masuk kekamar mengecek suhu tubuhku yang tak kunjung turun.

"Fath makan, trus minum obat dulu, baru boleh tidur lagi." Aku hanya mengangguk mendengar ucapan mama.

"Kalau masih belum ada perubahan sampai nanti malam, kita kerumah sakit ya." Lanjut mama serius duduk dipinggir kasur tempat tidur ku. Membelai lembut kening ku, yang masih panas kata mama.

Mataku terpejam ... bukan tidur, hanya menahan berbagai macam rasa yang tak karuan ku rasakan. Mama keluar saat mendengar Nino menangis.

Tak tega dan bersalah rasanya melihat mama yang kerepotan karena ku. Belum lagi mama juga harus mengurus Nino.

Sejam yang lalu Hasan, Anda, Fauzan, Hari, Intan dan Chika pulang, itu pun setelah aku yakini, bahwa aku tidak apa-apa. mereka hampir saja batal pulang karena khawatir.

Beristirahat! Yah, aku hanya butuh waktu istirahat, setelah tidur yang cukup aku akan baik-baik saja.

Betapa nikmatnya sehat ketika sakit. Betapa cintanya Tuhan, memberikan sakit sebagai pelebur dosa.

Sakit itu nikmat yang Allah kasih, aku bersyukur. Tapi kalau sakit ini sudah merepotkan orang lain, segera sehat lebih baik, agar tak menjadi beban.

Rasanya dingin menggigil, tapi nyatanya badan ku panas. Ntah berapa Celsius. Cukup panas sehingga membuatku menaik turunkan selimut yang membungkus tubuh. Keadaan masih sama seperti tadi pagi, hanya saja alhamdulillah sudah tidak mual lagi.

Tertidur setelah makan siang, minum obat dan sholat. Terbangun saat azan asar. Aku mendengar suara pintu kamar terbuka pelan, tak lama tertutup kembali. Ku balik badan yang tidur membelakangi pintu kamar, tak ada yang masuk. Atau mungkin tak jadi masuk karena mengira aku masih tidur.

Bangkit dan keluar dari kamar. Aku langsung menemukan Nino dengan ayah yang masih lengkap dengan baju kerjanya bermain bersama didepan tv.

"Udah bangun kak?" tanya ayah ketika melihat ku berdiri memerhatikan mereka. Aku mengangguk, pertanyaan ayah membuat ku tau kalau ayahlah yang tadi membuka pintu kamar.

"Gimana badannya udah enakan?"

"Alhamdulillah udah kok yah."

"Masih pucat." aku tersenyum tak ingin ayah kembali khawatir

"Belum mandi yah, makanya lusuh, hehe." aku belum mandi sejak pagi tadi. aku berlalu mencari mama di dapur.

Masih sedikit pusing dan sedikit demam. Tapi ini lebih lumayan di banding tadi pagi dan siang.

Aktivitas bisa membuat sendi-sendi ku sedikit mengendur dibandingkan tidur malah buat makin terasa lelah.

Mama meraba kening ku, meyakinkan dirinya bahwa aku sudah lebih baikkan.

💕💕💕

"Kenapa gak bilang kalau sekolah Sha!" Agung mengekoriku yang terus berjalan melewati kiridor tiap kelas.

"Hmm, enggak papa gung," ucapku malas.

"Lo dianter ayah lo?"

"Nggak, naik bus ... Udah sana masuk kelas jangan ikutin gue!" Usirku

"Iya,, ya-", langkah ku terhenti membiarkan dia berjalan mendahului ku, terus bertanya tanpa sadar aku tertinggal "Emang lo udah gak papa sekolah? Udah sehat?"

"Sha-" ucapnya menoleh mencari ku, dan sadar aku tertinggal dan diam ditempat memerhatikannya. Dengan menahan tawa melihatnya berceloteh sendiri.

"Kenapa lo?" dengan nada kesal.

"Eh!.. Gak. Gak papa," spontan ku gugup Agung berdiri di hadapan ku dengan kedua tangan bersedekap didada. Sadar dengan perubahan ku, buru-buru Agung mundur selangkah, sebelum akhirnya berlalu kekelasnya tanpa kata.

💕💕💕

"Sakit apa Sha?" Aku mengangkat Kepala ku malas, melirik Febbi yang baru datang duduk dibangku disamping ku.

Masuk kekelas dan langsung membenamkan kepalaku diantara liputan tangan yang tersusun diatas meja. Hampir tertidur dipagi hari sebelum akhirnya kembali sadar karena Febbi.

"Eh, gak papa. Demam biasa." aku tersenyum padanya.

"Teman-teman kamu dari Lampung uda pulang Sha?" tanya Febbi yang sempat bertemu dengan mereka di masjid tempat lomba.

"Iya udah kemarin. Oh ya, kita ada tugas gak kemarin?"

"Rajin amat Sha, baru juga gak masuk sehari."

"Iya, mumpung lagi rajin.. Hehe."

"Lo mah selalu rajin. Nah! Kalau gue, itu baru mumpung -mumpung. Hehe."

"Iya, sih. Jadi.. Ada tugas gak kemarin?" Aku melirik pintu kelas, melihat teman-teman berbodong-bondong masuk setelah bunyi bel, disusul bu Sri yang masuk terakhir.

"Gak ada Sha, cuman dicariin sama si-ketum rohis tuh kemarin," bisik Febbi ada nada menggoda dari ucapan Febbi. Aku mengeluarkan buku dan kotak pensil dari tas ku, meletakkan nya diatas meja.

"Yee.. Biasa aja kali bu nadanya." aku menyikut pelan lengan Febbi yang malah cengengesan.

"Assalamualaikum, pagi anak-anak! "

"Wa'alaikumussalam, pagi buuu!" ucap sekelas serentak.

"Kenapa Akbar nyariin gue?" lanjut ku bertanya pada Febbi berisik setelah menjawab salam bu sri, dengan pandangan lurus memerhatikan bu Sri.

"Tanya aja sendiri!" ucapnya terus menggoda ku menahan tawa. Aku meliriknya mengepotkan bibir kesal.

"Hutff selalu dah," ucapku sebal dan Febbi tertawa puas tanpa sadar dan mendapatkan teguran dari bu Sri untuk diam.

Aku tersenyum menahan tawa yang hampir pecah melihat ekspresi Febbi yang diam tanpa ekspresi, datar dan kaku. Dia malah balik menyikut ku sambil melotot menyalahkan ku. Apa-apaan coba si-Febbi.

💕💕💕

📌Tuba, 1januari2020
🖇️Wherecalonimamku?
🕊️rasama

Afwan lebih sedikit dari sebelumnya.

Beberapa kali aku publish trus aku tarik lagi (unpublish). Karena belum kelar.. Mohon maaf lahir batin 🙏🙏

Jangan kabur!!
Tunggu kelanjutan ceritanya yah..

Jazakumullahu Khairan/trimakasih/thanks... Karena masih setia sama WCIK. 🙏🙏

Where Is My Calon Imam? Where stories live. Discover now