20| Sakit

246 19 0
                                    

'Janganlah kamu mencela demam, karena ia menghilangkan dosa anak Adam, sebagaimana alat pemanas besi mampu menghilangkan karat'. "HR. Muslim 4/1993, no.2575

🕊️🕊️🕊️

Aku semakin kepikiran dengan apa yang di katakan Hasan tentang Husen. Ada rasa bersalah, tak mengingat nya. Penasaran, ingin rasanya menanyakan semuanya tentang apa yang di katakan Hasan, benarkah?


Kepalaku berdenyut, mata terasa panas, tangan terasa dingin saat ku kaitkan jemari kedua tanganku bertaut. Entah karena udara atau karena fisik yang sudah lelah beraktivitas.

"Sha lo kenapa?" tanya Intan khawatir duduk disamping ku, mungkin menyadari perubahanku.

Setelah dari mall. Kami malah berinisiatif makan pecel lele di pedagang kaki lima pinggir jalan.

"Ha! ... Gak papa Tan," jawabku menyadari pertanyaan Intan.

Intan menatap ku intens. "Muka lo merah dan bibir lo merah, kaek ... ucapnya terhenti saat tangan nya menyentuh kening ku

"Astagfirullah, lo demam? Sumpah badan lo panas banget." Nada khawatirnya terdengar yang lain ikut menatap ku dengan tatapan khawatir.

"Kamu sakit Sha?" tanya Fauzan yang duduk dimeja belakang kami.

"Hehe, gak kok kek nya demam biasa nanti juga udah normal lagi," kilasku tak ingin membuat mereka khawatir.

Padahal rasanya sudah lelah sekali. Bahkan kakiku terasa berat untuk melangkah. Aku mengeratkan pegangan ku pada Intan beranjak untuk pulang. Entah kenapa badanku langsung terasa drop padahal tadi tak separah ini.

Aku beristighfar sepanjang jalan menuju parkiran mobil.

"Sha kamu beneran gak papa?" tanya Hasan yang juga ikut khawatir, Nino berada dalam gendongannya, terlihat dia sudah bisa akrab dengan mereka. Hasan itu tipikal yang hobbynya becanda jarang serius. Tapi teman yang paling perhatian.

"Iya gk papa, cuman kecapean biasa aja kok kek nya. Besok juga udah sembuh." Kalau cuman demam itu hal biasa buat ku.

"Kenapa berhenti gung?" Agung menghentikan mobilnya didepan apotek 24 jam.

"Beli obat" kilas Agung

"Eh!, gak usah. Gue cuman perlu istirahat aja. Beneran." yakin ku yang memang tak suka obat. Aku lebih suka menikmati demam dengan vitamin, madu atau hanya minum air putih yang banyak.

"dirumah juga ada obat kok"

💕💕💕

Sebelum tidur aku membasuh muka dan berwudhu terasa lebih segaran.

Kepalaku masih berdenyut hanya saja tak seperti tadi. Mungkin efek segar air wudhu.

Aku melanjutkan kerjaan ku sebelum tidur, rekapan orderan yang harus aku selesaikan dan dikirim ke mba Anggun.

"Sha istirahat, udah malam." Intan dan Chika sedang sibuk membereskan barang-barang mereka. Memeriksa tak ada yang tertinggal.

"Lo ngapain sih?" tanya Intan lagi.

"Ini bentar lagi. Lagi nyelesain laporan," ucapku memaksakan diri untuk menyelesaikan rekapan ku. Demam ku belum juga turun, begitu terasa. Beberapa kali aku mengusap airmata dari sudut mata yang menggenang. Bukan sedih tapi efek demam yang ku yakin muka ku pun merah terasa memanas.

Where Is My Calon Imam? Where stories live. Discover now