20. Natt Terus Menghindar

27 5 0
                                    

Keesokan paginya gue sengaja berangkat lebih awal dan menunggu Natt di depan kelasnya. Karena gue yakin dengan kejadian kemarin, Natt akan berangkat pagi-pagi buta agar tak bertemu dengan gue. Dan yap! dugaan gue berhasil. Gadis itu kini tengah melangkah sendirian mendekati kelasnya.

Dan tepat ketika matanya bertemu pandang dengan gue, dia langsung memalingkan wajah dan berjalan begitu saja seolah dia tak melihat sama sekali keberadaan gue.

“Natt.” Gue pun berakhir dengan memanggilnya.

Gue langsung masuk ke kelas yang ternyata belum ada siapa-siapa di dalamnya.

“Natt, gue mau ngomong sama lo.” Gue bicara lagi sambil langsung ikut duduk di salah satu kursi.

Natt malah membuka buku-buku dan mengabaikan eksistensi gue.

“Natt.” Gue kembali memanggilnya dan langsung berdiri di hadapannya.

Gadis itu tetap bungkam yang justru membuat gue jadi merasa kesal sendiri.

“Natt!” kali ini gue pun memberanikan diri mengambil buku yang ada di genggamannya dengan sekali sawutan. Terlihat dia sedikit terkejut namun masih tetap diam tak bersuara.

“Gue mau ngomong sama lo!” gue mendekatkan wajah sambil menatapnya intens.

Natt berdehem sebentar, “L-lo mau ng-ngomong a-apa?” tanyanya dengan suara gugup.

Sebenarnya gue ingin sekali tertawa jahil melihatnya gugup seperti ini. Karena menurut gue, ekspresi Natt sangat lucu. Tapi gue berusaha menahannya karena di situasi seperti ini bukan saatnya untuk gue tertawa.

"Vin! Bisa nggak lo jauhin muka lo dari gue?” serunya kemudian.

Gue otomatis langsung tersenyum miring. “Kenapa? Muka gue ganteng ya? Udah jatuh cinta lo sama gue?” Entah kenapa gue malah mengisengi nya sekarang. Mungkin karena gue sudah lama tak mengisengi nya jadi gue tak tahan untuk jahil pada gadis ini lagi.

Dia malah melotot dan langsung menjauhkan wajah gue dengan tangannya.

Gue terkekeh pelan lalu langsung duduk di bangku sebelahnya. “Gue mau ngomong.”

Dia malah memalingkan wajah, dan gue masih bisa mendengar gerutunya pelan. “Mau ngomong apa sih!” serunya sambil melipat tangan di depan dada.

“Masalah kemarin.”

Dia pun menatap gue dengan tatapan malas. “Gue kan udah bilang, gue gak mau lagi ikut campur sama masalah kalian.”

“Tapi lo harus tau, Natt. Biar lo gak salah paham lagi ke gue.”

“Ya bodo amat!” celetuknya. “Mau gue salah paham atau nggak, toh itu gak penting. Gak ngaruh juga kan sama kehidupan lo!”

Gue menunduk sambil menghembuskan napas pelan lalu kembali mendongak menatapnya. “Jelas ini berpengaruh sama kehidupan gue.”

“Vin, gue mohon—”

“Gue sama Juna saudara tiri.” Akhirnya saat ini tiba. Saat di mana gue bisa jujur pada Renata tentang hubungan gue dan Juna.

“Eh?” dia langsung melotot tak percaya mendengar ucapan gue.

“Gue sama Juna saudara tiri, Natt.” gue mengulangnya lagi.

“Serius?” tanyanya tak percaya.

Gue mengangguk, “Nyokap gue sama bokapnya Juna menikah satu tahun lalu.”

Akhirnya Natt mulai mengangguk-angguk paham. “Terus, kenapa selama ini lo sering berantem sama Kak Juna? Kalian kan saudara?”

Gue langsung diam. Bingung harus jawab apa. Bagaimana mungkin gue harus jujur padanya kalau gue dan Juna tak bisa akur gara-gara memperebutkannya?

Devino Xavier ✔Where stories live. Discover now