Chapter 12

699 90 19
                                    


Dugh.. Dugh.. Dugh..

Malam belum terlalu larut. Namun gadis yang tinggal di rumah kontrakan minimalis itu sudah terlelap sejak satu jam yang lalu. Mendengar suara pintu rumahnya diketuk secara kasar membuatnya terbangun. Terganggu akan suara yang ditimbulkan oleh sang tamu.
"Siapa yang bertamu selarut ini?" Kepalanya berdenyut saat mencoba bangun.

"Ne, Chakkaman..." Teriaknya.

Namun sayangnya sang tamu teramat enggan untuk menunggu. Pintu diketuk semakin sering dan keras. Seohyun menggerutu pada tamu yang menurutnya tidak tahu tata krama bertamu.

Setelah pintu dibuka dari dalam, betapa Seohyun terkejut melihat siapa yang datang. Wanita yang beberapa hari lalu dia temui di restoran, Kyuhyun eomma. Seohyun menunduk, mempersilahkan ibu Kyuhyun untuk masuk ke dalam rumah kecilnya. Menyimpan terlebih dahulu beberapa tanya. Tentang mengapa ibu dari kekasihnya ini mengunjunginya di waktu larut.

"Silahkan duduk ahjumma! Ah, maaf. Rumahku sangat kecil." Seohyun menyingkirkan meja kecil ke tepi. Memberikan ruang pada Kim Hana untuk duduk. Namun sungguh sia-sia apa yang dia lakukan.

Sorot mata Kim Hana begitu terlihat meremehkan rumah kecil Seohyun. Senyum mengejek juga terukir di sudut bibirnya. "Langsung saja Nona Seo, harusnya kau tahu sejak pertemuan kita beberapa waktu lalu. Sadar akan siapa kau, siapa putraku. Strata yang berbeda harusnya membuatmu sadar dimana tempatmu." Seohyun terdiam, mendongak melihat wanita paruh baya yang masih berdiri menjulang di depannya. Inikah tujuan wanita itu?

"Aku berpikir bahwa kau akan meninggalkan putraku setelah hari kita bertemu. Namun aku salah, kau nyatanya lebih tidak tahu malu dari yang aku kira." Ucapan Kim Hana layaknya sayatan belati tajam. Menggores perlahan dan menimbulkan sakit yang berlebih. "Kau berharap mengubah nasibmu dengan mendekati Kyuhyun? Hah, bermimpilah. Bermodal meja kecil itu, kasur kumuh, dan gubuk reyot ini. Menyedihkan sekali. Ah, atau kau dengan murahnya menawarkan dirimu pada putraku. Itukah yang diajarkan orang tuamu?" Kim Hana semakin menjadi dengan ucapannya. Juga dengan perilakunya yang begitu tidak sopan memporak-porandakan rumah Seohyun.

PLAK

"Geumanhae.. Geumanhae.. tidak perlu lagi anda menyampaikan itu, bahkan tanpa diberitahu pun saya sudah sadar. Siapa saya, siapa anda. Dan ingat! Aku tidak akan membiarkan anda menghina orang tuaku dengan mulut anda." Tubuh Seohyun bergetar setelah melayangkan tamparan pada Kim Hana. Emosinya tidak terkendali setelah wanita itu menyebut-nyebut orang tuanya.

PLAK

"Beraninya kau menyentuhku. Jauhi Kyuhyun, atau kau akan menyesal." Melihat berlembar-lembar foto di meja Suaminya, itulah yang mendasari Kim Hana begitu marah. Berpikir tentang masa depan putranya yang suram jika bersama Seohyun.

Kim Hana pergi begitu saja setelah mengatakannya. Seohyun masih tersungkur akibat tamparan keras dari Hana. Dia menangis, bukan karena tamparan itu. Orang tuanya, haruskah Ny.Cho itu menghina orang tuanya? Bahkan wanita itu sama sekali tidak pernah mengenal mereka.

Drrtt.. Drrtt...

Seohyun tersenyum miris sebelum akhirnya menerima panggilan itu.

