21. Membantu Kayla Menyeberang

1K 58 1
                                    

Pintu portal telah tertutup. Adi sudah kembali, begitupun dengan Fahri. Setelah kembali dari alam gaib, Niken mengomeli Adi habis-habisan.

"Lo dari mana aja, sih? Kenapa baliknya nggak bareng?"

"Ceritanya panjang. Gimana Fahri?"

"Dia udah siuman," sahut Bayu.

Adi bernapas lega melihat sahabatnya siuman. Sebetulnya Bayu penasaran motif apa yang mendasari Fahri sehingga terpikir untuk melakukan permainan Ouija. Ia juga sempat lihat tiga sosok perempuan yang terbawa keluar portal. Yang mengherankan, mereka semua berwajah bule. Melihatnya dalam keadaan linglung, terpaksa Bayu kubur rasa penasaran itu. Ia yakin Adi dan Niken pasti memikirkan hal yang sama, hanya saja mereka tidak mengutarakannya.

Selama satu minggu Adi menahan keinginan untuk nge-bakso. Ia harus tunggu Fahri sampai benar-benar sembuh supaya bisa diajak pergi. Belakangan ini Adi merasa janggal. Ia tidak pernah melihat Kayla. Padahal selama ini yang ia tahu, anak perempuan itu tidak pernah meninggalkan gudang, sebab banyak mainan melimpah di sana. Tetapi kali ini, Adi benar-benar tidak tahu Kayla di mana.

"Kamu ke mana, Kayla? Aku kangen sama kamu," ucapnya dalam hati.

Ada banyak perubahan selama seminggu ini. Sejak Fahri hampir kehilangan nyawanya, Niken jadi sedikit posesif. Saban hari tanpa putus, ia terus bertanya bagaimana keadaan Fahri sekarang. Masih sakit kah, sudah lebih baik kah, pertanyaannya hanya seputar itu. Tidak jarang Fahri memprotes kalau Niken terlalu berlebihan. Seharusnya kalau ia benar-benar khawatir, ia bisa langsung jenguk atau membawakan makanan. Ini tidak. Yang ada Fahri dibuat sakit kuping karena selalu mendengar pertanyaan yang sama.

"Lo kesambet, ya?" tanya Bayu sambil menyeruput kopi.

Niken tidak merespon.

"Lo suka sama Fahri, ya?"

Hampir saja Niken memuncratkan kopi yang ia minum setelah mendengar pertanyaan barusan. "Ngada-ngada, lo. Gue tuh cuma penasaran keadaannya gimana sekarang."

"Tinggal datang ke rumahnya, apa susahnya?"

"Katanya udah mendingan. Bisa nge-bakso dong kita."

"Rupanya ini demi bakso yang sempet diungkit sama Adi itu, ya. Sampai segitunya."

"Jangan menyia-nyiakan kesempatan. Lagi pula dari awal Adi emang berniat buat traktir kita."

Bayu mengangguk saja, kemudian terdengar dering ponsel. Rupanya itu pesan dari seseorang.

"Siapa?" tanya Niken.

"Ini Adi katanya minta tolong besok bantu dia pindahan. Dia nyewa kost-an yang deket sama sekolah."

"Loh, kok pindah?"

"Sebenarnya waktu itu gue sempet ngobrol sama dia. Setelah kita melayat bareng-bareng ke makam neneknya, Adi sempat cerita kalau uang yang dia pakai untuk mencukupi kebutuhannya selama ini berubah jadi daun."

"Serius?" tanya Niken tidak percaya.

"Beneran. Itulah kenapa dia sampai nyari kerja sana-sini. Beruntung dia diterima kerja di toko sembako Bu Anggi. Nggak cuma itu, sekarang dia mulai aktif bikin konten di YouTube. Bikin konten review film gitu untuk cari uang tambahan."

"Berat juga ya jadi dia. Udah dulu orangtuanya direnggut, sekarang neneknya juga."

"Maka inilah peran kita sebagai sahabat. Kita harus dampingi dia untuk melewati masa-masa terpuruknya. Dia cari uang begitu juga pasti merasa nggak enak. Walaupun orang-orang tidak menyadari sumber uang yang dia pakai, dia pasti bekerja keras menggantikan uang yang dia gunakan untuk bertransaksi sebelumnya."

Niken merasa tidak enak. Ia jadi berpikir untuk meredam hasrat makan baksonya. Mungkin lebih baik bayar sendiri-sendiri daripada harus ditraktir, pikirnya.

