Melindungi (2)

5.4K 1K 70
                                    

Rachel membuka ponselnya. Ada kiriman pesan dari nomor yang tak disimpannya sejak tiga jam yang lalu.

+62 8788043xxxx : Kamu datang, kan
chel?

+62 8788043xxxx : Rachel? Akadnya sudah mulai

+62 8788043xxxx : Rachel.

Rachel : Rachel di belakang

Seorang pria yang masih gagah dengan setelan putih mempelai pria itu menoleh ke belakang. Mencari sosok gadis kecil di barisan terbelakang tamu akad pernikahannya.

Rachel melambaikan tangannya. Dia memang sengaja datang terlambat dan melewati bagian ijab kabul. Rupanya, waktu 2 tahun lamanya belum bisa membuka bagian paling tertutup dari dirinya.

Darius beradu pandang dengan Rachel, gadis yang menuruni warna irisnya. Setelah dua tahun, ia dapat melihat putri tersenyum, bahkan tanpa tatapan penuh beban atau ratusan pertanyaan.

"Selamat ya, pah." Rachel memeluknya dan menyerahkan kado.

Darius mengangguk. "Kamu harus ketemu dengan Soraya."

Rachel tertawa dan mengangguk. Soraya Kinta adalah wanita setengah keturunan Jepang yang cantik dan Rachel bahkan yakin saat pertama kali melihatnya bahwa dia adalah wanita penuh perhatian dan tidak ada apapun yang perlu ditakutkan.


"Kamu boleh panggil Ibu apa saja yang kamu mau."

"Oka san?"

"Boleh."

"Bunda?"

"Boleh."

"Boleh di panggil Bubu?"

Soraya tertawa dan menjawab, "Boleh."


"Papa pinter banget sih, carinya yang janda kembang."


"Heh," Darius melotot menanggapi putrinya yang kelewat santai, Rachel membalasnya dengan seringai jahil.

Soraya memberi isyarat mata pada Darius, sementara Darius mengangguk. Mempelai wanita itu mengelus kepala Rachel dan pamit.

Darius berdehem, membersihkan tenggorokan. Beliau berlutut agar tingginya setara dengan Rachel yang tergolong pendek dibandingkan dengan tubuhnya yang setinggi pemain basket Amerika.

"Kamu masih tinggal sendirian di sana, Chel?"

Rachel mengangguk. "Rachel dapet sekolah internasional di Epik High School, dan Mama gak bisa ninggalin pekerjaan yang di Bandung. Jadi, iya."

"Kamu gak apa-apa tinggal sendirian sampe lulus?"

"Sampai sekarang Rachel baik-baik aja, Pah."

"Kalau pindah ke Surabaya sama Papa dan Tante Soraya, gimana?"

Rachel tersentak.


"Pindah?"


"Iya, kita bangun keluarga yang baru. Kamu bisa ke Bandung setiap akhir pekan, ada supir yang selalu bisa anter kamu ke sana."

Jam di ponselnya menunjukkan pukul 8 malam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jam di ponselnya menunjukkan pukul 8 malam. Jalanan yang dilalui Rachel sudah hampir gelap dan karna lingkungan kompleks, tidak ada satupun mobil atau motor yang lewat.

Kata-kata Darius masih bergema di kepalanya. Rachel tidak menjawab apapun dan Ayahnya akan tetap menunggu keputusan Rachel.

"Kalau gue pindah ke Surabaya ... "


Ckrek!

Sebuah blitz camera menyilaukan Rachel. Jantungnya nyaris mencelus ke perut.

"Siapa?!"

Rachel melihat sekelilingnya yang semakin gelap, bahkan semak-semak di pinggir trotoar pun jadi menakutinya.

Gadis itu menarik napas agar lebih tenang. Rachel mempercepat langkahnya. Jantungnya berdebar tak karuan saat mendengar langkah seseorang mengikutinya dari belakang.

Ia buru-buru meraih ponselnya. Tangannya sudah berkeringat dingin ketika seseorang menarik bahunya dari belakang.

Rachel memekik, sepersekian detik setelahnya--

BUGH!

Seseorang lebih dulu meninju pemuda yang menyentuhnya hingga menabrak tiang listrik dan tersungkur. Ponselnya yang masih menyala jatuh di atas trotoar.

Itu Gemilang.

Rachel membelalak. Dia tidak pernah melihat Gemilang dengan sorot mata yang menyala seperti itu, nyalang dan tajam. Bahunya naik turun, berusaha mengatur emosi. Urat lehernya timbul hingga wajahnya merah padam.

Ia menarik kerah baju pemuda itu. "Ngambil foto apa lo, bangsat?!"

Pemuda itu menggeleng cepat, rambutnya yang ikal panjang menutupi wajahnya, tetapi jelas sekali bahwa ia ketakutan. Tubuhnya kurus kering dengan kulit pucat dan kusam.

Gemilang menendang ponsel milik pemuda itu yang jatuh tak jauh darinya hingga sampai di ujung sepatu Rachel.

Rachel dengan gagap mengambilnya. Gadis itu terkejut sekaligus takut saat melihat foto apa yang diambil oleh pemuda itu dan buru-buru menghapusnya.


"Sekali lagi gue liat lo ada di sini, gue jamin bukan muka lo doang yang babak belur."


Pemuda itu menciut takut, mengangguk-angguk, meringkuk sambil menggigiti ibu jarinya.

Gemilang berdiri tegap, masih memunggui Rachel yang takut untuk mendekat. Tetapi ia tetap melangkah.

"Ge-Gemi?"

Rachel berusaha menggapai lengan Gemilang.

"Ki-kita pulang, ya?"

Gemilang tidak menjawab. Sementara pemuda itu terus melirik ponselnya yang masih ada di genggaman tangan Rachel.

"Pergi. Atau gue lapor polisi sekarang juga."

Suara Gemilang yang berat dan dingin membuat Rachel nyaris melepaskan tangan Gemilang. Pemuda itu sudah berlari terseok-seok ke arah yang berlawanan.

Rachel kembali melirik Gemilang yang masih bergeming di tempatnya.

"Gemi, gu-gue takut. Kita pulang ya?"

Setelah beberapa detik, Gemilang menghela napas. Ia melepas jaketnya dan menyampirkannya pada bahu Rachel.

"Makasih--"

Di luar dugaan Rachel, bukan hanya itu. Gemilang memeluknya erat. Kehangatan Gemilang memenuhinya, harum pemuda itu mampu membuat Rachel tenang. Bahunya yang tegang perlahan kembali turun.





"Maaf, biarin gue peluk lo sebentar."



-tbc

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-tbc


Eraser #YOURKIDUCE ✔Where stories live. Discover now