"Kau baik-baik saja, kan? Katakan jika kau baik-baik saja." Bahkan sebelum Seohyun menyapa, suara bass di seberang sana terlebih dahulu menyerbu. Jelas sekali nada kekhawatiran terdengar kental bagi Seohyun. Setidaknya pria itu mengkhawatirkannya. Begitu pikir Seohyun.

*****

Memang tidak salah jika orang tua ingin tahu bagaimana kehidupan buah hatinya, bahkan hal itu adalah sebuah kewajiban bagi orang tua. Namun bagi Kyuhyun apa yang dilakukan oleh Ayahnya sudah keterlaluan. Apa maksud dari foto-foto dimeja kerja ayahanya? memata-matainya? Chh.. Kyuhyun berdecih.

Tugas orang tua adalah membimbing buah hatinya. Menjadi penonton, pelengkap, dan pemanis kehidupan buah hatinya. Menegur sesekali jika sang buah hati menyimpang dari jalan yang seharusnya. Bukan mengekang kehidupan buah hatinya. Haruskah Kyuhyun ingatkan hal itu pada ayah dan ibunya? Ah, dan ingatkan Kyuhyun untuk tidak melakukannya jika tidak ingin mendapatkan bogem mentah dari sang ayah. Juga label anak durhaka karena hal itu.

Bahkan ibunya, orang yang paling ia hormati, menempati posisi paling tinggi di hatinya juga sibuk mengekangnya. Kyuhyun tahu bahwa ibunya pasti menemui Seohyun. Karena pelayan rumahnya mengatakan ibunya buru-buru pergi setelah keluar dari ruang kerja ayahnya.

Dugh.. Dugh... Dugh...

Sama seperti ibunya yang datang dengan ketukan kasar. Namun Kyuhyun tidak dengan emosi. Pria itu cemas ketika ketukan dan panggilannya tidak ada yang menyahut. "Seohyun-ah, kau di dalam bukan. Bukalah pintunya.."

"Aish.."

Kyuhyun mendesis sebal. Ia coba buka pintu geser itu dan hasilnya terbuka. Bahkan Kyuhyun heran mengapa Seohyun tidak mengunci pintunya di malam selarut ini. Kyuhyun memilih masuk meski dengan langkah ragu. Katakan bahwa dia juga termasuk tamu yang tidak sopan.

Pemandangan pertama yang Kyuhyun dapati adalah ruangan yang berantakan. Meja kecil yang terbalik, kasur lantai yang tidak tertata, barang-barang yang berserakan. Apakah ini perbuatan eommanya. Kyuhyun mendesis pelan sebelum berlari keluar. Dimanakah keberadaan Seohyun selarut ini? Harus ia seret kemana kakinya untuk menemukan Seohyun. Kyuhyun begitu cemas, lingkungan sekitar bahkan sudah sangat lengang.

Mengapa manusia harus Dewasa? Karena manusia mengalami perkembangan dalam dirinya. Baik itu secara fisik maupun mental. Dewasa dan berkembang. Hal itu terlihat menyenangkan sekaligus rumit. Andai dia tetap menjadi kanak-kanak polos yang hanya memandang kehidupan dengan sederhana. Andai...

Hembusan angin malam tak jua membuat gadis yang dari 30 menit lalu itu beranjak dari tempatnya. Tak peduli dengan hawa dingin yang menusuk tulang. Tetap betah berdiam diri di sana. Di sebuah bangku taman di tepi jalan. Hanya menatap kosong jalanan yang lengang.

Tangis Seohyun sudah berhenti. Hanya jejak air mata dan mata sembabnya yang tersisa. Raganya di sini, namun kesadaran dan jiwanya jauh melayang ke masa kecilnya. Dimana dia bebas melakukan apapun sesuka hatinya. Selalu tertawa riang dan menanggapi segala hal dengan pikiran sederhana, selayaknya kanak-kanak.

Ingin tetap menjadi kanak-kanak atau pun ingin kembali menjadi kanak-kanak pun tak akan bisa. Karena sebuah proses perkembangan dan pendewasaan adalah kodrat manusia. Dan Seohyun sangat paham dengan hal itu.

