Gue menghempaskan tubuh di atas ranjang. Saat ini tatapan gue hanya tertuju pada langit-langit kamar.
Gue menghela napas berat. Ah sial! Gue merasa marah karena Juna sudah berhasil selangkah lebih awal untuk mendekati Natt. Yang gue takutkan cuma satu, Natt berhasil masuk perangkap Juna. Gue takut Juna benar-benar membuktikan ucapannya.
Ah! Brengsek!
Gue segera bangkit sambil mengacak rambut frustasi. Apa gue ke rumah Natt saja sekarang? Tapi, kalau gue pergi ke sana, apa yang bakal gue katakan pada Natt? Natt pasti akan merasa aneh jika gue tiba-tiba datang ke rumahnya.
Tok tok tok!
Kini fokus gue pun langsung teralihkan begitu mendengar ketukan dari luar pintu. Baru saja akan buka suara untuk menyuruh orang itu masuk, tapi orang itu malah langsung membuka pintu dan berjalan mendekati gue.
“Adin? Ngapain lo di sini?” tanya gue kaget ketika mendapati keberadaan Adin di sini. “Malem-malem lagi.”
Adin tersenyum tipis lalu langsung ikut duduk di ranjang. “Biasa, ibadah malam minggu.”
Gue hanya memutar bola mata malas setelah mendengar ucapan Adin. Gue tahu pasti apa yang Adin lakukan sekarang. Sudah pasti dia ingin menemui April. Itu sudah menjadi kebiasannya setiap malam minggu.
“Kalo mau ngapel ke April, kenapa lo malah ke kamar gue? Apa jangan-jangan lo malah mau ngapel ke gue lagi.”
Sontak Adin langsung memukul kepala gue dengan bantal. Ia mendesis keras. “Gue gini-gini juga masih waras!”
Gue hanya terkekeh pelan mendengarnya. “Terus ngapain ke sini? Entar dicariin April lagi.”
“Aprilnya lagi pergi dulu ke minimarket. Bosen gue nunggu dia sendirian di ruang tamu.” Adin menghentikan ucapannya, ia pun langsung menoleh menatap gue. “Lo sendiri gak ngapel?”
“Ngapel ke siapa?”
“Ya ke Natt lah!” seru Adin geram. “Masa iya ke Malik!”
Gue sukses kembali terkekeh. “Gak perlu. Selagi Juna masih aman di kandang, gue gak bakal keluar nemuin Natt.”
“Emang si Juna sekarang gak ke mana-mana? Dia di kamar aja?”
Gue berdehem sebagai jawaban.
“Tumben gak gencar deketin Natt.”
“Dia udah jalan sama Natt tadi pagi,” jawab gue pelan.
Mendengar ucapan gue sontak membuat Adin membelalakkan mata. “Lo serius? Lo tau dari mana?”
Gue menghela napas pelan. “Gue tau sendiri. tadi siang gue ketemu mereka di toko buku.”
“Terus? Kalo lo tau, kenapa lo malah diam aja?” tanya Adin dengan nada menyulut emosi. Ketahuilah, Adin selalu merasa sangat marah jika mendengar Natt pergi dengan Juna, mungkin karena dia sahabat Natt dari SMA.
“Gue bukannya diam. Lo pikir gue bakal segila itu bawa pergi Renata saat dia tengah bersama Juna? Yang ada Natt malah benci ke gue.”
Adin pun terlihat menghela pasrah. Mungkin saat ini dia tengah membenarkan ucapan gue.
“Terus? Lo yakin Natt gak diapa-apain sama Juna?”
Gue menggeleng. “Nggak. Gue tadi ngikutin mereka, mereka langsung pulang setelah dari toko buku.”
Adin kembali menghela napas. “Lo harus extra gencar dong buat dapetin Renata. Kapan lo mau nembak dia?” tanya Adin.
Gue pun terkekeh pelan setelah mendengar ucapan Adin. “Lo nanya ke gue?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Devino Xavier ✔
Teen Fiction[Squad Series 2 - Completed√] Devin's Diary Disarankan baca Renata Keyla terlebih dahulu agar lebih tahu konfliknya. ===== "Gue suka sama lo, Natt. Udah, sesimple itu kok." Nama gue Devino Xavier. Dan gue, hanya suka pada seorang gadis penggila dona...
