16. Wanita Belanda yang Mencintai Pribumi

1.1K 65 1
                                    

Adi sangat menyayangkan tindakan neneknya yang nekat menjadi tumbal pengganti pesugihan. Sudah dahulu ia kehilangan kakaknya, sekarang ia juga harus kehilangan neneknya. Hal itu memicu perdebatan antara dirinya dan sepupunya. Seharusnya ia yang menjadi tumbal pengganti, karena ia adalah penerus kontrak dari pesugihan ayahnya. Sementara sepupunya berpikir apa yang neneknya lakukan adalah tindakan sukarela, agar tumbal itu tidak berlanjut ke keluarga yang lain.

"Kamu harusnya berterima kasih, Adi! Nenek udah ngorbanin nyawanya demi nyelamatin kamu!"

"Tetap aja, aku nggak bisa terima kenyataan ini!" kata Adi.

Rinna kemudian mengakhiri perdebatan. Baginya percuma jika cara berpikir mereka masih berlawanan.

"Bagaimanapun kamu harus tetap hidup, hanya ini satu-satunya cara untuk mengakhiri penderitaan kamu. Kamu harus hargai pengorbanan nenekmu."

Tanpa sengaja hatinya melunak setelah mendengarkan perkataan Rinna.

"Biar aku yang urus pemakamannya. Sebelum meninggal, nenek minta dikuburkan di samping kakek. Aku harus penuhi janjiku. Aku pergi dulu, ya."

Rinna meninggalkan Adi, menjenguk neneknya yang terbaring dengan selimut putih. Disingkapnya selimut itu, memandangi wajah neneknya yang tersenyum.

"Yang tenang ya, Nek," ucap Rinna sembari membelai rambut neneknya yang penuh uban.

Diam-diam Adi mengekor, menyaksikan Rinna yang sedang berduka. Ia pun berubah pikiran, menurutnya apa yang Rinna katakan ada benarnya juga. Ia patut berterimakasih kepada neneknya karena sudah rela berkorban untuk menyelamatkan hidupnya.

"Terima kasih atas kemurahan hatimu, Nek. Maaf, gara-gara aku kamu harus berbuat seperti ini," batinnya.

Adi sangat murka dengan perbuatan orangtuanya. Dampak dari perjanjian dengan setan itu telah merenggut orang-orang yang dicintainya. Lantas, Adi yang putus asa kemudian pergi bernaung di bawah pohon rindang, memandangi rumah bergaya kolonial itu. Rumah penuh kenangan di mana setelah ia dibuang, hanya nenek yang bersedia merawatnya.

"Kenapa semuanya harus berakhir seperti ini, Tuhan? Kenapa!"

Air matanya meluncur tanpa ia sadari, setelah itu ingatannya kembali terpicu. Benaknya mengembara ke masa kecilnya bersama seorang wanita.

"Kamu nggak bosan main sama aku?" tanya anak berumur tujuh tahun itu.

"Tidak," jawab seorang wanita.

"Kalau aku dewasa, kita akan sulit bertemu. Aku nggak mau itu terjadi."

Anak itu menundukkan kepalanya, belum siap bila suatu hari nanti mereka harus berpisah. Teman bermainnya lantas berkata, "Jangan pedulikan aku. Pikirkan saja sekolahmu."

"Kalau nanti kamu kesepian bagaimana?" ujarnya gelisah.

"Aku masih bisa ajak nenekmu bermain. Jangan khawatir, aku tidak akan mengajaknya berlari. Tahu kenapa? Karena dia sudah tua!"

Adi baru ingat percakapan itu, setelah itu sosok yang ia pikirkan hadir.

"Kamu ingat saya?" tanya wanita Belanda itu kepada Adi.

"Maaf kalau aku lupain kamu, Cathrina," jawab Adi sembari mendekatinya.

Catharina Boswel lega, teman masa kecilnya itu masih mengingatnya. Adi pun menceritakan hal-hal yang dihadapinya selama ini, hingga sulit menerima kenyataan kalau ayahnya bersekutu dengan setan.

MATA KETIGA [TAMAT]Where stories live. Discover now