Dari ujung jalan, terlihat seorang pria menyipitkan matanya melihat seorang gadis duduk di bangku pinggir jalan. Senyum sang pria mengembang secara alami bahwa gadis itu adalah sosok yang dikenalnya. Langkahnya menjadi lebih ringan dari pada beberapa waktu yang lalu.

Seohyun yang masih berkutat dengan kenangan masa kecilnya tidak sadar akan kehadiran seseorang di sampingnya. Dia tidak akan menyadari kehadiran sosok itu jika tidak disadarkan dengan alunan suara bass yang menenangkan.

"Apa masih lama melamunnya, heum?" Kyuhyun menaikkan sebelah alisnya ke atas. Bertanya dengan lembut. Sejak jarak mereka hanya dua langkah, Kyuhyun melihat jelas jejak air mata di pipi Seohyun. Juga bekas merah di pipi sang kekasih. Apakah eommanya yang melakukan?

"Apakah ini terasa sakit?" Kyuhyun menangkupkan kedua tangannya di kedua pipi Seohyun saat gadis itu menoleh dan menatapnya terkejut. Kyuhyun mengusap bekas merah itu dan bertanya lagi. "Apakah sakit?"

"Sejak kapan kau disini?"

Kyuhyun merengut sebal. Bukannya menjawab pertanyaannya malah balik bertanya. Dan hei, apa-apaan itu tadi. Bahkan kehadiran dirinya pun tidak di sadari. Ah, lupakan. Lagi pula itu bukan masalah penting. "Mau ice cream?" Tawar Kyuhyun.

Hari memang sudah malam. Keadaan juga sangat sepi. Tapi Kyuhyun melihat sebuah toko yang masih buka di ujung jalan. Langkah mereka selaras. Berjalan pelan meski dingin menusuk tulang. "Aku tidak ingin kau sakit karena kedinginan." Senyum menawan Seohyun terukir kala jaket Kyuhyun tersampir di pundaknya.

"Hmm.. Terima kasih." Senyum itu bukanlah senyum yang terukir paksa. Meski batinnya terluka akan sikap ibu Kyuhyun, namun berada di samping Kyuhyun sudah dapat merubah perasaannya. Mata meneduhkan itu menenangkannya. Senyum tipis pria itu seolah mengatakan semua baik-baik saja.

"Tetaplah di sisiku apapun yang terjadi. Meskipun seisi dunia menentang, tetaplah bersamaku. Suatu saat aku dapat menunjukkan bahwa kau pantas."

Manik mata mereka saling menatap dalam. Mencari kesungguhan dalam pendar mata masing-masing. Seohyun terpaku hingga tidak menyadari ice creamnya hampir meleleh karena terabaikan.

*****

Apapun itu, segala hal yang dilandasi oleh ambisi meski hal itu haram, maka akan dihalalkan. Mana peduli halal atau haram, karena yang terpenting tujuannya tercapai. Itulah Cho Seunghwan. Bahkan demi ambisi pria paruh baya itu rela melukai buah hatinya. Berbanding terbalik dengan Kim Hana, sang Istri yang melukai seseorang untuk kebahagiaan putranya.

Cho Seunghwan berdiri menjulang kokoh tepat di depan Kyuhyun yang tersungkur. Wajahnya penuh lebam, sudut bibirnya berdarah. Namun tatapan tak gentar terpancar kuat dari manik hitamnya. Kyuhyun menyeringai kepada ayahnya.

Jika menyuruh gadis itu menjauh tidak berhasil, maka apa salahnya memaksa sang putra untuk berhenti. Menjauh dan lupakan gadis itu. Namun sayangnya sifat kepala batu telah temurun kepada Kyuhyun. Putranya itu tidak akan dengan senang hati menurutinya. Seperti menghadap cermin, maka akan ia dapati sosok yang sama keras kepalanya.

"Apapun yang appa katakan aku tidak akan pernah meninggalkan Seohyun. Tidak akan pernah. Kecuali dia sendiri yang melepaskanku." Desis Kyuhyun tajam. Ringisan kecil kembali terdengar kala sebuah pukulan kembali menghantam wajahnya.

Lonelyحيث تعيش القصص. اكتشف الآن