[B2] Chapter 4 ● Real or Not?

3K 670 61
                                    

Follow me on Instagram : heenaprk

Line@ : @fbo0434t

.

.

.

Don't forget to leave a comment.

.

.

.


Lima menit berlalu cepat. Mia merenung di samping Mingyu, kata-kata Baekhyun terus berputar tanpa henti di otaknya. Sementara pria yang berhasil memporak-porandakan perasaan serta pikirannya tersebut sibuk menerima telepon di ujung ruangan. Benar-benar tidak adil.

"Rapat pemegang saham tidak jadi dibatalkan, Suho memintaku untuk menggantikannya," kata Baekhyun tiba-tiba. Ia berdiri di depan Mingyu dan Mia, namun matanya melirik ke ruangan tempat Yejin mencoba gaun pengantin. "Sepertinya Yejin masih membutuhkan banyak waktu untuk mencoba dan memilih gaun. Hailey, ikutlah denganku menghadiri rapat pemegang saham."

"Apa hyeong ingin melihat perang dunia ketiga terjadi?" sergah Mingyu cepat. "Yejin noona pasti akan mengamuk kalau tahu kau pergi bersama Hailey noona."

Baekhyun berkacak pinggang. "Lalu apakah kau berniat menggantikan Hailey menjadi asistenku?"

Mingyu tertawa renyah sambil menepuk kedua tangannya. "Hyeong bercanda? Meninggalkan Hailey noona bersama Yejin noona hanya akan membawa masalah." Ia berhenti tertawa dan memasang tampang datar. "Pergilah bersama Hailey noona, aku akan mengurus calon istrimu yang menyebalkan itu."

Baekhyun terkikik geli. "Pastikan kau melindungi diri, jangan sampai Yejin memakanmu hidup-hidup," guraunya yang sama sekali tidak lucu dari sudut pandang Mingyu. "Hailey, lebih baik kita pergi sekarang," lanjutnya.

Mia menunduk, diam-diam tersenyum karena tak bisa menutupi perasaan senangnya. Untuk sesaat dia tidak peduli jika harus berhadapan dengan Yejin, lagipula Suho ada di pihaknya, pria itu takkan membiarkan Yejin membunuh Mia dengan alasan cemburu.

Mereka duduk bersampingan, Baekhyun sendiri yang mengendarai mobil. Setiap beberapa menit sekali, Mia melirik pria di sampingnya tersebut. Ia hanya mencoba memastikan bahwa saat ini bukan sebatas mimpi. Bodoh memang, tapi mau bagaimana lagi, rasa cinta yang menggebu dalam hati selalu mendorong kedua matanya untuk memandang sosok Baekhyun yang sangat dirindukan.

"Hailey..." panggil Baekhyun tiba-tiba.

Mia tergelak, takut kalau Baekhyun memergokinya. "Ah... ya, Tuan?"

"Bukankah kau bersamaku malam itu? Malam saat tiba-tiba aku sakit kepala dan pingsan."

Tunggu dulu, kenapa Baekhyun tiba-tiba menanyakannya? Mia mulai menebak-nebak arah pembicaraan mereka.

Ia mengangguk. "Benar, Tuan."

Ditatapnya Mia dari samping. "Apa kau tidak ingin tahu apa yang membuatku kesakitan?"

Tentu saja Mia sudah tahu! Setiap kali Baekhyun mendapatkan ingatan aslinya, pria itu akan merasakan sakit kepala yang begitu hebat.

"Apakah saya memiliki hak untuk menanyakannya?"

Baekhyun terdiam selama beberapa saat. Ia menarik napas cukup dalam, kemudian menghembuskannya. "Semua orang memiliki hak untuk bertanya, kau tahu?" Ia kembali memandang ke depan. "Dan berhentilah berbicara formal denganku, sudah kubilang kau bisa berbicara dengan santai saat tidak ada Suho."

"Maafkan aku..."

Baekhyun tersenyum tipis. "Malam itu, saat aku memarahimu dan kau terlihat ketakutan karena ucapanku... tiba-tiba terlintas ingatan dalam otakku. Entah bagaimana, rasanya semu, tapi juga nyata."

Seluruh tubuh Mia membeku dalam sekejap. Ia benar-benar tidak pernah berpikir bahwa Baekhyun akan menyinggung soal malam itu.

"Apa maksud Tuan?"

Tanpa memalingkan wajah sama sekali, Baekhyun kembali bergumam, "Aku melihatmu, dengan ekspresi ketakutan yang sama, begitu jelas sampai-sampai aku bisa menceritakan detailnya."

Mia menahan napas. Ia menelan ludah dengan susah payah. Jantungnya berdegup dua kali lebih kencang, air mata yang telah menumpuk di kelopak seolah memaksa keluar.

"Dalam ingatanku, aku memarahimu habis-habisan. Bukan karena aku membencimu, tapi karena aku peduli dan mengkhawatirkan keselamatanmu. Aku merebut paksa ponsel yang sedang kau bawa dan mengatakan kalau kau tidak seharusnya mengangkat panggilan tersebut."

Demi Tuhan! Apa yang diingat Baekhyun sama persis dengan kejadian beberapa tahun lalu.

Tidak berhenti sampai di situ, Baekhyun terus mengungkapkan apa yang selama ini terus dipendamnya. "Saat kita berada di pesawat menuju ke Jepang, kau memainkan sebuah lagu dengan piano. Aku mendengarnya samar-samar, tapi aku tidak sakit kepala. Aku baru merasakannya saat misi kita berhasil, entah kenapa lagu yang kau mainkan berputar di kepalaku dan tiba-tiba terlintas ingatan di mana aku sedang bermain piano bersama seseorang. Ah, lebih tepatnya mengajari seseorang bermain piano, dan aku memainkan lagu itu, Safe & Sound, bersamamu."

Bolehkah Mia menangis sekarang? Ia ingin sekali mengatakan bahwa ingatan itu bukan hanya kebohongan belaka, namun sebuah fakta yang telah dihilangkan oleh Suho beserta dokter kepercayaannya.

"Gaun tadi... aku juga mendapatkan sekelebat ingatan soal itu. Aku melihatmu memakai gaun pengantin bewarna putih, berlari keluar dari gereja ke arah pohon, kemudian berpegangan di rantingnya dan meminta untuk difoto. Bukankah aneh? Kenapa kau selalu ada dalam ingatanku. Ingatan yang bahkan terasa tak nyata, seolah aku tidak pernah melakukannya, tapi... entah bagaimana aku merasa familiar dengannya."

Baekhyun menurunkan suaranya. "Malam itu... sebelum aku pingsan, aku ingat memanggilmu dengan nama Mia... dan juga... dan juga aku menyebutmu sebagai istriku." Untuk kedua kalinya, Baekhyun menengok ke arah Mia. "Katakan padaku, apakah semua itu nyata atau sekadar halusinasi belaka?"

Mia hendak menangis, tapi gadis itu harus berusaha menahannya sekuat mungkin. Ia ingin mengiyakan ucapan Baekhyun. Ia ingin mengatakan bahwa semua itu memang benar. Ia ingin mengatakan bahwa selama ini Baekhyun telah diperalat oleh Yejin dan Suho. Ia ingin mengatakan kebenarannya... tapi... tapi Mia tidak bisa. Terlalu berisiko baginya untuk mengiyakan perkataan Baekhyun barusan. Ia takut tiba-tiba Baekhyun merasa sakit kepala dan kehilangan nyawa.

Pada akhirnya yang dilakukan Mia hanyalah menggelengkan kepala. "Tuan, aku benar-benar tidak mengert—"

"Jika kau tidak mengerti, kenapa wajahmu memerah? Kau hanya perlu memberiku jawaban. Iya atau tidak, itu saja."

Dengan berat hati Mia membalas tatapan Baekhyun. Ditatapnya pria itu setajam mungkin agar meyakinkan. "Tidak! Semua itu tidak nyata." Ia menggigit bibir bawah, berusaha menenangkan diri yang tengah bergetar setengah mati. "Jika kau yakin bahwa ingatanmu tersebut tidaklah nyata, maka percayailah bahwa itu memang tidak nyata. Kau hanya perlu percaya pada dirimu sendiri, itu saja."

Hatinya terluka, ia terpaksa melewatkan kesempatan ini... demi Baekhyun...

"Begitukah?" Baekhyun mendengus. "Baiklah, kau memang benar. Seharusnya aku ti—"

"Tuan Byun! Awa—"

DRAK!

BUGH!

Mobil lain menabrak kendaraan mereka dari depan. Mia masih mendapatkan kesadarannya, ia bisa merasakan darah menetes dari pelipisnya. Dicengkeramnya erat pundak Baekhyun, lalu menggoyang-goyangkan tubuh pria itu sebisa mungkin.

"By—un Baekhyun... sad—arlah! Byun Baek—hyun!"

Tepat saat Baekhyun mulai sadar, Mia merasakan matanya berkunang-kunang. Ia menyipit, tubuhnya lemas, dilihatnya samar seseorang berusaha membuka pintu mobil. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba Mia merasa ditarik oleh sesuatu dan pandangannya berubah gelap begitu saja.


TO BE CONTINUED

OBLIVIATE - BaekhyunWhere stories live. Discover now