17. Melepas?

61 5 0
                                    

Devino Xavier






Gue melangkah dengan lemas menuju kantin. Gue benar-benar merasa tak bersemangat ke kampus. Bahkan tadi saat dosen tengah menyampaikan materi, gue tak mendengarkannya sama sekali.

Kenapa dengan gue?

Ah, mungkin ini efeknya karena gue mulai jauh dengan Natt.

Harusnya gue mulai membiasakan diri jika gue dan Natt mulai tak dekat lagi. Bukankah memang gue sendiri yang menginginkan pergi? Tapi setelah semakin hari semakin dijalani, kenapa rasanya sangat berat sekali?

"Woi!" seseorang menepuk bahu gue dengan kencang hingga membuat gue otomatis terlonjak kaget.

Gadis itu terkekeh sambil menggelengkan kepala ketika melihat raut wajah gue yang masih terlihat syok.

"Biasa aja tuh woy muka. Kayak yang baru liat setan aja!" seru Yuna sambil terkekeh pelan.

Gue menghembuskan napas pelan untuk mengontrol rasa terkejut.

"Ngapain lo di sini?" tanya gue pada gadis sinting yang kini berjalan disebelah gue.

Yuna mendengus pelan. "Ya mau nyari makan, lah! Masa iya mau BAB!"

"Serah! Terserah lo, ah!" seru gue dengan malas.

Yuna otomatis langsung menghembuskan napas. "Vin, please deh! Gue tau lo lagi broken heart. Tapi please, jangan terlalu lebay gini deh, ah! Baru gagal asmara segitu aja udah pasang muka melas sampai segitunya. Gak malu tuh woy sama umur!"

Gue memijat pelipis dengan pelan. Pusing juga meladeni bacotan cewek sinting di sebelah gue ini.

"Yuna, please. Hari ini gak usah ngebacot dulu, okay! Pusing gue dengernya."

"Lebih pusingan mana lo sama gue? Jelas lebih pusingan gue lah! Apalagi semenjak lo kayak gini, lo udablh jarang tuh bantuin gue ngerjain tugas kelompok kita berdua. Jadi nyesel gue satu kelompok sama lo!"

Ya Tuhan....

Kenapa susah sekali menyuruh mulut gadis ini untuk berhenti bicara?

"Nanti gue kerjain sisanya. Bawel banget ah!"

"Ya tapi kan--"

"Udah, deh! Bacot mulu ah!" bentak gue dengan nada kesal.

Yuna akhirnya diam. Oke, harusnya gue sedari tadi bentak dia agar dia bisa langsung diam.

Kami berdua pun akhirnya melangkah menuju tempat biasa kami berkumpul di kantin. Ya, di sana sudah terlihat semua sahabat gue tengah berbincang ria. Dan ya, ada Natt juga di sana.

Gue harus bicara apa ya pada Natt sekarang?

Ah, mungkin Natt juga akan malas bicara dengan gue.

Devino Xavier ✔Where stories live. Discover now