13. Menagih Janji

1K 72 2
                                    

Sering terdengar kabar orang meninggal beberapa hari ini. Selama sepekan, televisi menyiarkan berita yang sama. Adi merasa tidak nyaman lantaran lokasi meninggal para korban sangat dekat dengan rumahnya.

"Halo, Di?"

Sorenya Fahri menghubungi Adi, menanyakan apakah ada yang meninggal lagi. Hari ini, jumlah korban yang meninggal sebanyak tiga orang. Satu dari mereka meninggal akibat sengatan listrik, sedangkan dua orang lainnya terlindas truk pengangkut barang.

"Aneh banget. Kenapa bisa sebanyak itu, sih?" tanya Fahri.

"Gue juga nggak tahu, Ri. Gue jadi males keluar kalau begini."

Untuk sementara, Adi berdiam diri di rumah. Ia takut celaka seperti korban lainnya. Setelah peristiwa kecelakaan di Jalan Keramat mencuat, para warga tidak berani melintasi jalan itu.

Perutnya yang kosong mengharuskannya untuk keluar. Hatinya bimbang, haruskah ia melakukannya? Namun, ia tidak mungkin bertahan dengan perut kosong. Ia harus membeli setidaknya satu jenis makanan.

Dengan berat hati, ia melintasi lokasi meninggalnya para korban. Ada polisi dan juga warga mengerumuni truk pengangkut barang. Polisi pun membubarkan warga karena telah menutup akses jalan. Demikian, mereka harus segera mengevakuasi korban.

"Astaghfirullah'aladzim, ini korban yang keberapa lagi?"

"Ya Allah, kasihan sekali mereka."

"Aku jadi takut pergi ke mana-mana kalau begini."

Jalan Keramat tidak memiliki arti apa-apa. Namanya saja yang keramat, namun tidak mengandung unsur mistis. Namun sekarang, dengan meninggalnya korban yang tidak wajar seolah mencirikan apa itu keramat.

Adi yang penasaran dengan sosok korban ikut berkerumun bersama warga. Parahnya bentuk korban setelah terlindas tidak akan membuat tidurnya tenang. Ia menjadi mual setelah melihat isi otak korban berhamburan. Lantas, ia mengeluarkan isi perutnya pada saat itu juga. Agak memalukan, namun ia tidak berdaya jika harus menahannya.

Polisi yang bertugas datang menghampirinya. "Anak-anak tidak boleh di sini. Ayo pulang."

"Maaf, Pak." Ia pun mengurungkan niat untuk belanja lantaran nafsu makannya hilang.

"Kamu tinggal di mana?" tanya pak polisi.

"Nggak jauh kok, Pak, cuma di sekitar sini."

"Oh, ya sudah. Kamu pulang, ya."

Adi mematuhi pak polisi dan segera pergi dari tempat itu. Baru selangkah ia berjalan, ekor matanya menangkap sosok astral yang sedang menjilati darah korban.

Bersama pemandangan mengerikan itu, Adi melihat arwah korban kecelakaan. Mereka berkeliaran di sekitar lokasi; bingung melihat dirinya terpisah dari tubuh.

"Tolong saya!"

Adi berusaha mengabaikan, namun ia terkejut ketika sosok seram tadi tiba-tiba berbalik dan membawa arwah sang korban.

"Mereka ke mana?" batin Adi.

Ini pertama kalinya Adi melihat arwah korban kecelakaan—dipungut oleh sosok lain.

Tak disangka, matahari telah tenggelam. Ketika sampai di rumah, ada sosok misterius yang sedang berdiri di sana. Bukan hantu, melainkan manusia. Sosok pria berambut gondrong dengan perhiasan akik yang mencolok.

"Maaf, ada apa ya?" tegur Adi.

Ia pun menanggapi si penegur, "Sudah berapa lama kamu tinggal di rumah ini?"

Adi menggeleng; tidak tahu. Mendadak, pria itu bersikap aneh. Ia membisikkan sesuatu, "Cari tahu apa yang dia inginkan, maka semua ini akan berakhir."

Pria itu membuatnya merinding. Adi dibuat bingung dengan pesan yang ia sampaikan. Ingin menanyakan maksud kedatangannya, namun pria itu buru-buru pergi.

~OoO~

Oeeekk... oeeekk....

Entah bagaimana, mimpi terakhir Adi di rumah sakit itu tiba-tiba berlanjut. Ia kembali memimpikan anggota keluarga yang dicambuk di ruang merah. Ruangan itu dijaga oleh sosok bertanduk dengan taring yang menjulur. Adi berusaha menyingkirkan kabut yang menutupi wajah keluarga itu, namun lagi-lagi ia diusir oleh sosok besar di sana.

Ia terbangun, namun sosok besar itu masih ada. Ia pun menggosok mata, memastikan yang ia lihat sekarang nyata atau tidak. Namun, sosok itu sepertinya memang nyata.

"Mana tumbalku?!"

Suaranya menggema ke seluruh penjuru rumah. Adi yang tidak kuat meladeni sosoknya keluar dan menutup pintu. Ia merasa kikuk, tidak tahu bagaimana cara menghalau sosok besar itu.

Ia baru mengerti mengapa Kayla selalu pergi. Ternyata ia takut kepada si sosok besar.

"Aku harus gimana?" ucapnya.

Paginya, ia buru-buru pergi seolah akan diterkam. Ia harus bertemu teman-temannya untuk mendiskusikan hal ini.

"Eh, lo kemarin ultah? Tanggal 23 April, kan? Happy birthday, ya. Maaf telat!" sambut Niken gembira dengan kedatangan Adi pagi itu.

"Makasih, tapi ini bukan waktunya ngebahas itu."

"Ada apa?" tanya Bayu yang baru datang.

Adi menarik mereka dari kerumunan, lalu membahas kecelakaan di sekitar rumahnya.

"Apa?!"

"Iya, serius. Gue harus gimana?"

Bayu sangat yakin peristiwa kecelakaan ini berhubungan dengan sosok bertanduk itu. Berdasarkan mata batinnya, Bayu menyimpulkan kalau sosok ini sudah datang seminggu sebelumnya sebelum Adi berulang tahun.

"Lo yakin, Bay?" tanya Adi meragukan.

"Gue yakin banget ini ada hubungannya sama sosok itu!"

Niken sendiri menyetujui Bayu. Menurutnya, sosok itu sedang mengincar sesuatu. Seseorang dari masa lalu telah melanggar suatu perjanjian sehingga memakan korban.

"Ini adalah kasus perjanjian dengan setan. Ada sesuatu yang dilanggar sehingga sosok itu meminta gantinya."

"Meminta ganti? Kira-kira siapa yang ngebuat perjanjian ini sebelumnya?" kata Adi.

MATA KETIGA [TAMAT]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن