22. She Is My Girlfriend

45 5 2
                                    

Gue masih ingat betul kejadian semalam, setelah mendapat pesan dari Yuna, gue buru-buru menelponnya. Dan ternyata apa yang gue dengar sendiri dari mulut Yuna berhasil membuat gue seratus delapan puluh derajat tercengang saking kagetnya.

Natt selama ini berpikiran kalau gue pacaran sama Yuna? Gara-gara dia lihat gue nyatain perasaan gue ke Yuna? Gila aja kali, ya. Masa iya gue bilang cinta ke Yuna. Gue mungkin udah nggak waras kalau bener-bener ngelakuin itu.

Memang bukan salah Natt sepenuhnya juga, sih. Di sini gue memang salah juga. Gue jelas-jelas kayak anak kecil pakai acara latihan ngungkapin perasaan segala. Dan gue mana tahu kalau Natt melihat kejadian itu. Takdir benar-benar merepotkan gue.

Hari ini gue sengaja langsung menemui Natt. Gue benar-benar penasaran akan ekspresi dia setelah mengetahui kebenaran ini.

Sekitar setengah jam gue nunggu dia di depan kelasnya. Setelah kelas dibubarkan, gue sedikit melihat di balik pintu gadis itu tengah mengobrol dengan Adin, lalu gue lihat Adin meninggalkan Natt sendirian.

Selang beberapa menit, Natt berjalan keluar. Dan gue sengaja berdiri di hadapannya. Tapi ternyata gadis itu tak sadar ada gue di hadapannya. Dan sepertinya gadis itu tengah melamun. Dia berjalan sambil menunduk.

Dan gue sengaja tak menyingkir dari hadapannya, membiarkan gadis itu menabrak gue. Dan ya, gadis itu langsung terkejut begitu kepalanya bertubrukan dengan dada gue, alhasil semua buku yang dia pegang langsung berjatuhan ke lantai.

Dia buru-buru langsung berjongkok dan gue pun ikut berjongkok juga membantu mengumpulkan buku-bukunya.

Sebelum dia menyelesaikan ucapan terima kasihnya, dia langsung terkejut begitu menyadari ternyata gue yang sudah ditabraknya. Dia mengerjap beberapa kali sebelum berdiri. Akhirnya gue ikut berdiri begitu melihat dia juga berdiri.

"Nih." Gue memberikan buku itu padanya.

"Thanks." serunya lalu segera melesat pergi.

Gue sedikit menghela napas begitu gadis itu pergi. Kenapa dia harus pergi-pergi mulu sih!

Dengan sedikit kesal gue berjalan cepat dan langsung menggenggam tangannya.

"Natt!" Gue diam sebentar, "ayo kita bicara." Gue memandang matanya lekat.

Terlihat dia menggaruk tengkuknya dengan canggung, lalu meringis pelan. "Sorry, gue buru-buru sekarang."

Gue menghela napas pelan. "Please! Kali ini jangan hindari gue lagi. Gue bener-bener perlu ngomong berdua sama lo."

"Gue gak hindarin lo!" seru gadis itu tak terima. Padahal gue yakin dia memang selalu menghindari gue. "Gue serius lagi buru-buru. Suer!" tambahnya sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah membentuk V sign.

"Emangnya lo mau ke mana?"
Dia diam sebentar. Sepertinya bingung mau menjawab apa.

"Mau ke mana?" Gue bertanya lagi sambil menarik tangannya karena dia masih terus diam tak kunjung menjawab pertanyaan.

"Eh! Itu... mmm... gue..." Dia diam sebentar. "gue mau ketemu si botak!" seru Natt pada akhirnya sambil cengengesan canggung. Dan gue yakin dia sedang berbohong.

"Pak Broto gak masuk hari ini," jawab gue asal. Padahal gue mana tahu dosen botak itu masuk atau nggak. Toh, Natt juga tengah bohong ke gue sekarang.

"Eh?" dia langsung pasang ekspresi kaget. "Sotoy! Tau dari mana lo!" serunya sambil gelagapan.

"Udah! Pokoknya gue tau." Gue menjawab lagi. "Lo jangan coba hindari gue lagi!" seru gue sambil tepat menuding ke arah wajah Natt.

Terlihat dia meringis pelan lalu berdeham. "Oke, lo mau ngomong apa?"

Devino Xavier ✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن