14.

1.5K 233 18
                                    

Perlahan lahan aku membuka mataku. Mulai sadar. Aku melihat kesekeliling. Gubuk tua dengan seorang laki laki yang sedang duduk membaca buku di sebuah bangku kayu.

"Kamu sudah sadar," ucap lelaki itu.

"Kamu siapa?" Tanyaku.

"Namaku Arta, aku yang nolongin kamu."

"Kamu yang nyembuhin mataku juga?" Tanyaku.

"Mata, emangnya mata kamu kenapa?"

"Nggak, mataku nggak papa. Berarti bukan kamu." Ucapku agak berbisik.

"Apa?" Tanya Arta.

"Nggak papa, makasih ya tadi kamu udah nolongin aku. Tapi, kok kamu tau ya kalau aku sedang terdesak disitu, dan tiba tiba tanganmu menembus tembok itu."

"Eee aku ya tau ee ya tau, kan aku bisa melihat sesuatu yang terhalang benda apapun." Ucapnya terbata-bata.

Aku langsung menutupi badanku dengan selimut. Takut jika bisa melihatku tanpa pakaian.

"Santai kalau itu aku gak bisa liat," ucap Arta tertawa.

"Bener ya, awas aja kamu," ucapku sambil menunjuk Arta.

Aku beranjak dari tempat tidur, dan melipat selimut.

"Jangan putri," ucap Arta sambil mengambil selimut yang akan ku lipat.

"Putri?" Ucapku bingung. Baru saja dia memanggilku putri.

"Ma maksutnya nggak usah. Kamu itu mirip temenku yang namanya putri jadi ya aku tadi salah sebut nama. Oh ya, nama kamu siapa?"

"Namaku Sekar." Ucapku sambil menjulurkan tangan.

"Put eh Sekar kamu mau makan. Adikku baru aja masak. Masih anget tuh," ucap Arta. Aku mengikutinya keluar kamar menuju tempat duduk di depan rumah. Di situ sudah tersedia makanan yang siap disantap.
Aku duduk diikuti Arta.

"Ka, ayo sini makan," teriak Arta.

"Iya kak, bentar." Teriak seseorang dari dalam. Tak lama muncul lelaki dengan membawa teko dan gelas.

"Kar ini kenalin adikku Arka." Ucap Arta.

"Hay aku Sekar,"

"Arka," ucapnya singkat. Suara itu sepertinya pernah ku dengar.

"Apakah kita pernah bertemu?" Tanyaku penasaran.

"Dia nggak pernah keluar dari rumah. Jadi nggak mungkin pernah bertemu kamu." Ucap Arta sambil menuang kan air dari teko ke gelas.

Kami makan bersama sama seraya melihat pemandangan hamparan sawah hijau yang menyejukkan mata. Kenyamanan itu membuatku lupa akan masalahku yang kini semakin rumit.

"Ngomong ngomong sekarang aku dimana?" Tanyaku pada Arta.

"Sekarang kamu ada di Reli perbatasan antara kerajaan sihir hitam dan kerajaan Kordovan."

"Kordovan?" Aku terkejut. Aku ingat cerita ayah waktu itu. Kardovan adalah kerajaan milik kakek.

"Kenapa kamu terkejut?" Tanya Arka yang kini ikut angkat bicara.

"Eng enggak papa." Aku mengambil nafas supaya lebih tenang. "Arta berarti tadi aku ada di kerajaan sihir hitam ya?" Tanyaku pada Arta.

"Iya, kok kamu bisa ada di situ sih?" Tanya Arta yang membuatku bingung mencari jawaban.

"Ceritanya panjang," ucapku.

"Bagaimana jika hari ini kita jalan jalan, agar kamu lebih tau tempat disekitar sini." Ajak Arta. "Oh iya, aku lupa hari ini aku harus pergi jadi kamu nanti ajak Arka aja ya, biar dia mau keluar dari sarang." Tambah Arta.

"Iya," jawabku singkat. Aku juga ingin lebih tau tentang tempat ini. Supaya aku bisa tau jalan untuk kabur jika ada prajurit yang akan menangkapku.

"Yaudah, Arka nanti kamu temenin Sekar, kakak mau pergi dulu." Ucap Arta yang kini berlalu pergi.

"Iya kak,"

My Mysterious Magic (Selesai)Where stories live. Discover now