7|Jangan Lagi

761 32 0
                                    

Assalamu'alaikum!
Jangan lupa baca Al-Qur'an!

💕🏡💕

"Kalau hujan adalah langit gelap yang suram dalam hidup, maka akan ada pelangi setelah nya adalah keindah yang mewarnai kehidupan".

_misha

💕🏡💕

Jantung dan nafasku terasa saling memburu. Mengatur nafas. mengucap salam langsung mencari nenek. Kulirik benda bundar menempel di dinding, pukul 4 sore kurang 20 menit. Aku telat pulang, dan tidak mengabari nenek.

"Nek! Fath pulang!" teriakku saat tak menemukan Nenek, atau sautan Nenek.

Ku telusuri setiap sudut rumah. Harusnya nenek ada di rumah. Hari selasa, nenek libur mengajar. Dan biasanya hanya di rumah saja. Aku ingin segera bercerita perasaanku tak enak. Suara aneh di makam, tapi tak tahu siapa.

"Neneekk!" panggilku lagi. Aku benar-benar terkejut, melihat Nenek tergeletak di lantai pembatas dapur ke pintu luar. Sumur dan tempat menjemur pakaian. Berlari. Aku segera menghampiri nenek. Bau anyir. Darah mengenang sudah akan mengental di bawah kepala nenek. Terbentur undukan pembatas.

Dengan tangan bergetar, kuangkat tubuh nenek. Dingin lantai semen begitu terasa di tubuh nenek. "Nek. Nenekkk.. Bangun nek!" Kugenggam erat tangan dingin nenek. Menyentuh bagian belakang kepala nenek, basah, ada benjolan besar. Aku meringis membayangkan kuatnya benturan. Kugoncang pelan tubuh nenek. Terus kupanggil nenek, memintanya sadar.

Badan nenek dingin, lemas tak berdaya, aku semakin bingung, airmata mengalir, ada sesak dada yang tersayat, pikiranku dipenuhi dengan kekhawatiran tak menentu tentang nenek. Bagai mana jika terjadi sesuatu, akhh ... ntah lah. Nenek harus baik-baik saja. Tubuhku semakin bergetar ketakutan. Kucoba mengangkat badan nenek, namun usahaku, gagal, tiba-tiba tenagaku hilang, bahkan aku berdiri pun sulit.

"Astagfirullah. Gimana ini?" Aku berusaha bangkit, ingat Mba Ana. Berdiri. Berusaha berlari cepat, menyeret kaki yang terasa kaku. Keluar meminta bantuan pada Mba Ana tetangga samping rumah, untuk mengangkat dan membawa nenek kerumah sakit segera.

"Mbaa! Mbaa Ana! Assalamualaikum Mba Ana." Dengan nafas yang memburu kuketok pintu rumah Mba Ana bertubi-tubi. Kurang sopan. Tapi aku harus cepat.

Tak lama terdengar suara Mba Ana "Wa'alaikumussalam." Mba Ana keluar menatapku bingung. "Kenapa dek?" ucap Mba Ana tampak khawatir.

"M..Mba Ana. Tolong nenek, Mba." ucapku, air terus mengalir di pipi, kaki yang bergerak gelisah, badan bergetar.

"Ada apa Fath? kenapa kamu nangis dek?" ucap Mba Ana tak mengerti. "Tolong apa dek?" Mba Ana menggenggam tanganku. "Darah!" Mba Ana terlihat kaget melihat tanganku yang berdarah.

"Mba cepet tolong nenek Mba. Nenek jatuh di dapur. Cepat Mba!" Kutarik tangan Mba Ana cepat.

"Astagfirullah! Kok bisa dek?" tanya Mba Ana tak percaya, menahan tanganku. "Bentar dek Mba panggil Mas Didi," ucap Mba Ana berlari kedalam memanggil Mas Didi.

Where Is My Calon Imam? Where stories live. Discover now