"Ngomong-ngomong soal Adi, gue jadi merasa bersalah."

"Bersalah kenapa?" tanya Bayu yang baru selesai menghabiskan kopi.

"Tiga hari yang lalu, gue sempat "culik" Kayla."

"Apa? Maksudnya gimana?"

Tiga hari yang lalu Niken sempat menerima panggilan dari seorang klien. Klien itu bilang kalau di rumahnya ada sosok pengganggu. Merasa tidak tenang, mereka minta Niken mengusir sosok tersebut. Orang mungkin menganggap Niken seperti paranormal, namun ia punya alasan kenapa harus melakukan ini. Ia teringat dirinya yang dulu, yang tidak bisa melihat apa-apa. Sepanjang hari ia menderita. Ia bahkan tidak pernah tahu siapa orang yang mendonorkan mata untuknya. Namun Niken teringat pesan dari seseorang. Pesan bermakna yang mengubah hidupnya.

"Aku harap mata pemberianku bermanfaat untuk kelangsungan hidupmu. Jangan anggap "mereka" sebagai sumber penderitaan, melainkan pembelajaran. Gunakan kemampuanmu untuk membantu orang."

Dahulu kemampuan melihat makhluk astral dianggap sumber derita, namun sekarang ia sadar apa maksud pesan itu. Pembelajaran yang dimaksud adalah berhati-hati sebelum bertindak, tidak ceroboh dalam mengambil keputusan agar kelak tidak berakhir seperti "mereka."

Yang dimaksud membantu orang adalah jika "mereka yang terpilih" memang punya kapasitas menetralkan energi, menyembuhkan orang dari gangguan jin dan mampu mengusir, maka lakukanlah. Meringankan penderitaan orang dari gangguan "yang tidak terlihat" juga salah satu perbuatan baik.

Malam itu Niken berkunjung ke tempat klien, mencari sosok yang dimaksud. Berdasarkan kasus klien, tidak terdeteksi energi gelap maupun aktivitas gaib yang ekstrim. Niken justru sedih, sebab sosok yang ia ajak komunikasi mengalami KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Selain KDRT, pemicu runtuhnya rumah tangga adalah orang ketiga. Sempat ada perdebatan diantara mereka, yakni perihal hak asuh anak. Malangnya hak asuh itu jatuh ke sang suami. Setelah si istri minta cerai, ia tidak menerima kompensasi dan ditelantarkan begitu saja.

Merasa familier dengan energinya, Niken "menculik" Kayla, mencocokkan energinya dengan si perempuan. Sebab selama menyelami masa lalunya, sempat terlintas wajah seorang anak yang mirip sekali dengan Kayla. Firasat Niken pun benar. Dua sosok yang terpisah itu berhasil ia pertemukan. Pada hari itu Niken tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya, begitupun si ibu dan anak. Niken menangis haru melihat dua sosok yang saling melepas rindu menjadi bersih wujudnya. Tubuh mereka bersinar terang, kemudian terbang menembus langit.

"Perbuatan lo udah bener, Ken," ucap Bayu sembari mengusap punggung Niken.

"Tapi kalau Adi ngerasa kehilangan lagi gimana? Gue baru aja ngelakuin kesalahan, Bay," gundahnya.

"Nanti kita bicarain baik-baik sama Adi. Udah, nggak usah sedih."

Hati Niken bimbang. Di satu sisi ia senang Kayla bertemu ibunya, tapi kini ia merasa bersalah karena sudah merenggut teman kecil Adi. Sekarang Niken harus siapkan beberapa jawaban, yang mungkin akan Adi tanyakan. Entah kenapa ia begitu yakin Adi akan menanyakan soal Kayla. Berhubung ini firasat, tidak ada salahnya berjaga-jaga. Ia cuma bisa berharap Adi tidak tersinggung atau merasa kehilangan lagi.

Melihat Bayu tidak memperhatikannya, Niken menegur. "Bay, lo lihat apa?"

"Kok wajah perempuan bule ini beda?"

"Maksudnya?" Niken ikut menoleh ke mana Bayu menghadap.

Mereka berdua sama-sama melihat sosok bule, namun dengan pakaian kuno. Perempuan ini berwajah oval, mengenakan gaun, matanya biru, rambutnya pirang kecokelatan. Dia berdiri di luar pintu kafe, memandang Niken dengan penuh harap.

MATA KETIGA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang