20. Menelusuri Dimensi Gaib

1.1K 58 2
                                    

Cerita yang menggantung telah utuh. Fahri sudah mengetahui akhir kisah keluarga Beenhouwer. Meski begitu, ia tidak mungkin bernapas lega semudah itu. Sekarang Fahri harus berhadapan dengan masalah sesungguhnya, yakni memulangkan arwah yang dipanggil. Masalah pun kian rumit begitu Fahri sadar ia tidak bangun di alam nyata, melainkan alam gaib. Akibat dikuasai rasa penasaran, Fahri melupakan risikonya. Menyelam terlalu jauh membuat Fahri tersesat. Dalam lorong merah ia tidak sendiri. Ada satu perempuan, yang wajahnya mirip Anna menangis sesenggukan. Saat diperhatikan lebih dalam lagi, Fahri tidak hanya menemukan perempuan Belanda itu, tetapi sosok lain juga. Mereka semua pribumi.

"Kenapa mereka semua menangis?" batin Fahri.

Tiba-tiba residual pembunuhan keluarga Beenhouwer mengusik benak Fahri. Tidak lama tingkahnya berubah seperti jiwa-jiwa yang tersesat. Adegan pembunuhan hingga kanibalisme membuat mental Fahri terganggu.

Bersamaan dengan peristiwa itu, mendadak Fahri tidak bisa dihubungi. Rencana makan bakso terpaksa Adi batalkan, sebab ia tidak mau jika anggotanya tidak lengkap. Mengikuti firasat buruk Niken, mereka bertiga serempak ke rumah Fahri. Begitu masuk ke dalam, kondisi rumah seperti kapal pecah. Awalnya mereka menduga Fahri kemalingan, namun setelah menemukan papan Ouija di lantai, semua berubah pikiran. Tidak disangka orang yang meragukan keberadaan hantu malah melakukan permainan ini.

"Bukannya ini papan pemanggil arwah?" terka Adi.

"Iya, Di. Ini memang papan pemanggil arwah!" Niken mengamini.

Ketika pandangan mereka terpusat pada papan arwah, pada saat itu juga mereka melihat Fahri terbaring di lantai dengan tubuh pucat seperti mayat. Saat dipanggil pun ia tidak merespon. Begitu diperiksa denyut nadinya, barulah Bayu mengerti sesuatu yang menimpa Fahri.

"Fahri udah nggak ada."

"Apa maksud lo?" tanya Niken.

Bayu menyingkir, membiarkan Niken memeriksa Fahri. Melihat kesenduan di wajah Bayu, Niken seolah mengerti apa maksud ucapannya tadi.

Ya, Fahri sudah meninggal.

Niken yang tidak sanggup membendung air matanya menangis saat itu juga. Adi yang belum diberi tahu apa-apa terpaksa menebak, kemudian menyimpulkan sendiri.

"Apa yang terjadi? Lo kenapa, Ken?"

Niken tidak meladeni, begitupun Bayu. Jari telunjuk diacungkan, kemudian diletakkan bersisian dengan rongga hidung. Adi tercenung, lantas menutup mulut. Ia sama sekali tidak bisa rasakan deru napas Fahri. Adi yang terguncang menangis sejadi-jadinya. Ia tidak terima sahabatnya telah berpulang.

"Ini nggak mungkin! Ri, bangun!"

"Udah, Di. Lo harus tenang."

Niken mengambil duduk di samping Adi untuk ditenangkan sebentar, sementara Bayu memindahkan jasad Fahri ke kamar. Niken bangkit dari tempat duduk dan mengambil papan arwah, mencoba mengalisis kematian Fahri yang mendadak dan hubungannya dengan papan Ouija.

"Fahri belum meninggal!" ungkap Niken.

"Masa, sih? Detak jantungnya aja udah nggak berdetak, Ken!" bantah Bayu.

"Kalian lihat papan Ouija ini? Separuh dari hurufnya terbakar! Fahri gagal memulangkan arwah yang terpanggil!"

Bayu memperhatikan Niken mengumpulkan lilin-lilin yang berserakan, kemudian disusun melingkar. Papan arwah diletakkan di tengah-tengah lingkaran, lalu ia mengajak Bayu dan Adi bermain.

"Tapi ini terlalu berisiko, Ken," kata Bayu.

"Hanya ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan Fahri. Kita harus pulangkan arwah yang dia panggil."

MATA KETIGA [TAMAT]Where stories live. Discover now