10|Rindu dan Doa

369 25 0
                                    

"Yang baru tak semenakutkan itu"

***

Bandung, 2 tahun kemudian!

"Hayoo loh!"

"Astagfirullah," ucapku terkejut, berbalik ke arah suara seseorang mengejutkanku. Tangan memegang dada, serasa ingin lompat dari tempatnya, novel yang ku baca di tangan hampir terjatuh jika saja tak ku eratkan pegangan.

Novel-novel islami adalah favoritku, selain menghibur lewat cerita, juga memberikan pelajaran agama yang ringan dipahami.

"Ehh sorry, sorry." Dia mengangkat dua jari membentuk V di hadapanku dengan cengir merasa bersalah mengagetkan aku.

"Lo ya, hampir aja ni buku melayang ke palak lu tau nggak?" Ku hentakkan kaki, memasang ekspresi kesalku.

"Hehe, iya maaf. Habis lo serius banget tau gk? gue kan minta temenin cari buku, kok lo malah asik sendiri, bukan bantu gue cari buku," ucap Agung malah balik kesal padaku.

Agung, teman, tetangga, sahabat juga kakak bagiku, walaupun sering ribut, dia adalah teman pertamaku saat pindah ke Bandung setahun yang lalu setelah nenek meninggal. Keputusan ayah tak bisa di ganggu gugat tak ada lagi alasan tinggal bersama Nenek, dengan terpaksa aku menuruti Ayah untuk pindah ke Bandung.

"Kenapa juga yang lain pada gak bisa ikut sih, kan bisa bantuin lo. Lo kan tau gue gak bisa liat novel." alihku tak mau kalah sambil cengir kuda, sedikit merasa bersalah.

Kulihat ekspresi wajah Agung berubah "Ohh, jadi lo nggak ikhlas nemenin gue?" ucap Agung terlihat kesal.

"Hehe, enggak gue becanda. Lo tau gue suka ke toko buku kan."

Ku lirik ada 2 buku yang Agung pegang di tangan kanannya. "Udah dapet bukunya kan?" lanjutku, mengalihkan pembicaraan agar tak makin panjang berdebat.

"Dasar yah lo! Bukannya cari buku buat belajar juga, malah sibuk baca novel," oceh Agung yang sudah terdengar biasa ditelingaku dengan jawaban yang tidak sesuai pertanyaan ku.

Agung ... bawel, perhatian, pengertian, dia tau cara memperlakukan orang lain dengan baik sesuai karakter orang-orang tersebut. Terkadang aku sampai bingung melihat tingkah lakunya.

Saat pindah aku pikir akan sangat sulit buatku untuk bisa menerima keadaan. Tempat baru, sekolah baru dan teman baru yang asing tak pernah kukenal sebelumnya. Ternyata tak semenakutkan seperti yang aku pikirkan, Agung banyak membantuku dalam bersosialisasi di lingkungan rumah juga sekolah.

"Inget! udah mau ujian Sha!" ucap Agung dengan nada penekanan.

"Lo mau beli buku latihan UN juga enggak?" tanya Agung saat aku mulai meletakkan kembali buku yang dari ku baca ke tempat semula. Lihatlah baru saja dia marah sekarang jadi baik hati.

"Iya, iya gue belajar kok dirumah. Mama udah beliin bukunya kok di rumah. Yukk ke kasir bayar buku lo," ajakku.

"Novelnya enggak mau sekalian di beli aja? Tar gue yang bayar deh, kan lo udah temenin gue," tawar Agung melihat novel yang sudah kuletakkan di raknya.

"Ehh! Enggak usah pemborosan, lagian tar kapan-kapan mampir baca lagi, tanggung udah hampir setengah perjalanan," tolakku yang tak suka merepotkan orang lain padahal mah udah mupeng banget sama tu novel.

"Yaudah bagus deh, tar lo bukan nya belajar malah baca novel," ucap Agung tersenyum padaku sambil berlalu ke kasir.

"Ihhh, dasar basa basi doang loh."
Aku mendumel dengan Ekspresi kesal menghentakkan kakiku kelantai.

Where Is My Calon Imam? Where stories live. Discover now