24. Pengakuan Fahri

935 53 0
                                    

Pagi ini seperti biasa, tiga sekawan nongkrong di kantin. Sambil menunggu Fahri datang, mereka sempatkan waktu untuk ngobrol. Niken membuka topik dan membahas tingkah laku Fahri yang aneh akhir-akhir ini.

"Kalian nyadar nggak, sih? Sejak Fahri pulang dari alam gaib perilakunya berubah total?"

Bayu mengamini. "Gue juga ngerasain hal yang sama sih, Ken. Tapi yang mengejutkan adalah setelah Fahri keluar dari portal itu, gue lihat tiga sosok perempuan. Orang Belanda semua."

"Beneran? Gue nggak terlalu memperhatikan siapa yang keluar portal, sih, soalnya waktu itu gue terlalu fokus dengan aroma gosong. Gara-gara lo nih," singgung Niken.

"Maaf-maaf. Tapi, Ken, gue ngerasa Fahri udah jadi seperti kita," ucap Adi.

"Maksudnya?"

Adi menghadap belakang karena barusan Fahri memanggilnya. Hanya memandang dari jauh, Adi minta Bayu dan Niken fokus supaya tahu perbedaan Fahri yang dulu dan sekarang. Walau samar, Niken bisa rasakan pancaran auranya yang terbuka. Kejanggalan sudah terjawab. Fahri tidak bisa menyembunyikan apapun lagi, sebab perilakunya terlalu kentara. Bahkan saat menuju kantin ia sibuk celinguk sana-sini. Ekor matanya selalu ditutup setiap kali ia melangkah.

Begitu sampai, Fahri tidak disambut seperti biasanya. Niken dan Bayu terus mengamati gerak-geriknya sehingga ia merasa tidak nyaman.

"Ada apa, sih? Kenapa natapnya gitu banget?"

"Harusnya kita yang nanya begitu. Lo yang kenapa. Dari tadi gue lihat celingak-celinguk mulu," sungut Niken.

"Apaan sih, nggak ada apa-apa kok!"

"Perilaku lo tuh terlalu jelas, Ri. Lo udah nggak bisa menyembunyikan hal ini dari kita lagi."

"Sembunyiin apaan?"

"Di belakang lo ada perempuan, kan? Dari tadi nempel terus."

Fahri meneguk liur dan tidak bisa menyangkal. Ia sudah kalah telak.

"Sejak kapan, Ri?" tanya Niken.

"Cerita aja kali. Kemampuan seperti ini tuh harus dibicarakan ke orang yang ngerti, seperti kita bertiga."

Sebenarnya berat bagi Fahri menceritakan hal ini. Terlebih, dahulu ia pernah berlaku tidak sopan kepada "mereka yang tak terlihat." Diakui atau tidak, sejak berteman dengan mereka—sensitivitasnya meningkat. Ia bahkan tidak menganggap kemampuan ini anugerah, melainkan karma. Karma karena telah meremehkan "mereka yang tak terlihat."

"Apa ini kutukan?"

Adi berpendapat. "Warna aura lo yang nila bahkan terlalu alami untuk dianggap kutukan."

"Sebenarnya gue penasaran sama sesuatu. Apa hubungan lo sama tiga sosok bule itu?"

Ini pertanyaan yang ingin mereka tanyakan sejak tadi. Beruntung Bayu mengajukannya di saat yang tepat. Walau sedikit ragu, akhirnya Fahri memberanikan diri untuk buka suara.

"Sebenarnya tiga perempuan yang lo lihat itu adalah anggota keluarga Beenhouwer. Mereka semua dibantai oleh Michael yang tidak lain suami Maria, ayah dari Jane dan Anna."

Nama-nama itu terdengar asing. Pengakuan Fahri yang tidak biasa lantas membuat mereka ragu.

"Lo nggak lagi bercanda, kan?" tanya Niken.

"Untuk apa? Bayu juga lihat bagaimana tiga sosok itu keluar portal. Gue punya alasan kenapa gue nekat melakukan permainan Ouija malam itu. Ini semua untuk mengutuhkan cerita Jane yang menggantung."

Alis Niken bertaut satu. "Menggantung?"

"Jane dan Anna meninggal di waktu yang sama, tapi Jane nggak pernah tahu bagaimana kondisi terakhir kakaknya. Sebab itulah gue mencari tahu. Jane adalah sahabat satu-satunya yang gue punya saat gue jatuh miskin. Dia sering ajak gue bolak-balik ke dunianya juga."

MATA KETIGA [TAMAT]Where stories live. Discover now