16. Menjauh

70 5 0
                                    

Hollaaaa......
Aku comeback lagi nih. Kekekeke :v

Aku minta maaf ya buat para pecinta Natt dan Vivin karena aku udah gantungin cerita ini berbulan-bulan.

Maafin akuuuu🙏🙏🙏

Tapi sekarang aku udah kembalu lagi kok. Aku bakal kembali lanjutin cerita ini.

Yeeeee......😂

Yaudah, sekarang selamat membaca bab baru Devino Xavier yaaa....

Happy Reading.....


~~~~~~









Gue berjalan sambil sesekali melirik ke sana kemari mencari keberadaan seseorang. Dan ya, sedari tadi gue tak kunjung melihat orang itu juga. Ke mana perginya dia?

Seseorang menepuk bahu gue yang otomatis buat gue langsung menoleh. "Lo ngapain di sini?" tanyanya dengan wajah datar.

"Gue cari Natt."

"Ikut gue bentar," serunya lagi lalu berjalan terlebih dahulu meninggalkan gue
.
Gue menghembuskan napas pelan lalu memilih menurut untuk mengikutinya. Dan berakhirlah kami, duduk di tempat biasa kami berkumpul.

"Lo mau ngomong apa?" tanya gue dengan nada sedikit malas. Bukan karena malas melihat wajah Adin di depan gue sekarang, melainkan karena malas belum bertemu Natt sejak tadi.

Adin menghembuskan napas pelan. "Gue mau minta maaf sama lo."

Mendengar ucapannya otomatis langsung buat gue melotot.

"G-gue kan kemaren udah mukulin lo, jadi gue minta maaf."

Tawa gue langsung meledak seketika dan membuat Adin jadi menatap dengan bingung.

Hei, ayolah! Mimpi apa gue semalam melihat seorang Adin berani meminta maaf seperti ini?

"Lo minta maaf, Din?" tanya gue seolah kembali memastikan.

Adin mengangguk, "iya, gue minta maaf. Emangnya ada yang salah, ya?"

Gue menggeleng sambil terus tertawa. "Lucu aja lihat lo minta maaf kayak gini," seru gue sambil menepuk bahunya pelan.

"Rese lo!" seru Adin sambil menjitak kepala gue.

Gue hanya meringis pelan.

"Tapi gue serius minta maaf, Vin. Kemarin gue emosi, makanya gue mukul lo kayak gitu."

Gue hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. "Gak apa-apa kali ah, santai aja. Lo ini kayak sama siapa aja sih."

"Ya gue gak enak aja, udah bikin lo babak belur kayak gitu."

"Yaelah!" gue langsung memukul lengannya. "Udah deh! Lagian wajar kok lo marah kayak gitu. Kan ini masalahnya tentang Natt, orang yang sangat spesial buat lo."

Adin tersenyum. "Tapi serius! Gue marah bukan berati gue masih punya perasaan lebih ya ke Natt. Gue cuma gak mau dia terluka kok, udah itu aja."

Gue pun ikut tersenyum. "Iya, Din. Gue ngerti."

***

Sudah tiga hari gue tak melihat Natt. Bukan hanya gue, tapi teman yang lainnya pun tak melihatnya. Gue sering sengaja menunggu didepan rumahnya, tapi di sana seolah tak ada kehidupan, tak ada orang. Bahkan Yuna bilang rumah Natt sudah tiga hari ini sepi.

Ke mana gadis itu?

Gue berjalan dengan lesu hendak masuk ke kelas. Tapi gue langsung terkejut begitu tubuh ini tak sengaja bertubrukan dengan seseorang. Gue mendongak dan semakin terkejut begitu melihat orang yang bertabrakan dengan gue tadi.

Devino Xavier ✔Where stories live. Discover now