7.

2K 316 9
                                    

"Ayah," ibu meneteskan air mata seraya berteriak memanggil orang yang kini sedang sekarat menunggu ajal.

"Tenang Elena," ayah mengelus punggung ibu berusaha menenangkan ibu yang sedang histeris.

Aku hanya duduk termenung di kursi goyang yang membelakangi cermin. Badanku sudah lemas karena sudah tak ada lagi makanan di perutku.

Sebenarnya aku juga ingin menenangkan ibu. Namun aku rasa ibu akan tetap histeris walaupun aku tenangkan, jadi aku hanya tetap diam duduk manis tanpa merasa bersalah.

Aku membalikkan tubuhku ke balakang, dan sedikit mengintip di balik kursi yang lumayan tinggi. Perutku kini meronta lagi. Tak kuat, aku melihat sosok lelaki tua yang kini mengeluarkan darah dari mulutnya yang tak lain adalah ayah dari ibu.

Namun kini aku sudah tak muntah lagi. Mungkin karena isi didalam perutku sudah habis.

"Tito, bawa adikmu ke kamar!" Perintah ayah masih menenangkan ibu.

Kak Tito mengangguk. Langsung menghampiriku. Melihatku yang sudah lemas, tanpa aba-aba kak Tito menggendongku ke kamar yang tadi aku tiduri.

"Kamu berat banget sih," keluh kak Tito, seraya membaringkan ku di kasur.

"Emang," ucapku sambil menjulurkan lidah. "Kak tolong ambilin makanan dong, perutku perlu diisi ulang nih," tak ada jawaban kak Tito keluar dari kamar. Lima menit kemudian dia datang dengan membawa nampan berisi sepiring makanan dan segelas minuman.

"Makasih kakakku sayang," sambil melahap makanan. "Kak jangan pergi dulu aku mau tanya," ucapanku menghentikan langkah kak Tito yang akan keluar dari kamarku.

"Kak kalau kita bisa liat dunia sihir pakai cermin ajaib kenapa gak dulu-dulu aja kita ngecek keadaan dunia sihir?" Tanyaku polos.

"Kamu aja yang baru liat. Tiap kamu tidur dimalam hari. Kita itu selalu ninggalin kamu di rumah sendirian. Terus aku ayah, ibu, sama bik Mimi kesini tanpa sepengetahuan kamu."

"Jadi aku ditinggalin tiap malem."

Kakak mengangguk. "Kamukan tau tentang dunia sihir belum lama, memang ayah dan ibu akan memberitahumu tempat ini setelah kamu mengetahui tentang dunia sihir, dan pas sekali dengan kejadian tadi pagi, jadi kita langsung kesini." Kak tito menghampiri jendela, menyibak tirainya sejenak lalu menutupnya lagi.

"Ada apakak? Apa ada sesuatu?"

Kak Tito menggeleng, "Ya sudah kakak tinggal dulu. Kakak mau ke ruang tadi. Makanannya jangan lupa dihabisin. Kasian kalau gak dihabisin nanti makannya nangis." Kakak keluar dari kamarku. Yang sebenarnya kamar baruku. Karena baru kali ini aku datang ke rumah ini.

Aku melahap makanan dengan lahap. Namun seketika hilang disaat ketakutan mulai mengerumuni. Kulihat sekejab penampakan bayangan orang berjubah hitam. Entah itu makhluk baik atau bukan. Aku berteriak. Tak lama kakak datang.

"Kamu kenapa lagi sih, padahal kakak belum nyampek di ruangan itu."

"Kak tadi aku lihat sosok berjubah hitam lewat,  di balik jendela. Aku takut kak, jangan pergi."

"Jangan-jangan dia-" kakak gemetar. Tak sanggup meneruskan kalimat yang akan diucapkan.

"Dia siapa kak," aku ikut ketakutan. Tubuhku juga gemetar. Mulai membayangkan kejadian kematian ayah dari ibu tadi.

Ketika aku akan menghampiri kakak yang masih berdiri mematung. Seseorang membekap mulutku. Aku sempat meronta namun tak lama pandangan berubah menjadi gelap. Aku tak tau apa yang terjadi selanjutnya.

My Mysterious Magic (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang