10. Mampus!

86 10 0
                                    

Gue merasakan beberapa pukulan mendarat di pantat.

Ya Allah... salah apa Devin sampai pantatnya dipukul seperti ini. Kan kasihan pantat Devin.

Gue hanya menyipitkan mata melirik seseorang yang sudah memukul pantat gue. Ahh, ternyata pelakunya adalah Natt. Kalau gue kerjai, nggak dosa, kan?

Akhirnya gue memilih tak menggubris Natt yang terus memukul pantat gue. Gue terus memejamkan mata, karena sejujurnya gue memang merasa masih mengantuk sekali akibat begadang nonton drama korea.

Gue samar-samar mendengar perdebatan yang terjadi antara Natt dan Malik. Mungkin malik juga salah satu korban amukan Natt saat ini.

Gue tersenyum tipis sambil lebih memposisikan tidur agar lebih nyaman. Namun sialnya, sekarang gue malah merasakan basah di wajah. Gue tetap diam.

Sekarang tidak hujan, mana mungkin rumah Natt kebocoran.

Gue kembali menyipitkan mata dan mendapati Adin yang mulai beranjak pergi. Akhirnya gue kembali terpejam begitu melihat Natt yang mulai melirik ke arah gue lagi.

Tiba-tiba, gue mendengar suara Televisi yang semakin membesar. Dan gue yakin siapa pelakunya. Pelakunya tak lain dan tak bukan adalah Natt. Dia memang tahu kalau gue paling tak suka dengan suara keras televisi ketika gue tidur.

Hei... tapi sayangnya gue sekarang sudah bangun, Natt. Lo nya saja yang tak tahu.

Gue pun pura-pura menggeliat. “Matiin tv-nya!” seru gue dengan suara serak khas orang bangun tidur. Mudah-mudahan Natt percaya kalau gue memang belum bangun sepenuhnya sekarang.

“Matiin!” seru gue lagi sambil merubah posisi tidur yang tadi menyamping kini terlentang.

“Vin, bangun ah!” seru Natt sambil mengguncang tubuh gue dengan keras. “Viin... bangun cepetan! Yang lain juga udah bangun!” Natt mulai menggerutu lagi.

Gue diam-diam tersenyum tipis. Namun, senyum gue langsung memudar begitu merasakan pantat dipukul lagi dengan keras.

“Viiiinn!!” teriaknya sambil memukul pantat gue tanpa ampun.

Otomatis gue langsung menarik tangannya hingga posisi dia sedikit menindih tubuh gue. Gue melakukan itu agar dia berhenti memukul pantat gue. Ketahuilah, pukulannya tadi benar-benar terasa sangat sakit.

Gue pun mulai membuka mata, dan objek yang pertama kali gue lihat adalah Natt yang kini masih terdiam sambil menatap gue.

“Pagi!” sapa gue sambil tersenyum manis lalu langsung bangkit hingga membuat Natt otomatis langsung ikut bangkit juga.

“Hayo! Ngapain lo tadi di atas tubuh gue?” seru gue sambil menatap Natt dengan tatapan menggoda. Gue benar-benar sangat suka jika menggoda Natt seperti ini.

Natt berdehem. “ L-lo, Lo yang narik g-gue, tadi,” seru Natt dengan gugup.

Gue tertawa dalam hati. Serius! Ekspresi Natt saat ini benar-benar lucu hingga buat gue sulit untuk tak tertawa.

“Oh, ya? Tapi, kenapa lo diem aja gue gituin?” tanya gue lagi.

“G-gue... gue....”

Gue pun langsung terkekeh geli melihat kegugupan Natt saat ini. “Gak usah gugup gitu ah!” seru gue sambil mengacak rambut Natt dengan gemas lalu melangkah pergi menuju dapur.

Gue tak bisa menyembunyikan senyuman saat ini. Terlebih ketika mengingat ekspresi Natt yang seperti tadi benar-benar seolah menggelitik di perut.

Gue menuangkan air minum ke dalam gelas sambil tersenyum.

Devino Xavier ✔Where stories live. Discover now