11. 2 : 1

61 8 0
                                    

Gue menghempaskan pantat ke sofa sambil menarik sebungkus snack yang tengah dimakan April. Gue sama sekali tak memedulikan sumpah serapah April yang terus berkoar gara-gara gue memakan snack miliknya.

“Kak Devin,” panggil April tiba-tiba.

Gue menoleh sebentar lalu segera kembali fokus ke acara kartun favorit April, Spongebob squarepants.

“Udah?” tanya gue ke April.

“Udah apanya?” tanya April sambil mengerutkan kening bingung.

“Tadi, ngucapin mantra,” jawab gue enteng.

“Sialan!” pekik April sambil melempar bantal sofa ke wajah gue, sementara gue hanya terkekeh pelan melihat tingkahnya.

“Kak Devin,” panggil April lagi. “Kak Natt gimana?”

“Natt?” gue mengeryit sebentar. “Dia gak gimana-gimana. Alhamdulillah, dia sehat walafiat.”

“Ih! Bukan gitu!” desis April. “Maksud gue, hubungan lo sama Kak Natt gimana? Ada perkembangan?”

“Ya gitu,” jawab gue sambil tetap fokus menatap televisi.

“Gitu?” tanya April.

“Iya, gitu.”

“Gitu aja?”

“Iya....”

“Kok jawabnya gitu terus sih!” dengus April. “Gue sunat lagi lo lama-lama.”

Gue menoleh lalu terkekeh pelan. “Emang gitu aja, April... gak ada yang beda kok.”

“Ya maksud gue, kali aja sekarang Kak Natt udah tau gitu tentang perasaan lo ke dia.”

Gue menggeleng pelan. “Belum.”

“Belum?” ulang April. “Kok belum aja sih!”

Gue mendesah pelan. “Ya emang belum, April... Nattnya juga masih suka ke orang lain. Mau digimanain lagi coba?”

“Maksud lo Kak Juna?”

Gue menghembuskan napas berat lalu mengangguk sebagai jawaban.

Bugh!

Satu lemparan bantal berhasil mendarat di wajah gue lagi.

“Makanya lo harus lebih gencar dong buat dapetin Kak Natt! Cemen banget sih jadi cowo!” seru April, pelaku yang melempar bantal ke wajah gue tadi.

Gue mendesis keras lalu balik melempar bantal ke wajahnya.

Yap! Satu sama.

Sebelum April membuka suara, gue buru-buru menyela. “Jangan sok-sok’an ceramahi gue! Kalo berani, bilang noh sama Adin buat kasih kepastian juga ke elo! Cemen amat udah lama deket tapi gak ngasih kepastian sampai sekarang.”

Sontak April pun langsung terdiam. Mungkin dia membenarkan juga ucapan gue barusan.

Mampus! Makanya, nggak usah sok ceramahi gue! Gue kan mendekati Natt ingin dengan cara gue sendiri.

“Kak Devin,” panggil April lagi.

“Hm.”

“Salah gak sih kalo gue terus nungguin Kak Adin yang gak pasti?”

Gue langsung menoleh kembali menatap April yang kini terlihat tengah menunduk lesu.

Gue tersenyum tipis. “Nggak salah. Cuma, jangan terus berharap sama yang tak pasti. Lo tau kan sakitnya bakal kaya gimana kalo yang lo harapin tak bisa jadi kenyataan? Seenggaknya, mencegah lebih baik daripada mengobati.”

Devino Xavier ✔Where stories live. Discover now